Tugas
Genetika Dasar
BIOLOGI MOLEKULAR EUKARIOTA
BAB 13
OLEH :
HENGKI HERMAWAN
(1205101050067)
PROGRAM
STUDI AGROTEKNOLOGI
FAKULTAS
PERTANIAN
UNIVERSITAS
SYIAH KUALA
DARUSSALAM
- BANDA ACEH
2013
BAB 13
BIOLOGI MOLEKULAR EUKARIOTA
Sel
– sel fungi, protozoa, alga, tumbuhan, dan hewan mengandung sebuah organel
bermembran ganda yang disebut nucleus atau inti. Istilah eukariota (dalam
bahasa inggris bisa disebut dieja eukaryote
maupun eukaryote) mengacu pada sel –
sel yang mengandung organel semacam itu. Protoplasma antara nucleus dan
membrane plasma menyusun sitoplasma sel tersebut. Pemisahan DNA dari materi
selular lainnya merupakan hal yang signifikan dan mengharuskan penyalinan DNA
menjadi RNA dan translasi DNA menjadi protein berlangsung dalam kompartemen –
kompartemen yang berbeda, yakni secara berturut – turut dalam nucleus dan
sitoplasma. Terdapat organel organel bermembran ganda lainnya dalam sitoplasma,
termasuk mitokondria baik pada umbuhan maupun hewan dan kloroplas pada tumbuhan.
Bakteri (prokariota) tidak memiliki organel – organel bermembran ganda, tapi
sebagian diantaranya mungkin mengandung struktur – struktur terspesialisasi bermembran ganda yang terbuat
dari invaginasi membrane sitoplasma atau membrane – membrane non-unit, misalnya
klorosom yang terlibat dalam
fotosintesis. Organism eukariota bisa ber sel tunggal (yakni khamir) ataupun
multiselular (yakni tumbuhan dan hewan). Sel – sel eukariota membelah secara
aseksual melalui mitosis. Kebanyakan organisme eukariota mengalami reproduksi
seksual tertentu melalui pembentukan gamet menggunakan meiosis yang didikuti
oleh pembentukan zigot yang berkembang menjadi organisme dewasa. Satu perbedaan
penting lain anatara organism prokariotik dan eukariotik adalah bahwa gen - gen
eukariotik sering kali di interupsi oleh sekuens – sekuens intron yang bukan pengkode. Intron – intron itu disingkirkan agar ekson – ekson pengkode yang tersisa
bisa dihubung – hubungkan menjadi satu mRNA dewasa (dalam sebuah proses yang
disebut splicing/penjalinan) yang kemudian ditraslasikan menjadi
protein.
Karena mudah ditumbuhkan, dijaga dan
dimanipulasi, banyak prokariota bersel tunggal, misalnya E. coli, dan eukariota bersel tunggal, misalnya khamir, telah
digunakan untuk penelitian – penelitian genetic mengenai fungsi selular. System
– system tersebut telah menyediakan data – data berguna mengenai informasi yang
diperlukan untuk melangsungkan kehidupan. Akan tetapi terdapat perbedaan –
perbedaan besar antara sel – sel prokariotik dan sel eukariotik. Bab ini akan
memfokuskan pada aspek – aspek unik struktur dan fungsi selular molecular
eukariotik.
Ukuran Dan Kompleksitas Genom
Seiring
bergerak majunya zaman baru genetika
molecular yang menghasilkan lebih banyak sekuens nukletida genom, bidang
genomika komparatif akan menyediakan
informasi baru dan mendalam mengenai fungsi serta evolusi genom. Saat ini lebih
dai 73 genom mikroba telah di-sequencing,
bersama genom sejumlah serangga (Drosophila
melanogaster, nyamuk), parasit (plasmodium),
cacing (Caenorhabditis elegans),
tumbuhan (Arabidopsis, jagung, padi,
kentang) dan mamalia (manusia, mencit) baik sudah selesai maupun masih terus
dikerjakan. Informasi dari sejumlah genom yang sudah selesai dikerjakan
disajikan dalam table 13-1.
Genom organism – organism eukariota
secara khas berukuran jauh lebih besar dan kompleks daripada genom prokariota.
Genom manusia diperkirakan mengandung antara 25.000 hingga 45.000 gen pengkode
protein dan berukuran kira – kira 3 milyar pasang basa (3000 Mb), sementara banyak
genom bakteri yang khas misalanya E.coli,
hanya mengkodekan 4.000 gen dalam 4 juta pasang basa (megabasa, Mb). Sejumlah
tumbuhan dan reptile memiliki genom yang bahkan lebih besar lagi ukurannya;
jagung memiliki genom sebesar 15.000 Mb. Kompleksitas genom tidak berarti
mencerminkan kompleksitas yang tampak pada organismenya. Sebagai contoh, jumlah
gen pengkode protein dalam genom E. coli adalah
sekitar 4.000, sedangkan genom lalat bersel banyak mengandung hanya sedikit
lebih dari tiga kali jumlah tersebut (13.600). akan tetapi dari luar lalat
tampak melebihi tiga kali kompleksitas bakteri bersel tunggal. Dengan demikian
kompleksitas organism bukan sekedar fungsi jumlah gen. seiring meningkatnya
kompleksitas organism, begitu pula halnya dengan ukuran dan kompleksitas
struktur gen. Ukuran rata – rata gen bakteri sekitar 1.000 bp, sedangkan sebuah
gen mamalia panjangnya bisa mencapai 600.000 bp (mencakup ekson dan intronnya).
Tabel 13-1. Informasi Genomic
Berbagai Organisme
Organism
|
Klasifikasi
|
Tahun
Diselesaikannya Sequencing Genom
|
Mb
Dalam Genom
|
Perkiraan
Jumlah Gen – Gen Pengkode Protein
|
H.
influenzae
|
Bacteria
|
1995
|
1,8
|
1.700
|
E.
coli
|
Bacteria
|
1997
|
4,6
|
4.300
|
S.
cerevisiae
|
Eukarya – khamir
|
1996
|
12,1
|
5.900
|
C.
elegans
|
Eukarya-nematoda
|
1998
|
97
|
19.000
|
D.
melanogaster
|
Eukarya-lalat
|
2000
|
180
|
13.600
|
A.
thaliana
|
Eukarya- tumbuhan
|
2000
|
100
|
25.000
|
H.
sapiens
|
Eukarya-mamalia
|
2001
|
3000
|
25.000-45.000
|
Organism
– organism yang lebih kompleks mungkin memiliki mekanisme – mekanisme yang
memungkinkan pembuatan lebih dari satu protein dari satu gen tunggal. Contoh
dari mekanisme tipe itu adalah alternative splicing. Alternative
splicing menghasilkan protein – protein yang berbeda berdasarkan cara splicing, atau penyingkiran intron dari
yang ditranskipsikan untuk menghasilkan mRNA dewasa. Intron mungkin tidak di splicing ataupun di splicing secara berbeda untuk menghasilkan mRNA dewasa unik yang
akan menyebabkan translasi protein – protein unik yang bersesuaian dengannya.
Diestimasi kalau kira – kira 30.000 gen manusia bertanggung jawab atas
pembuatan protein sampai sejumlah 100.000 lebih.
Sebagai
tambahan semakin jelas kalau seiring makin kompleksnya organism, makin tinggi
derajat duplikat gen dalam gen – gen dan genomnya. Sebagai contoh E.coli diestimasi mengandung 1.345 gen
terduplikasi, sedangkan Drosophila mengandung
5.536. kompleksitas dalam struktur gen meningkat seiring dengan peningkatan
jumlah domain. Domain adalah unsure sekuens protein tertentu yang umumnya
diasosiasikan dengan suatu fungsi (misalnya, domain pengikatan DNA). Jumlah
protein dalam Drosophila yang
mengandung lebih dari lima domain (sama atau berbeda) adalah sekitar 100,
sedangkan hanya 20 protein khamir yang mengandung domain sebanyak itu. Jumlah
intron juga meningkat seiring meningkatnya kompleksitas organism; khamir S. cerevisiae memiliki total 220 intron,
sedangkan Drosophila memiliki 41.000.
Gen
– gen bisa diorganisir kedalam keluarga – keluarga berdasarkan kemiripan
sekuens yang secara umum berarti konservasi (pengawetan) fungsinya. Beberapa
ratus keluarga gen telah dikarakterisasi, bergantung pada kriterianya. Keluarga
– keluarga gen yang didasarkan atas fungsi, misalnya factor –faktor transkipsi,
perbaikan DNA, protein kinase, reseptor – reseptor transmembran, metabolism
protein, dan lain sebagainya, telah dikarakterisasi pada lalat dan organism
lain. Masing – masing keluarga gen bisa berisi ratusan atau ribuan gen. sebagai
contoh pada lalat, nyaris 4.000 protein telah dikategorisasikan sebagai gen –
gen pertumbuhan dan penjagaan sel, sedangkan hanya 57 yang terlibat dalam
replikasi replikasi DNA. Dari jumlah total gen yang dari sequencing genom, sebanyak 30% sampai 50% genom tidak memiliki
fungsi yang dihipotesiskan untuknya. Fungsi biasanya didasarkan pada kemiripan
sekuens asam amino dengan protein dari organism lain yang fungsinya diketahui
melalui analisis genetic sebelumnya (yaitu isolasi mutasi dan mutan).
Banyak
bagian genom eukariotik mengandung unsure – unsure DNA repetitive. Contoh unsure DNA
repetitive adalah sekuens telomere (diujung – ujung kromosom), sekuens
sentromerik, transposon, DNA satelit, gen – gen rRNA dan tRNA, serta intron.
Sebagai contoh gen – gen bagi rRNA dan tRNA, dan histon terdapat puluhan,
ratusan, atau ribuan salinan; dan sejumlah kecil segmen DNA pendek mungkin
diulang lebih dari 105 kali per genom (table 13-2). Sejumlah gen
bahkan mengandung sekuens – sekuens DNA yang amat repetitive. Sebuah gen sutra
laba – laba yang baru – baru ini dikarakterisasi (FLAG) tersusun atas 11 ekson berulang yang diselang selingi oleh
intron – intron berulang yang nyaris identik. Masing – masing ekson ~ 1.320 bp
panjangnya dan tersusun dari sekuens – sekuens yang tampaknya sama. Kebalikan
dengan itu, prokariota memiliki sekuens DNA terulang yang lebih sedikit. DNA
repetitive eukariota hanyalah bagian dari genom yang biasanya diketahui tidak
mengkodekan protein. Satu estimasi menyatakan bahwa sebanyak 95% genom manusia
tidak mengkodekan protein. DNA itu disebut “DNA
sampah” (“junk DNA”) atau “DNA
egois” (“selfish DNA”).
Tujuan dari semua DNA yang bukan pengkode itu belum berhasil dijelaskan secara
memuaskan; akan tetapi DNA itu mengandung sekuens –sekuens legulatoris, gen –
gen rRNA dan tRNA, juga sekuens- sekuens repetitive. Sebagai tambahan DNA bukan
pengkode mungkin berperan dalam menimbulkan keberagaman genomic yang diperlukan
sebagai bahan bakar evolusi genom
dan pemunculan keberagaman fenotipik individual.
Table 13-2. Kelas Frekuensi Sekuens
DNA Eukariotik
Kelas
frekuensi DNA
|
Jumlah
salinan per genom
|
Persentase
genom
|
contoh
|
Unik
|
1
|
10 – 80
|
Gen
– gen structural bagi ovalbumin, fibroin sutra, hemoglobin
|
Repetitive sedang
|
101 - 105
|
10 – 40
|
Gen
– gen bagi tRNA, rRNA, histon
|
Amat repetitive
|
>105
|
0 – 50
|
Sekuens
satelit (5 – 300 nukleotida)
|
Organisasi
Genom Nucleus
Gen
– gen bakteri yang berkerabat secara fungsional sering kali mengelompok dalam
operon yang menghasilkan mRNA
polisistronik. Eukariota hanya memiliki mRNA sitoplasmik monosistronik dan gen – gennya tidak terorganisasi
menjadi operon – operon. Banyak gen –
gen terulang pada eukariota yang terdapat dalam banyak sekali salinan
identik (misalnya gen – gen bagi rRNA dan tRNA) mengelompok pada kromosom –
kromosom spesifik, sebagai komponen keluarga – keluarga multi gen. keluarga –
keluarga multi gen lain mungkin terdiri atas satu set gen yang berasal dari
duplikasi dan mutasi dari satu gen nenek moyang; gen – gen itu mungkin
mengelompok dalam kromosom yang sama ataupun tersebar dalam kromosom yang
berbeda. Gen – gen semacam itu biasanya dikontrol secara terkoordinasi.
CONTOH 13.1
Pada
manusia, ada dua keluarga gen hemoglobin. Keluarga alfa (α) terdiri atas
sekelompok gen (termasuk zeta “ζ”, α2, dan α1 pada
kromosom 16). Kelompok keluarga beta (β) pada kromosom 11 mencakup epsilon (ε),
gamma (γG, γA),
delta (δ) dan β. Sebagai tambahan, masing – masing keluarga memiliki satu atau
lebih sekuens DNA nonfungsional, yang amat mirip dengan gen – gen globin
normal. Sekuen – sekuens DNA nonfungsional serupa gen tersebut dinamakan
sebagai pseudogen. Selama tahap
perkembangan embrionik (kurang dari 8
minggu) rantai –ζ dan rantai - ε disintesis. Selama periode janin (8 – 41
minggu), rantai γ dan rantai α menggantikan rantai embrionik tersebut. Dimulai
disekitar masa kehamilan dan diteruskan sepanjang hidup, rantai rantai –β
menggantikan rantai gamma. Sebagian kecil hemoglobin dewasa memiliki rantai –δ
sebagai ganti rantai –β. Sinyal – sinyal yang mengontrol diaktifkan atau
dimatikannya berbagai gen hemoglobin belum diketahui. Akan tetapi kemiripan
dalam hal struktur nukleotida semua gen itu tampaknya menunjukkan bahwa diawal
evolusi (mungkin 800 juta tahun silam), sebuah gen globin tunggal nenek moyang
memulai serangkaian duplikasi, diikuti oleh mutasi dan transposisi, untuk
menghasilkan kedua keluarga gen globin dan berbagai gen konstituennya serta
pseudogen – pseudogen yang ada saat ini.
1.
TRANSKIPSI
Berlawanan
dengan RNA polymerase tunggal pada prokariota, ada 3 jenis enzim semacam itu
pada pada eukariota, masing – masing satu bagi setiap kelas utama RNA. Enzim
yang mensintesis rRNA adalah RNA polymerase I (pol I). sintesis dan pemrosesan
RNA ribosomal (rRNA) terjadi dalam satu atau lebih daerah – daerah
terspesialisasi pada genom yang disebut nucleolus. Salinan gen rRNA dalam
jumlah banyank dan tersusun secara tandem ditemukan pada masing – masing nucleolus. Daerah – daerah promotor
bagi pol I terletak kearah hulu dari situs start
transkipsi. Sebuah kotak hogness (kotak
TATA) terletak dalam promotor sebagai analog eukariota dari kotak pribnow
prokariotik. Inisiasi sintesis RNA sangatlah spesifik – spesies; dalam suatu
spesies, satu atau lebih protein (esensial bagi proses transkipsi) mengenali
promotor – promotor hanya dalam rDNA spesies yang sama.
RNA
polymerase II (pol II) memiliki factor – factor inisiasi spesifiknya sendiri
bagi sintesis semua mRNA eukariotik. Promotor – promotornya terletak kearah
hulu dari situs start masing – masing
gen, tapi aktivitas promotor – promotor itu bisa ditingkatkan oleh sekuens –
sekuens DNA yang tertaut secara fisik (dalam posisi –cis), disebut enhancer. Enhancer bisa berfungsi dalam orientasi yang mana saja, dan mungkin
terletak didalam, menghulu atau menghilir dari gen – gen targetnya (terkadang
jaraknya jauh sekali). Efek peningkatannya diperantarai oleh protein – protein
pengikat DNA yang spesifik sekuens. Dihipotesiskan bahwa begitu protein
pengikat DNA melekat ke sekuens enhancer,
protein itu menyebabkan nukleotida – nukleotida yang menyela diantara enhancer dan promotor untuk terdorong
keluar membentuk loop. Akibatnya,
enhancer mengalami kontak fisik dengan promotor gen yang ditingkatkan
aktivitasnya olehnya. Struktur loop
itu lalu memfasilitasi perlekatan molekul – molekul RNA polymerase II ke
promotor gen yang ditranskipsikan.
Tidak
diketahui adanya sinyal – sinyal terminasi transkipsi bagi molekul – molekul
mRNA eukariotik. RNA polymerase II terus memperpanjang rantai mRNA melebihi
sekuens – sekuens yang ditemukan dalam mRNA matang sebelum kemudian terjadi
terminasi oleh suatu mekanisme yang belum diketahui. Transkip lalu entah
bagaimana dipotong secara spesifik untuk membentuk ujung 3’ yang
benar.
Mekanisme
– mekanisme kompleks (terlalu kompleks untuk dijabarkan disini) memastikan disingkirkannya
intron – intro dari pra mRNA (transkip primer) dan disambung – sambungkannya
ekson dalam urutan yang benar. Setelahnya pra mRNA eukariota mengalami sejumlah
modifikasi kovalen sebelum dilepaskan dari nucleus sebagai molekul – molekul
pembawa pesan (messenger) dewasa.
Enzim poli A polymerase menambahkan
(cetakan) rentangan panjang nukleotida adenine ke ujung 3’ masing –
masing pra mRNA sehingga terbentuklah
ekor poli –A. Karena hanya molekul – molekul mRNA (bukan rRNA ataupun tRNA) yang
memiliki ekor semacam itu, maka diduga bahwa ekor poli –A ada kaitannya dengan
translasi. Akan tetapi berlawanan dengan kebanyakan mRNA, mRNA bagi protein –
protein histon pada sebagian besar spesies tidak memperoleh ekor poli –A.
dengan demikian, fungsi ekor tersebut sampai saat ini masih perupakan misteri.
Ujung – ujung 5’ memperoleh “tudung” (cap)
dari nukleotida guanine yang tidak biasa (3’-G-5’ ppp5’-N-3’p). sebuah gugus
metal ditambahkan sesudahnya ke tudung guanin yang terbalik itu. Dengan
demikian, baik ujung 5’ maupun ujung 3’ kebanyakan mRNA eukariotik memiliki
gugus – gugus 2’ –OH dan 3’ –OH bebas pada gula – gula ribose terminalnya. mRNA
bakteri mengandung situs – situs pengikatan ribosom spesifik pada sekuens –
sekuens pemimpinnya; mRNA eukariotik tidak memikiki situs – situs tersebut.
Alih alih, ribosom eukariotik biasanya berikatan ke tudung dan kemudian
bergerak menghilir sepanjang mRNA hingga menemukan kodon inisiasi AUG pertama,
dan memulai translasi disana.
Ribosom
– ribosom eukariotik, seperti ribosom prokariotik, terdiri atas dua subunit
utama, tapi subunit – subunit eukariotik lebih kompleks. Kedua subunit
eukariotik itu adalah 40S dan 60S yang bergabung membentuk kompleks 80S.
komponen – komponen rRNA dalam eukariota – eukariota yang lebih kompleks
(misalnya angiospermae, vertebrata) memiliki koefisien sedimentasi 18S, 5,8S
dan 28S. komponen – komponen itu ditranskripsi dari 50 sampai 5.000 gen identik
yang disusun secara tandem dalam urutan itu, menjadi kumpulan – kumpulan masif
yang terletak pada satu atau lebih kromosom sebagai daerah pengorganisir nukleolar
(nucleolar organizing region, NOR). Ketika aktif, unit – unit
ulangan rRNA tersebut menjulur dari serabut kromosom utama sebagai benang –
benang memanjang. Ketika membentuk kompleks dengan protein – protein spesifik
yang terlibat dalam sintesis dan pemrosesan rRNA, kumpulan – kumpulan itu
menjadi tampak dibawah mikroskop cahaya sebagai nucleus. Di nucleolus lah
perakitan ribosom dimulai. Jumlah NOR per genom haploid bervariasi sesuai
spesiesnya, mulai dari satu sampai beberapa buah. Pada E. coli, hanya ada 7 salinan gen rRNA. Sangat sedikit gen bakteri
yang terdapat dalam salinan berjumlah banyak, dan bahkan jika terdapat dalam
salinan, jumlahnya amat kecil. Sampai separuh dari transkrip rRNA primer
eukariotik mungkin hilang kala pemrosesan molekul rRNA dewasa. Sebagian
kehilangan itu disebabkan oleh disingkirkannya intron – intron. Dalam protozoa
bersilia, tetrahymena thermophilia,
transkrip rRNA in vitro tampaknya melakukan splicing
sendiri.
Gen
– gen eukariotik yang mengkodekan tRNA umumnya juga terdapat dalam salinan berjumlah
banyak, dari 10 sampai beberapa ratus bagi masing – masing spesies tRNA per
genom haploid. Gen – gen yang identik dalam masing – masing keluarga tRNA cenderung
tersebar luas dalam spesies dengan jumlah salinan gen tRNA yang lebih sedikit.
Pada organism – organism dengan gen – gen tRNA yang jauh lebih banyak terulang,
gen – gen itu bisa membentuk heterocluster
yang mengandung beberapa macam gen tRNA. RNA polymerase III (pol III)
bertanggung jawab tidak hanya atas sintesis semua tRNA, melainkan juga atas RNA
ribosomal 5S, dan RNA kecil lainnya. Transkrip – transkrip itu biasanya pendek
(kurang dari 300 nukleotida), dengan sekuens – sekuens ujung komplementer yang
memungkinkan pembentukan batang (stem,
dari struktur stem dan loop)
perpasangan basa yang stabil. Sekuens – sekuens dalam gen – gen tRNA diperlukan
bagi transkripsi oleh pol III. Daerah – daerah control internal (terletak
didalam gen – gen itu sendiri) juga mengarahkan terminasi transkripsi oleh pol
III. Dengan demikian, daerah yang sama bisa berfungsi secara biosintesis (dalam
gen) maupun structural (dalam produk RNA).
2.
TRANSLASI
Proses
translasi mRNA menjadi rantai polipeptida dalam eukariota pada dasarnya sama
dengan yang berlangsung berlangsung dalam bakteri, akan tetapi berbeda dalam
sejumlah hal penting. Sementara hanya diperlukan tiga factor inisiasi terpisah
bagi translasi mRNA E.coli,
diperlukan lebih banyak lagi factor tersebut dalam eukariota. Factor – factor
inisiasi eukariotik disebut elF untuk membedakannya dari factor – factor
inisiasi Contoh – contoh lainnya adalah sebagai berikut.
CONTOH 13.2
Suatu
tRNAmet (disimbolkan sebagai Met-tRNAmet jika
teraktivasi) membawa sebuah metionin tak terformilasi ke posisi pertama
ribosom. Hidrolisis ATP menjadi ADP diperlukan bagi pengikatan mRNA. Subunit
ribosomal 40S karenenya diduga melekat ke mRNA pada ujung 5’-nya yang
bertudung, dan kemudian meluncur sepanjang mRNA (seraya mengguanakan ATP)
hingga mencapai kodon AUG pertama. Normalnya hanya AUG lah yang merupakan kodon
inisiator efisien pada eukariota, sedang UUG, GUG dan AUU juga bisa digunakan
pada E. coli.
CONTOH 13.3
Ada
tiga factor pemanjangan (elongation
factor, EF) berbeda pada eukariota sebagai ganti factor – factor serupa
pada bakteri. Akan tetapi, sebuah factor terminasi (RF) tunggal menggantikan RF1
dan RF2 pada bakteri. RF mengenali ketiga kodon stop (UAC,
UAA, dan UGA).
3.
MODIFIKASI
PASCA TRANSLASI
Suatu
rantai polipeptida yang selesai terbentuk bisa saja baru aktif secara biologis
setalah dimodifikasi dalam satu atau beberapa cara spesifik, misalnya secara
enzimatis mengalami fosforilasi,
glikosilasi, atau didigesti sebagian oleh enzim peptidase. Fosforilasi melibatkan penambahan satu atau lebih gugus
fosfat dan glikosilasi melibatkan penambahan satu atau lebih gugus karbohidrat
ke sekuens protein. Enzim peptidase memotong – motong protein menjadi unit yang
lebih kecil.
CONTOH 13.4
Protein
kinase adalah enzim – enzim yang mentransfer gugus – gugus
fosfat terminal dari ATP ke asam – asam amino spesifik pada pada protein –
protein target. Fosforilasi protein
itu mungkin meningkatkan atau menurunkan aktivitas biologisnya. Sebagai contoh,
enzim otot rangka, glikogen sintetase, diinaktivasi sesudah fosforilasi,
sedangkan fosforilasi enzim glikogen fosforilase meningkatkan aktivitasnya.
CONTOH 13.5
Hormone
insulin disintesis sebagai sebuah precursor berantai tunggal (proinsulin)
dengan sedikit atau tanpa aktivitas hormonal. Dua potongan internal
menyingkirkan 31 asam amino dari proinsulin, menghasilkan dua rantai
polipeptida dimer fungsional yang digabungkan oleh ikatan – ikatan disulfide.
Mirip dengan itu, hormone pertumbuhan manusia yang bersirkulasi dalam darah
merupakan versi “terpotong” dari bentuk hormone dalam kelenjar pituitary.
REGULASI EKSPRESI GEN
Jauh
lebih sedikit yang sudah diketahui mengenai regulasi gen pada eukariota
daripada prokariota. Berlawanan dengan bakteri, kebanyakan sel eukariotik
(sejumlah jenos algae, khamir, dan protozoa merupakan sedikit kekecualian yang
penting), bukanlah sel tunggal yang hidup bebas. Eukariota multiselular biasanya
menunjukka diferensiasi selular.
Diferensiasi memungkinkan sel menjadi terspesialisasi bagi tugas – tugas
tertentu; misalnya, sel hati sangatlah metabolic, sel otot berkontraksi, sel
saraf menghantarkan impuls, sel darah merah mengangkut oksigen. Sinyal – sinyal
yang menyebabkan sel – sel eukariotik berdiferensiasi sebagian besar bersifat
endogenus (di dalam tubuh multiselular). Sel – sel eukaritik saling bekerja
sama untuk menjaga lingkungan internal yang relative seragam tanpa menghiraukan
variasi kondisi lingkungan eksterior organism; fenomena regulatoris itu dikenal
sebagai homeostasis. Bakteri bisa
mengaktifkan ataupun mematikan gen – gennya berulang – ulang sebagai respon
terhadap nutrient, misalnya glukosa atau laktosa dalam lingkungannya. Akan
tetapi memati – hidupkan gen – gen saat perkembangan sel eukariotik biasanya
merupakan perubahan yang permanen. Begitu sebuah sel berdiferensiasi, sel itu
jarang bisa dialihkan ke jalur perkembangan lainnya.
Ekspresi gen dalam eukariota
melibatkan enam langkah utama yang masing – masing bisa berperan sebagai titik
potensial bagi produksi protein peregulasi:
1. Terbukanya
kumparan nukleosom,
2. Transkripsi
DNA menjadi RNA,
3. Pemrosesan
RNA nucleus nRNA ataupun pra mRNA,
4. Transport
mRNA dari nucleus ke sitoplasma,
5. Translasi
mRNA menjadi rantai polipeptida,
6. Pemrosesan
rantai polipeptida menjadi protein – protein fungsional.
Ke
enam langkah tersebut secara umum bisa dibagi menjadi tiga titik control utama:
regulasi transkripsi (1, 2), regulasi pemrosesan RNA (3, 4), dan control
translasi (5, 6), strategi – strategi control tambahan misalnya gen
multisalinan, juga akan dibahas.
1.
REGULASI
TRANSKRIPSI
Promotor
dan gen yang dikontrolnya umumnya bersebelahan; promotor adalah sekuens DNA
tempat RNA polymerase berikatan untuk memulai transkripsi.
Situs
– situs tambahan, disebut enhancer, mungkin terletak beberapa ratus atau ribu pasangan basa dari
promotor yang distimulasinya, baik kearah hulu ataupun kearah hilir. Protein –
protein pengikatan DNA yang mengikat ke sekuens – sekuens enhancer disebut activator atau repressor. Protein –
protein itu berinteraksi dengan serangkaian protein lain yang pada dasarnya
berhubungan ke perancah (scaffold) protein yang berinteraksi
pada promotor. Promotor dan enhancer disebut
juga sebagai unsure – unsure cis acting sebab berlokasi pada untai DNA yang
sama dengan gen yang dikontrolnya. Enhancer
bisa mengaktivasi ataupun merepresi transkripsi sebuah gen. pada khamir
enhancer sering kali disebut sebagai unsure
– unsure pengaktivasi menghulu atau upstream activating elements (UAS)
sebab biasanya ditemukan kearah hulu dari gen yang dipengaruhinya.
Tidak seperti gen – gen bakteri
dengan fungsi – fungsi yang serupa, gen – gen eukariotik tidak tersusun dibawah
control satu promotor. Akan tetapi sejumlah gen teregulasi secara terkoordinasi
walaupun terletak pada kromosom – kromosom yang amat berbeda. Regulasi
koordinat itu paling mungkin terjadi melalui set protein yang disebut factor transkripsi. Protein – protein
tersebut yang dikodekan oleh gen – gen yang terpisah dan berbeda, berikatan ke
sekuen – sekuens DNA spesifik dalam promotor untuk mendorong ataupun merepresi
inisiasi transkripsi. Dengan demikian factor – factor transkripsi tergolong
kedalam kelas protein yang disebut protein
pengikat DNA. Dengan cara itu, gen – gen pada bagian – bagian genom yang
berbeda tetap bisa terkontrol secara terkoordinasi. Protein – protein itu
sering kali disebut factor transacting sebab dikodekan oleh gen – gen pada lokasi –
lokasi berbeda dalam genom (bahkan pada molekul – molekul DNA yang berbeda).
Sebagian besar gen memberikan respon terhadap lebih dari satu sinyal atau
kombinasi sinyal, disebut sebagai regulasi gen kombinatoris. Regulasi
gen bisa terjadi sebagai respons terhadap sinyal – sinyal endogenus maupun
eksogenus.
a).
sinyal sinyal eksogenus. Regulasi
gen pada prokariota terutama terjadi sebagai respons terhadap sinyal – sinyal
eksogenus, misalnya keberadaan maupun ketiadaan nutrient (misalnya glukosa atau
laktosa). Sebagian besar regulasi gen pada eukariota terjadi sebagai respons
terhadap sinyal – sinyal endogenus yang dihasilkan oleh tipe – tipe sel lain,
tapi hal itu tak selalu demikian.
CONTOH 13.6
Jika tumbuhan ditumbuhkan dalam
kegelapan selama beberapa hari, tumbuhan mulai kehilangan warna hijaunya
(etiolasi) akibat hilangnya enzim – enzim yang mengkatalis sintesis klorofil.
Dalam beberapa jam setelah pemanjangan tumbuhan yang teretiolasi ke sinar
matahari, muncul lebih dari 60 enzim fotosintetik, rRNA kloroplast, dan
sintesis klorofil. Sebuah protein yang disebut fitokrom terikat secar kovalaen ke sebuah pigmen penyerap sinar.
Dalam gelap fitokrom tidak aktif; dalam sinar matahari, fitokrom menjadi
teraktivasi dan diduga menjadi salah satu factor transkripsi bagi pembuatan
enzim – enzim fotosintetik yang jumlahnya tak diketahui.
b).
Sinyal –sinyal endogenus. Regulator
endogenus aktivitas gen yang paling dikenal pada eukariota adalah hormone. Hormone adalah zat –zat yang
dihasilkan oleh satu tipe sel dan memiliki efek pada tipe sel lainnya. Hormone
biasanya ditranspor keseluruh organism (misalnya melalui aliran darah pada hewan) tetapi hanya berinteraksi
dengan sel yang memiliki reseptor –
reseptor yang sesuai dengan hormone tersebut pada permukaan selnya.
Sejumlah molekul hidrofobik kecil, misalnya steroid, bisa lewat dengan bebas
menembus membrane sel; reseptor hormonnya mungkin terletak di sitoplasma
ataupun didalam nucleus. Interaksi antara hormone dan reseptor pada akhirnya
akan menyebabkan sinyal ditransmisi ke DNA pada satu atau lebih situs spesifik
untuk mengaktivasi ataupun merepresi gen atau set gen yang sesuai.
CONTOH 13.7
Hanya sel – sel oviduk ayam yang
merespon terhadap injeksi hormone steroid estrogen. Hormonnya berupa sintesis
mRNA ovalbumin. Tipe – tipe sel lain tidak memberikan respons terhadap estrogen
sebab tidak memiliki reseptor – reseptor yang sesuai. Diduga kalau estrogen
memasiki sel melalui difusi dan berikatan kesebuah reseptor protein
sitoplasmik. Kompleks hormone reseptor lalu bermigrasi kedalam nucleus dan
menginisiasi transkripsi gen ovalbumin.
Sebuah keluarga protein membrane
yang disebut protein G terletak
diantara suatu molekul sinyal (misanya hormone atau neurotransmiter) dan suatu
‘enzim amplifier’. Jika hormone tersebut berikatan ke reseptor permukaan sel,
hormone menginduksi perubahan konformasional dalam reseptor. Perubahan itu
ditransmisikan melalui membrane sel ke protein G dan membuatnya mampu mengikat guanosin
trifosfat (GTP); itulah asal – usul huruf G pada nama protein tersebut.
Pengikatan GTP menyebabkan perubahan konformasional dalam protein G yang
memungkinkannya mengaktivasi suatu enzim amplifier.
Jika enzim amplifier itu adalah
adenil siklase, aktivasinya mengakibatkan pembuatan AMP siklik (pembawa pesan
kedua). Kemudian cAMP bisa
meregulasi aktivitas satu atau lebih gen secara terkoordinasi.
Hormone mungkin mendorong
transkripsi melalui mekanisme – mekanisme yang tersebut dibawah ini:
1. Hormone
dapat menyebabkan DNA terlepas dari histon (disolusi dari nukleosom) dan
karenanya memungkinkan RNA polymerase memulai transkripsi.
2. Hormone
mungkin bekerja sebagai inducer dengan cara menginaktivasimolekul repressor.
3. Hormone
mungkin berikatan langsung dengan sekuens DNA spesifik untuk memfasilitasi pengikatan
RNA polymerase ataupun factor transkripsi protein.
4. Hormone
mungkin mengaktivasi suatu protein efektor (sebanding dengan protein CRP dari
operon lac bakteri) sehingga kompleks tersebut bisa berikatan ke suatu situs
pada DNA dan karenanya menstimulasi pengikatan RNA polymerase.
5. Hormone
bisa melekat kesuatu protein yang sudak terikat ke DNA dan karenanya membentuk
suatu kompleks aktif yang menstimulasi pengikatan RNA polymerase.
Modifikasi
nukleotida DNA mungkin berperan dalam regulasi transkripsi gen. sejumlah gen
yang produknya biasanya disintesis hanya dalam tipe – tipe sel tertentu
(misalnya, hemoglobin dalam eritrosit; immunoglobulin dalam sel plasma) tampak
sangat termetilasi dalam sel – sel yang tidal mengekspresikan produk gen
tersebut dan tidak termetilasi dalam
sel – sel yang mengekspresikan gen – gen itu. Gen yang terlibat dalam
metabolism yang umum bagi semua sel (disebut gen housekeeping) jarang termetilasi dalam atau didekat daerah –
daerah inisiasinya. Mekanisme regulasi transkripsi itu dilangsungkan oleh
protein, misalnya protein MBD 1 mamalia, yang berikatan secara preferensial ke
residu sitosin termetilasi pada pulau – pulau sekuens DNA CpG. Terikatnya atau
tidak terikatnya protein –protein itu mempengaruhi transkripsi dalam cara yang serupa
dengan factor – factor transkripsi lainnya.
2.
REGULASI
PEMPROSESAN mRNA
Gen
eukariotik mengandung intron (daerah bukan pengkode) yang berselang
seling dengan daerah pengkode (ekson). Bagian dari proses yang mengkonversi transkrip
primer menjadi molekul mRNA dewasa melibatkan penyingkaran (eksisi) intron dan penjalinan (splicing) ekson - ekson. Variasi variasi
dalam hal eksisi dan splicing bisa
mengarahkan pada terbentuknya mRNA yang berbeda beda dan setelah translasi,
produk produk protein yang juga berbeda beda. Tipe regulasi gen tersebut
dinamakan alternative splicing. Alternative
splicing bisa memainkan peran signifikan dalam proses proses
perkembangan, misalnya penentuan jenis kelamin pada lalat buah dab produksi gen
gen imunoglobulin pada mamalia.
CONTOH
13.8
Imunoglobulin kelas lgM memiliki
rantai berat tipe -µ menjadi lebih panjang, diakhiri dengan sebuah gugus asam
amino hidrofobik pada ujung ujung karboksilnya. Ekor “takut air” itu cenderung
tertanam dalam membrane lipid dan membentang kedalam sitoplasma. Ujung ujung
amino memanjang keluar sel ; disana, sel berpartisifasi dengan sebuah rantai L
untuk membentuk sebuah situs yang berkombinasi dengan antigen. Dengan demikian,
terbentuklah reseptor sel bagi antigen spesifik tersebut. Langkah alternative splicing emnyingkirkan
sekuens yang bertanggung jawab atas ekor hidrofobig itu dari transkrip primer.
Versi rantai -µ yang lebih pendek itu dengan mudah keluar dari sel dan menjadi
bagian dari populasi antibody sekretoris yang ditemukan dalam darah dan cairan
cairan tubuh lainya.
3.
REGULASI
TRANSLASI, STABILITAS PROTEIN, DAN AKTIVITAS
Ada tiga metode utama
yang sudah diketahui dari sel sel uekariotik untuk meregulasi pembuatan
proteinya pada tahap translasi : (1) dengan cara mengubah waktu paruh atau
stabilitas mRNA, (2) dengan mengontrol inisiasi dan laju translasi, dan (3)
modifikasi protein setelah translasi.
Sebuah
mRNA eukariotik dewasa umumnya terdiri atas empat daerah utama : (1) daerah
bukan pengkode 5’ (kepala atau leader),
(2) daerah pengkode, (3) daerah bukan pengkode 3’ (trailer), (4) ekor poli-A. Masing masing dari keempat segmen itu
mungkin akan mempengaruhi waktu paruh molekul molekul mRNA.
CONTOH
13.9
mRNA
yang ditranskripsikan dari sebuah gen normal c-myc pada manusia, relative tidak
stabil, dengan waktu paruh sekitar sepulu menit. Sebuah bentuk mutan c-myc yang
kehilangan sebahagian daerah bukan pengkode 5’ menghasilkan mRNA 3-5 kali lebih
stabil dari pada mRNA yang utuh panjangya.
CONTOH
13.10
Dalam
daerah pengkode sebuah gen iston, reposisi kodon stop hingga menjadi lebih
dekat keujung 5’ transkripnya tidak hanya menghasilkan protein histoing yang
secara abnormal pendek, namun juga melipatduakan waktu parauh mRNA mutan
tersebut.
CONTOH
13.11
mRNA
bagi β-globin dan δ-globin manusia berbeda terutama dalam hal segmen segmen
bukan pengkode 3’ nya, dan mRNA δ-globin didegradasi 4 kali lebih cepat dari
pada mRNA β-globin.
CONTOH
13.12
Molekul
molekul mRNA dewasa normalnya tidak terdapat sebagai mRNA telanjang, melainkan sebagai
ribonukleo protein. Salah satu protein yang normalnya berikatan ke mRNA adalah
protein pengikatan poli-A (poli-A binding protein atau PABP). Percobaan
menyingkirkan PABP dari mRNA normal menurunkan waktu paruhnya. Penyingkiran
ekor poli-A dari mRNA normal sangat mengurangi waktu parauhnya. Bagaimana
tepatnya perubahan perubahan itu mempengaruhi molekul mRNA dalam hal kerentanan
terhadap digesti terhadap enzim enzim ribonuklease saat ini belum diketahui.
CONTOH
13.13
Sel
telur bulu babi yang tidak tervertilisasi menyimpan mRNA dalam kuantitas besar
yang membentuk komplek dengan protein protein sebagai partikel partikel
ribonukleo protein. Bentuk tidak aktif itu disebut “mRNA terselubung” (masked mRNA). Dalam beberapa menit
setalah divertilisasai, mRNA entah bagaimana “terlepas selubungnya” dan
translasi pun dimulai.
Daerah
tak tertranslasi (antranslatet region, UTR) 5’ dari molekul mRNA (sekuens
kepala) bisa berperan sebagai regulator inisiasi translasi. Proses itu umumnya
diprantarai oleh ada atau tidaknya suatu nutrient atau metabolit tertentu.
Sebagai contoh, terdapat sebuah sekuens dalam UTR 5’ gen veritin manusia,
disebut unsure responsive terhadap besi (aeron responsife elemen IRE), yang
merespon terhadap ada dan tidaknya zat besi. Veritin adalah molekul yang
terlibat dalam penyimpanan zat besi. Jika tidak ada zat besi sebuah protein
yang disebut IRE-BP bisa berikatan ke sekuens IRE pada UTR 5’ veritin hal itu
mencegah translasi efisien mRNA veritin. Akan tetapi, jika ada zat besi IRE-BP
tk lagi bisa berikatan ke IRE dan translasipun berlangsung secara efisien.
Modifikasi
pasca translasi, misalnya ubikuitinasi,
dapat menyebabkan protein terproteolis. Ubikuitin
suatu protein kecil yang jika melekat secara kovalen keprotein target akan
memberikan sinyal penghancuran bagi protein target tersebut oleh sebuah
kompleks protein yang dikenal sebagai proteosom.
Banyak gen yang terlibat dalam regulasi siklus sel dihancurkan dengan cepat
oleh mekanisme tersebut. Hal itu memungkinkan protein – protein yang baru
dihasilkan untuk meneruskan langkah berikutnya. Modifikasi semisal fosforilasi
adalah mekanisme yang meregulasi aktivitas protein yang dapat mengarah pada
regulasi pembuatan protein. Sebagai contoh sejumlah protein hanya aktif (dengan
kata lain bisa melaksanakan kemampuan enzimatik ataupun pengikatan DNA nya)
jika terfosforilasi pada residu asam amino tertentu. Fosforilase dilaksanakan
oleh enzim yang disebut kinase.
Residu fosfat bisa disingkirkan oleh enzim yang disebut defosforilase. Dalam system kompleks, sering kali ada serangkaian
kinase dan defosforilase yang mengaktifkan serangkaian target protein, yang
pada akhirnya mengarah pada suatu factor transkripsi. Factor transkripsi lalu
menjadi teraktivasi (akibat fosforilasi atau defosforilasi) sehingga
mengakibatkan regulasi transkripsi suatu gen atau set gen tertentu.
Sebuah
mekanisme control pasca translasi lainnya melibatkan pemrosesan protein.
Eukariota mensintesis hanya mRNA monosistronik, tapi rantai – rantai
polipeptida yang dihasilkan bisa dipotong – potong menjadi dua atau lebih
komponen – komponen protein fungsional. Sebuah protein multikomponen semacam
itu diistilahkan poliprotein.
CONTOH
13.14
Suatu
poliprotein yang disebut pro-opiomelanokortin disintesis oleh lobus anterior
kelenjar pituitary. Sebuah potongan didekat ujung C (karboksil) pertama – tama
menghasilkan β-lipotropon. Kemudian sebuah potongan didekat ujung N (amino)
menghasilkan hormone adrenokortikotropik (ACTH). Dalam lobus intermediet
kelenjar pituitary. β-lipotropin didigesti lebih lanjut sehhingga melepaskan
β-endorfin peptide ujung –C; ACTH juga dipotong – potong untuk menghasilkan
α-melanotropin. Polipeptida yang dilepaskan dari sel setelah diproses dalam
apparatus golgi) memiliki suatu peptide sinyal.
Peptida sinyal itu biasanya terdiri atas sekitar 20 asam amino pada atau dekat
ujung N rantai poli peptida itu. Peptida sinyal tersebut berperan untuk
menambatkan poli peptide yang belum selesai disentisis dan ribosomnya ke
retikulum endoplasma.
4.
GEN
MULTI SALINAN
Kelimpahan suatu molekul RNA mungkin diregulasi pada
tingkat gen oleh
sejumlah mekanisme yang berperan untuk
mengamplifikasi jumlah salinan (copy
number) gen. guna memahami sejumlah proses amplifikasi gen selektif, harus
dibedakan antara gen gen lini nutfah (yang diwariskan keketurunan) dan gen gen
somatik (tidak diwariskan). Evolusi berlangsung melalui modifikasi berturut
turut atas pola pola perkembangan yang sudah ada sebelumnya. Mekanisme apapun
yang pada awalnya bekerja untuk memecahkan suatu masalah biologis, cenderung
menjadi begitu terintegrasi kedalam program perkembangan keseluruhan dengan
berlalunya banyak generasi sehingga tak lagi bisa diubah ubah nantinya. Dengan
demikian, tidaklah mengagetkan kalau organisme organisme yang berbeda dapat
menggunakan mekanisme yang cukup berbeda untuk memecahkan masalah biologis yang
sama.
CONTOH
13.15
Pada
protozoa siliata, ada dua jenis nukleus : sebuah makro nucleus somatic poliploid
(mengontrol semua transkripsi saat pertumbuhan vegetative dan reproduksi
aseksual) dan sebuah mikronukleus haploid yang mengandung lini nutfah. Fusi
nucleus haploid dan konjugasi tipe perjodohan yang berlawanan menghasilkan
sebuah nucleus zigotik diploid. Makronukleus yang lama lalu berdegenerasi dan
nucleus zigotik membelah untuk menghasilkan sebua mikronukleus haploid baru dan
sebuah makronukleus yang belum dewasa. Genom makro nucleus lalu menjadi poliploid
seperti kromosom politen pada Drosophila. Akan tetapi, kromosom
kromosom makro nucleus menjadi sangat terfragmentasi, dan sebahagian besar
fragmen itu (pada beberapa spesies sampai mencapai 95 %) didegradasi. Fragmen
yang selamat mengandung gen gen yang diperlukan bagi pertumbuhan vegetative dan
reproduksi aseksual. Mekanisme yang mengontrol degradasi selektif tersebut dan
distribusi fragmen yang selamat kedalam sel sel progeny saat pembelahan sel
pada dasarnya belum diketahui.
CONTOH
13.16
Oosit amfibi mengandung
ratusan sampai ribuan kali lebih banyak gen rRNA dari pada yang ditemukan dalam
sel sel somatiknya. Nyaris semua peningkatan itu disebabkan oleh sejumlah
nucleolus ekstra kromosomal yang banyak. Masing masing nucleolus mengandung
satu atau lebih molekul DNA sirkular. Yang memiliki 1-20 gen gen rRNA yang tersusun secara tandem. Gen gen itu
mengkodekan precursor rRNA 45S. kebanyakan cincin nucleolus itu dihasilkan oleh
mekanisme bergulir. Cincin itu mengandung gen gen somatic dan tidak bisa mereplikasi
dirinya sendiri. Gen gen rRNA ekstrakromosal harus berasal dari gen gen rRNA
lini nutfah yang berulang secara tandem.
Gambar 13.1. amplifikasi gen – gen korion (segmen – segmen gelap pada
Drosophila). Telah terjadi tiga kali replikasi dari satu origin
replikasi tunggal didekat gen – gen korion tersebut.
Tidak seperti gen gen
rRNA amfibi dalam contoh 13.16, gen gen korion (cangkang telur) Drosophila bisa diamplifikasikan tanpa
mereplikasi ekstra kromosomal. Sel sel folikel dalam jumlah banyak mengelilingi
sel telur dan menghasilkan korion. Gen yang mengkodekan protein korionik
terdapat dalam dua kumpulan (satu dikromosom X dan satu lagi pada sebuah
autosom). Hanya terdapat satu salinan gen somatic. Sebuah origin replikasi yang terkontrol melalui perkembangan, berlokasi
dalam masing masing kumpulan gen, deprogram untuk menyala 3-6 kali. Selama
interfase dalam koriogenesis yang berlangsung selama 5 jam. Proses yang
ditunjukan dalam gambar 13-1 biasanya menghasilkan 32-64 kali amplifikasi gen
gen korion.
PEKEMBANGAN
Istilah ontogeni merepresentasikan perkembangan
suatu individu dari zigot hingga dewasa; embriologi
adalah bidang yang mempelajari peristiwa peristiwa ontogenik awal. Epigenesis adalah konsep modern bahwa
perkembangan sel sel terdiferensiasi, jaringan, dan organ terjadi melalui
diprolehnya struktur struktur dan fungsi fungsi baru oleh sel sementara ukuran
dan kompleksitasnya meningkat. Konsep itu bertentangan dengan gagasan yang kini
tak lagi dianggap benar bahwa suatu organism berkembang secara sederhana
melalui pertumbuhan entitas entitas yang sangat kecil yang pada dasarnya telah
terbentuk utuh dalam sel telur yang terfertilisasi (teori praformasi).
1.
DETERMINASI
DAN DIFERENSIASI
Setelah difertilisasai,
nucleus diploid yang baru terbentuk berada dalam sitoplasma yang berasal dari
ibu (maternal) lingkungan tersebut amatlah penting artinya bagi perkembangan
ambrio secara benar. Terdapat mRNA dan protein yang disuplai oleh sitoplasma
maternal, membantu memandu zigot yang sedang berkembang. Protein dan mRNA itu
dikodekan oleh gen gen efek maternal sebab
mutasi gen gen tersebut hanya akan memberikan efek jika berasal dari sang ibu.
Nucleus mulai membelah dan gen gen
zigotik pun diekspresikan. Lebih lanjut, hal itu menciptakan lingkungan
local yang penting bagi perkembangan. Pada akhirnya, jumlah sel embrio mulai
meningkat dan kelompok kelompok sel ditentukan untuk menjadi bagian bagian atau
jaringan tertentu (misalnya sel otot yang berkontraksi, neuron yang mentransmisikan
impuls, sel fibroblas yang membuat serrabut serabut elastic atau kolagen ekstra
selular). Proses itu disebut determinasi
(penentuan) nasib sel. Seiring berlangsungnya program ekspresi gen selama
determinasi tersebut, sel yang telah ditentukan nasibnya terdeferensiasi
menjadi kondisi fungsional akhir. Dengan demikian perkembangan melibatkan deferensiasi sel menjadi tipe dan
jaringan spesifik.
Salah
satu mekanisme utama yang mengatur proses perkembangan adalah control
transkripsi. Diduga kalau terdapat relative sedikit saklar control utama (master), dan bahwa saklar – saklar itu
tersusun dalam suatu hierarki, dengan gen – gen yang bekerja terlebih dahulu
mengatur ekspresi gen – gen lain yang bekerja belakangan dalam perkembangan.
Produk – produk gen control utama yang menentukan jalur – jalur perkembangan
spesifik disebut morfogen. Morfogen
memberikan efek – efeknya melalui gradient konsentrasi. Induksi adalah penentuan nasib perkembangan satu massa sel oleh
massa sel lainnya. Efek morfogenetik tersebut (induksi) disebabkan oleh salah
satu bagian hidup embrio (disebut inducer atau organizer) yang bekerja
pada sebuah bagian lain (jaringan
kompeten) melalui salah satu atau lebih morfogen. Sebuah sel yang tidak
berdiferensiasi, dibawah pengaruh sebuah gen control utama mutan, bisa
mengikuti sebuah jalur perkembangan yang berbeda dari yang biasa diikutinya (transdeterminasi). Biasanya
transdeterminasi memberikan akibat – akibat yang janggal, bahkan mungkin
mematikan.
Sebagian
besar pemahaman kita mengenai perkembangan berasal dari penelitian atas lalat
buah Drosophila. Terdapat banyak
aspek – aspek perkembangan yang mirip bagi eukariota – eukariota secara umum
yaitu ( epigenesist, determinasi, dan diferensiasi); akan tetapi, sejumlah
aspek lainnya tidaklah sama. Sebagai contoh, mutasi – mutasi efek maternal
tidak ditemukan dalam beberapa system model genetic (misalnya Arabidopsis), dan perkembangan dalam
model genetic lain misalnya C. elegans
amat bergantung pada kontak dan komunikasi antar sel (sel ke sel), hal itu
berlawanan dengan gradient morfogen.
CONTOH
13.17
Dalam
lalat buah Drosophila, gen – gen yang
mengontrol perkembangan bangun tubuhnya bisa dikelompokkan ke dalam tiga kelas.
Gen – gen efek maternal adalah gen –
gen dari induk betina yang memantapkan organisasi sel telur melalui gradient
konsentrasinya. Embrio mengandung gen –
gen segmentasi yang memantapkan pola segmentasi pada lalat. Gen – gen homeotik yang dimiliki embrio
akan ‘menyala’ setelah gen – gen segmentasi dan memantapkan jenis struktur yang
akan berkembang dalam masing – masing segmen tubuh. Mutasi – mutasi dalam gen –
gen homeotik bisa menyebabkan tumbuhnya suatu bagian tubuh yang normal dilokasi
yang abnormal, misalnya antena serupa kaki pada Drosophila. Sebuah sekuens DNA terkonservasi sepanjang kira – kira
180 bp (disebut homeobox) dimiliki
bersama oleh sebagian besar gen homeotik yang sudah diketahui dan juga oleh
setidaknya beberapa gen segmentasi. Motif homeobox biasanya diulangi beberapa
kali dalam sebuah gen dan memunculkan sebuah domain 60 asam amino yang disebut homeodomain. Homeodomain sangatlah basa
dan memiliki motif ulir-puntir-ulir (helix-turn-helix)
yang mencirikan sejumlah protein – protein pengikat DNA yang sudah diketahui
dengan baik, (misalnya, CAP, dan represr fag lambda). Gen – gen homeotik
bekerja sebagai regulator transkripsionalyang diduga membentuk jaringan kerja
gen control utama. Jaringan tersebut menyalakan gen – gen – gen lain yang
aktivitasnya menspesifikasikan jenis struktur tubuh yang akan berkembang. Homeobox yang mirip dengan homeobox pada Drosophila telah ditemukan pada hewan – hewan avertebrata lain dan
juga sebagian vertebrata, termasuk mamalia. Pada vertebrata homeobox disebut sebagai gen Hox. Tapi saat ini belum diketahui
apakah fungsi Hok sama dengan fungsi Homeobox
pada Drosophila.
Gen
– gen efek maternal mungkin menyediakan zat – zat tertentu atau
mengorganisasikan sitoplasma sel telur dalam cara sedemikian rupa sehingga
perkembangan fenotipe progeny tertentu pada dasarnya dikontrol sepenuhnya oleh
genotype maternal dan bukannya oleh genotype embrio. Efek – efek tersebut
mungkin hanya bersifat sementara atau bisa berlangsung seumur hidup individu
itu. Zat- zat yang menghasilkan efek – efek maternal tidak memperbanyak diri
sendiri, dan yang baru karenanya harus disintesis bagi setiap generasi progeny
oleh genotype maternal yang sesuai.
CONTOH
13.18
Sebuah
gen dominan K pada ngengat meal (Ephestia)
menghasilkan suatu zat serupa hormone yang disebut kinurenin. Zat tersebut
terlibat dalam sintesis pigmen. Genotype resesif kk tidak memiliki kinurenin dan tidak bisa mensintesis pigmen.
Betina – betina bergenotipe Kk bisa
menghasilkan sel – sel telur yang mengandung k dan sekaligus mengandung sedikit kinurenin. Selama periode waktu
yang singkat saat awal perkembangan, seekor larva bisa menggunakan suplai
kinurenin tersebut untuk mengembangkan pigmennya walaupun genotipenya sendiri
mungkin kk. Warna larva tersebut
memudar seiring pertumbuhan karena kinurenin yang disuplai oleh induk betinanya
habis.
CONTOH
13.19
Arah
kumparan cangkang siput Limnaea bisa
dekstral seperti sekrup kanan atau sinistral seperti sekrup kidal. Genotipe
maternal mengorganisir sitoplasma sel telur dalam cara sedemikian rupa sehingga
sibakan (cleavage) zigot akan
mengikuti salah satu pola tersebut, tak perduli seperti apa genotype zigot.
Jika sang induk memiliki gen dominan s+, seluruh progeninya akan
membentuk kumparan dekstral; jika genotipenya adalah ss, semua progeninya akan
membentuk kumparan sinistral. Pola kumparan itu bertahan seumur hidup sang
individu.
CONTOH
13.20
Ada
tiga efek maternal penting pada lalat buah: bicoid,hunchback
, dan nanos. Protein – protein bicoid dan hunchback terlokalisir pada bagian anterior sel telur dan
memantapkan polaritas anterior pada sel telur. Bicoid adalah factor transkripsi yang mengaktivasi ekspresi hunchback. Hunchback sendiri merupakan factor transkripsi yang mengaktivasi
gen – gen lain yang terlibat dalam pembentukan struktur struktur kepala dan
toraks (dada). Hunchback juga
merepresi pembuatan gen yang terlibat dalam pembentukan struktur – struktur
posterior. Protein nanos terlokalisir di bagian posterior sel telur. Protein
tersebut bekerja sebagai repressor translasional mRNA hunchback. Hal itu menekan perkembangan ciri – ciri anterior
dibagian posterior sel telur dan memungkinkan ekspresi regulator – regulator
ciri – ciri posterior.
Bergantung
pada sinyal yang diterima, tipe sel, dan spesiesnya, sebuah sel terdiferensiasi
bisa mengalami dediferensiasi
(kembali ke kondisi tidak terspesialisasi) namun bisa juga tidak. Diferensiasi
biasanya dapat bersifat dapat-balik (reversible) pada level nucleus, seperti
yang terbukti dari percobaan – percobaan
transplantasi nucleus. Akan tetapi, sel – sel yang telah terdiferensiasi
sepenuhnya biasanya tidak mampu bereplikasi. Sebagai contoh, sel – sel saraf
tulang belakang, sel sel darah merah dewasa (eritrosit) yang mengangkut
oksigen, sel – sel plasma yang membuat antibody tidak lagi bisa membelah. Sel – sel induk (stem cells) yang belum
terdiferensiasi, yang merupakan asal dari sel – sel darah dewasa, tetap
memiliki kapasitas untuk bereplikasi dan berdiferensiasi menjadi berbagai tipe
sel darah. Diferensiasi jarang merupakan akibat dari diperolehnya atau
hilangnya kromosom – kromosom atau materi genetic (limfosit adalah pengecualian
penting).
CONTOH
13.21
Antibody
dibuat oleh sel – sel darah putih (limfosit) yang dikenal sebagai sel – sel
plasma. Sel – sel induk limfoid dalam sumsum tulang berdiferensiasi menjadi sel
– sel B yang bisa menyelesaikan pematangannya menjadi sel – sel plasma
pensekresi antibody setelah membuat kontak spesifik dengan suatu antigen melalui
reseptor membrannya (sebuah molekul antibody). Sebuah molekul immunoglobulin
(antibody) merupakan tetramer yang tersusun atas dua rantai polipeptida berat (heavy) yang identik dan dua rantai
polipeptida ringan (light, L) yang
identik. Ada lima kelas immunoglobulin (IgG, IgM, IgA, IgE, dan IgD)
berdasarkan struktur rantai – rantai beratnya (berturut – turut sesuai urutan
imunoglobulinnya: γ, µ, α, ε, dan δ), dan hanya ada dua ejnis rantai L (κ dan
λ). Ujung – ujung karboksil rantai – rantai berat dan ringan memiliki sekuens –
sekuens asam amino (disebut daerah konstan, dilambangkan dengan “C”) yang sama
dalam masing – masing kelas rantai tipe H dan L. Ujung – ujung amino bebas pada
masing – masing rantai berbeda dalam hal sekuens asam aminonya dan disebut
sebagai daerah – daerah variable (“V”). Daerah – daerah V sebuah rantai L dan
sebuah rantai H bersama – sama membentuk sebuah situs pengikatan antigen.
Daerah CH terdiri atas tiga atau empat segmen yang mirip. Segmen –
segmen tersebut barangkali hasil evolusi sebuah gen nenek moyang yang
terduplikasi, yang lalu diikuti oleh modifikasi – modifikasi mutasional
sesudahnya. Segmen – segmen yang mirip itu disebut “domain” dan dilabeli CH1,
CH2, dan CH3.
Sebuah
sel plasma dewasa menghasilkan antibody yang memiliki satu rantai H dari kelas
tertentu dan satu rantai L dari kelas tertentu. Karenanya, sel itu memiliki
satu spesifitas pengikatan antigen tunggal. Walaupun seseorang mungkin mewarisi
gen – gen bagi rantai H dan L yang berbeda – beda, suatu mekanisme yang belum
diketahui kemungkinan ekspresi bagi rantai – rantai tersebut hanya dari satu
gen. fenomena itu disebut eksklusi
alelik. Antibody pertama yang dihasilkan oleh sebuah sel plasma biasanya
dari kelas IgM. Belakangan dalam sel yang sama, spesifisitas pengikatan antigen
yang sama mungkin diasosiasikan dengan rantai – rantai H dari kelas yang
berbeda (misalnya IgG atau IgA). Akan tetapi, stiap waktu sel plasma diduga
mensintesis transkrip – transkrip primer mRNA rantai H dari satu jenis saja.
Ada
tiga keluarga immunoglobulin: dua bagi tipe rantai ringan (κ dan λ) dan satu
bagi rantai – rantai berat, masing – masing terletak di autosom manusia yang
berbeda – beda. Dalam masing – masing keluarga gen biasanya ada sekuens DNA
dalam jumlah banyak (terkadang ratusan) yang mengkodekan daerah V suatu rantai
immunoglobulin. Ada pula satu atau lebih sekuens pengkode daerah C pada rantai
yang masih sama. Dalam sel – sel limfoid embrionik, segmen – segmen V dan C
sebuah keluarga gen, yang pada dasarnya mengkodekan satu rantai immunoglobulin
tertentu tidaklah bersebelahan satu sama lain, melainkan hanya tertaut secara
longgar. Seiring mendewasanya sel menjadi plasma pensekresi antibody, sekuens –
sekuens V dan C menjadi tertaut semakin erat. Sekuens – sekuens V dan C adalah
“ekson – ekson” yang mengkodekan bagian – bagian rantai polipeptida
immunoglobulin. Sebuah pilihan yang tampaknya acak untuk menghubungkan satu
ekson V dengan satu ekson C, dan semua materi penyeling yang tak diperlukan
(ekson atau intro) didelesi (terkadang pada level DNA). Diantara daerah – daerah V dan C ada sedikit
ekson J (singkatan dari “joining” penggabung)
baik dalam keluarga rantai L maupun rantai H; keluarga rantai H juga mengandung
sedikit ekson D (singkatan dari “diversity”
keberagaman) tambahan. Segmen – segmen J dan D itu memberikan kontribusi pada
daerah – daerah yang amat bervariasi (hypervariable,
disebut juga daerah penentu komplementaritas atau complementarity-determining region, CDR) yang membentuk sebagian
ceruk pengikatan antigen pada molekul immunoglobulin. Sebuah ekson V rantai
ringan digabungkan dengan sebuah ekson J melalui satu peristiwa rekombinasi
tunggal. Kompleks V-J kemudian kesebuah ekson C pada level mRNA oleh mekanisme
splicing RNA standar. Diperlukan dua peristiwa rekombinasi untuk merakit sebuah
gen rantai berat. Peristiwa pertama menggabungkan ekson – ekson J dan D;
peristiwa kedua menggabungkan ekson V dengan kompleks D-J untuk membentuk
sebuah kompleks V-D-J. karena penggabungan V-J atau V-D-J tidak tepat, hal itumenghasilkan
fenomena yang diberi istilah keberagaman jungsional (junctional
diversity) jenis – jenis rantai immunoglobulin. Seiring dirakitnya sebuah
gen rantai berat nukleotida – nukleotida ekstra (disebut daerah – daerah N) bisa diinsersikan tanpa cetakan ke antara segmen
V-D atau D-J. penyatuan acak antara ekson V dengan J atau kompleks J-D disebut translokasi kombinatoris. Sebuah
kompleks V-D-J bisa dipasangkan dengan sebuah ekson C melalui satu diantara dua
mekanisme yang ada. Splicing RNA bisa
menghubungkan gugus V-D-J dengan salah satu ekson C terdekat (µ dan δ).
Alternatifnya, gugus V-D-J dihubungkan dengan ekson – ekson yang letaknya lebih
jauh (γ, α, atau ε) melalui rekombinasi DNA ketiga; mekanisme yang disebut
terakhir ini dikenal sebagai class
switching. Mutasi titik berjumlah banyak dalam gen antibody yang sudah
sepenuhnya dirakit adalah salah satu sumber lain keberagaman yang disebut hypermutasi somatic. Dalam pembentukan
molekul immunoglobulin tetramerik, dua rantai L yang identik bisa diasosiasikan
dengan dua rantai H identik yang mana saja. Pilihan itudikenal sebagai asosiasi kombinatoris.
Estimasi
jumlah komponen immunoglobulin dalam mencit adalah sebagai berikut. Rantai L (tipe
к saja) memiliki 250 daerah V dan 4 daerah J serta tiga situs keberagaman
jungsional; jumlah total rantai кL = 250 x 4 x 3 = 3000. Rantai – rantai H,
memiliki 250 daerah V, 10 daerah D, dan 4 daerah J, beserta 3 situs keberagaman
jungsional pada sambungan V-D maupun J-D; jumlah total rantai H = 250 x 10 x 4
x 3 x 3 = 90.000. Asosiasi kombinatoris 3.000 rantai L dengan 90.000 rantai H =
2,7 x 108 kemungkinan molekul antibody. Estimasi itu sebenarnya
terlalu rendah karena tidak mempertimbangkan rantai – rantai L lambda, daerah –
daerah N, hipermutasi somatic, atau kelima kelas (ekson C) rantai berat. Terlebih
lagi pada manusia ada empat ekson CH berbeda bagi keempat subkelas
IgG (tidak terkait dengan jumlah domain CH), dua ekson CH
bagi masing – masing IgM dan IgA, serta satu ekson CH, bagi masing –
masing IgD, dan IgE. Pada rantai – rantai L, ada 4 ekson CL bagi
keempat subtype keluarga lambda dan satu dalam keluarga kappa. Kelas – kelas CH
yang berbeda member molekul – molekul immunoglobulin fungsi – fungsi efektor
khusus semisal pengikatan komplemen (IgG dan IgM), kemampuan melewati planesia
(IgG) sekresi kedalam cairan tubuh (IgA), dan pengikatan ke sel – sel mast
(IgE). Dengan demikian penyatuan antara satu jenis daerah variable dengan satu
jenis daerah konstan pada rantai H berkontribusi pada sebuah situs
pengkombinasi antibody yang mengikat antigen secara spesifik dan juga
memungkinkan molekul immunoglobulin menjadi aktif secara biologis.
2.
APOPTOSIS
Fenomena kematian sel
secara terprogram disebut apoptosis.
Apoptosis diperlukan sejumlah proses perkembangan untuk menghilangkan sel – sel
tertentu pada daerah dimana tipe – tipe sel yang lebih terdiferensiasi atau
berbeda akan berkembang. Sebagai contoh dalam morfogenesis serangga, sel – sel
tahap larva harus mati dan terhidrolisis agar bisa terbentuk sel – sel yang
sepenuhnya baru dengan fungsi – fungsi baru. Apoptosis melibatkan pemanfaatan
sel, kondensasi kromatin, fragmentasi DNA, dan penggembungan membrane. Sel –
sel yang mati pada akhirnya hancur dan ditelan oleh sel – sel yang mengelilinginya.
CONTOH
13.22
Pada
cacing C. elegans 131 diantara 1.090
sel mati secara terduga saat perkembangan organism dewasa. Kematian terpogram
sel – sel itu diatur terutama oleh tiga gen. Gen – gen ced-3 dan ced-4
menyebabkan sel – sel mati dan gen ced-9
meregulasi ekspresi kedua gwn tersebut. Sel – sel yang mengekspresikan gen ced-9 bertahan hidup, sedangkan sel –
sel yang tak mengekspresikannya mati. Dengan demikian ced-9 mencegah ekspresi ced-3 dan ced-4.
Ekspresi
berlebihan (overexpression) gen – gen
yang homolog (serupa) dengan ced-9 pada manusia dapat mengarahkan pada
terjadinya pertumbuhan kanker. Kanker pada dasarnya adalah dediferensiasi dan
pembelahan sel – sel yang sudah selesai terdiferensiasi dan normalnya tidak
lagi membelah. Gen – gen yang ekspresi tidak tepatnya mengarahkan pada kanker
disebut enkogen. Ekspresi gen – gen
homolog dengan ced-4 dan ced-3 secara tidak tepat, mengarahkan pada kelainan –
kelainan degenerative dimana sel – sel jaringan diperintahkan untuk mati
sebelum waktunya.
TRANSFER
DAN PENGKLONAN NUCLEUS SOMATIC
Transfer nucleus somatic adalah proses
ditransfernya nucleus somatic (sel bukan nutfah) kesitoplasma oosit yang sudah
dibuang nukleusnya. Transfer inti somatic menciptakan klona yang secara genetis identik dengan organism asal nucleus sel
somatiknya. Transfer itu bisa dilakukan dengan menggunakan teknik yang disebut fusi elektrik (electrofussion). Dalam
teknik tersebut, oosit yang dibuang nukleusnya dan sel – sel somatic yang
diberi perlakuan khusus dipaksa berfusi dengan setruman listrik. Oosit kimera
kemudian ditempatkan didalam rahim pengganti (surrogate) bagi perkembangan embrionik. Transfer nucleus dirintis
lebih dari 40 tahun lalu pada katak, tetapi belum berhasil direalisasikan
sepenuhnya terhadap mamalia sampai tahun 1996, ketika pengklonan berhasil
menghasilkan domba yang dinamakan Dolly.
Semenjak pengklonan Dolly, klona – klona sel somatic sapi, kambing, mencitdan
babi juga telah berhasil dilaksanakan. Keuntungan potensial bagi teknologi
tersebut adalah bahwa hewan hasil klona bisa digunakan untuk menghasilkan
protein – protein terpeutik atau jaringan dan organ yang kompatibel dengan manusia.
Pembuatan – pembuatan protein terapeutik dilaksanakan dengan pertama – tama menciptakan
nucleus sel somatic rekombinan (mengandung gen pengkode terapeutik yang
diinginkan), kemudian mentransfer nucleus tersebut kedalam oosit yang sudah
dibuang nukleusnya. Hasilnya adalah klona hewan
transgenic.
CONTOH
12.23
Gen
bagi factor koagulasi manusia IX, yang tidak dimiliki oleh pengidap hemophilia,
telah diklona kedalam sel somatic domba dengan control – control genetic bagi
ekspresi susu. Sel somatic itu digunakan untuk menciptakan klona sel somatic
domba yang mengekspresikan protein itu dalam susunya. Saat ini penanganan utama
bagi pengidap hemophilia adalah memfurifikasi factor IX dari darah manusia.
Cara itu bermasalah karena mahal dan memiliki resiko penyakit yang dikandung
oleh darah misalnya (AIDS). Para pendukung pengklonan menyarankan bahwa
pembuatan protein rekombinan dalam ternak bisa lebih murah dan lebih mudah
diregulasi.
Organ
dan jaringan yang kompatibel dengan manusian memiliki potensi untuk diciptakan
dari teknologi rumit yang melibatkan (1) rekayasa genetic hewan, misalnya babi,
untuk mengatasi masalah antigen transplantasi pada organ hewan, atau (2)
menggunakan sel induk embrionik untuk menciptakan organ – organ manusia secara
in vitro atau pada spesies lain. Proses transfer suatu organ dari satu spesies
ke spesies yang lainnya disebut xenotransplantation. Sel – sel induk
merupakan sel – sel pluripoten (memiliki potensi untuk berkembang menjadi berbagai
tipe sel) yang berasal dari berbagai jaringan, sedangkan jaringan embrionik
yang sangat awal menghasilkan sel – sel induk yang totipoten. Saat ini etika
penelitian sel induk masih menjadi topic perdebatan panas dan dilarang secara
hukum dibanyak Negara. Kontroversi terutama berpusat pada penciptaan embrio
manusia demi tujuan – tujuan penelitian. Jika sel – sel induk digunakan untuk
menciptakan organ, embrio yang terbentuk akan dihancurkan. Haruslah ditekankan
bahwa tak satupun teknologi tersebut yang sudah direalisasikan sepenuhnya
maupun dipecahkan persoalan etisnya. Sebagai tambahan ada masalah potensial
dengan penyakit – penyakit lintas spesies dari hewan rekombinan ke manusia.
Masalah tersebut harus dipecahkan terlebih dahulu sebelum menerapkan teknologi
tersebut.
ORGANEL
Mitokondria
dan kloroplast tela berevolusi untuk memiliki fungsi – fungsi yang
terspesialisasi dalam sel – sel eukariotik. Mitokondria dianggap sebagai
pembangkit tenaga sel sebab banyak enzim yang terlibat didalam respirasi
selular dan pembuatan ATP terletak disana. Kloroplast berperan sebagai tempat
fotosintesis pada tumbuhan. Baik mitokondria maupun kloroplast memiliki
sejumlah karakteristik yang sama dengan sel – sel prokariotik modern. Secara
umum, ketiganya memiliki genom DNA sirkular berantai ganda (kecuali pada
beberapa protozoa, misalnya paramecium, dan tetrahymena yang memiliki molekul
DNA mitokondria linier). Genomnya tidak terselubungi oleh membrane nucleus
ataupun berasosiasi dengan protein histon (karenanya, tidak ada nukleosom).
Masing – masing mengkodekan sebagian system penyintesis proteinnya sendiri
(semua rRNA, tRNA, dan setidaknya sebagian protein ribosomal). Namun demikian
banyak diantara enzim – enzim dan protein – protein lain yang berfungsi dalam
organel – organel tersebut yang dikodekan oleh gen – gen nucleus, disintesis di
ribosom 80S, dan ditranspor ke organel – organel itu. Ribosom –ribosom biasanya
70S, atau lebih kecil dan sensitive terhadap antibiotic serta zat – zat lain
yang tidak memiliki efek terhadap ribosom – ribosom 80S sitoplasma eukariotik.
Sintesis protein diinisiasi oleh formil metionil tRNA. Nikleus, mitokondria dan
kloroplast bertambah besar ukurannya dan kemudian tampaknya membelah menjadi dua
dalam suatu proses yang serupa dengan pembelahan biner pada bakteri.
1.
MITOKONDRIA
Mitokondria adalah
organel yang ditemukan dalam sitoplasma tumbuhan ataupun hewan. Mitokondria
mengandung enzim mulai transport electron yang melaksanakan fosforilasi oksidatif
dalam pembuatan adenosine trifosfat (ATP, sumber utama bagi reaksi biokimiawi
yang memerlukan energy). Tidak seperti kloroplast, genom mitokondria (mtDNA) sangat bervariasi panjangnya
diantara spesies. Sebagai contoh pada fungi, misalnya khamir saccharomyces
cerevisiae, mtDNA sekitar 86kb panjangnya, sedangkan pada kebanyakan hewan
metazoa (bersel banyak), panjang rata – ratanya adalah 16kb. Banyak bagian
mtDNA fungi dan tumbuhan yang diduga bukanlah pengkode protein (barangkali DNA
“sampah” atau “egois”). Genom mitokondria hewan umumnya mengkodekan 37 protein
yang sama: 2 gen rRNA, 22 gen tRNA, dan 13 gen pengkode protein. Protein –
protein yang dikodekan terlibat dalam respirasi (yaitu sitokrom oksidase),
replikasi DNA, transkripsi, dan translasi (misalnya protein – protein
ribosomal). Genom secara khas kaya AT (~70%).
Satu atau lebih molekul
DNA mitokondria berada dalam masing – masing dari sejumlah daerah nukleoid
didalam mitokondria. Jika sebuah sel mengandung 250 mitokondria, masing –
masing dengan 5 molekul mtRNA, maka aka nada 1. 250 salinan mtDNA dalam sel
tersebut. Ribosom mitokondria juga sangat bervariasi antara spesies (misalnya
55S pada hewan, dan 73S pada khamir).ada juga sejumlah variasi antarspesies
dalam hal tRNA mitokondria. Sejumlah kodon dibaca secara berbeda oleh tRNA yang
dikodekan oleh nucleus. Sebagai contoh, dalam mitokondria mamalia AUA adalah
kode bagi metionin (bukan isoleusin) dan UGA adalah kode bagi triftopan (bukan
terminasi translasi). Terdapat intro dalam mRNA mitokondria fungi dan tumbuhan
tinggi, tetapi mRNA mitokondria hewan tidak memiliki intron dan
ditranskripsikan sebagai mRNA polisistronik yang terpotong – potong menjadi
mRNA monosistronik sebelum translasi. Mitokondria tidak memiliki system
perbaikan DNA. Karenanya, laju mutasi DNA mitokondria jauh lebih tinggi
dibandingkan DNA nucleus.
2.
KLOROPLAST
Kloroplast mengandung
enzim bagi fotosintesis dan karenanya merupakan karakteristik sel tumbuhan
saja. Kebanyakan sel tumbuhan mengandung kloroplast dalam jumlah banyak.
Beberapa jenis tumbuhan, misalnya alga bersel tunggal chlamydomonas mengandung
satu kloroplast tunggal. Akan tetapi pada kebanyakan tumbuhan, masing – masing
genom kloroplast biasanya terdapat dalam banyak salinan. Sebagai contoh, sebuah
sel daun yang umum dari euglena mungkin mengandung 40 – 50 kloroplast. Setiap
kloroplast biasanya mengandung 8 -10 molekul DNA; dengan demikian keseluruhan
sel mungkin mengandung lebih dari 500 salinan genom kloroplast (ctDNA). Panjang sebuah genom kloroplast
tumbuhan umumnya adalah 120 – 150kb DNA. Jumlah gen pengkode protein yang
dikandung ctDNA berkisar dari 46 – 90. Mayoritas protein tersebut terlibat
dalam fotosintesis, sedangkan sisanya terlibat dalam replikasi, pembelahan,
transkripsi, translasi dan biosintesis. Ada juga dua gen bagi rRNA dan lebih
dari 30 gen tRNA. Bukti mengindikasikan kalau ctDNA dari lumut hati sampai
tumbuhan tingkat tinggi pada dasarnya memiliki genom yang sama (amat awet atau
terkonservasi). Sejumlah gen ctDNA (baik bagi tRNA maupun mRNA) diketahui
mengandung intron. RNA polymerase lumut hati Maerchantia polymorpha mengandung
subunit – subunit α dan β yang sekuens –sekuens asam aminonya homolog dengan
yang ditemukan pada bakteri E. coli.
3.
ASAL
USUL ORGANEL
Gagasan yang paling
diterima mengenai asal – usul organel adalah teori endosimbiosis atau endosimbion.
Teori tersebut mengajukan kalau organel eukariotik muncul sebagai hasil dari
hubungan – hubungan simbiotik antara sel – sel bakteri awal. Sejumlah bukti
teori mendukung bahwa mitokondria berevolusi dari eubacteria, atau bakteri
sejati dan bukan dari archaea. Berdasarkan teori endosimbiosis, sebuah tipe sel
bernukleus yang anaerobic-fagostatik primitive (disebut eukariota) menelan bakteri aerobic (disebut progenota) yang mampu menghasilkan energy melalui fosforilasi
oksidatif. Bakteri yang ditelan itu entah bagaimana bisa lolos dari digesti dan
bereplikasi didalam sitoplasma. Hubungan simbiotik awal tersebut secara
bertahap berevolusi menjadi mutualisma. Keduanya tak lagi bisa sintas (survive)
tanpa satu sama lain. Saat organel tersebut berevolusi, bakteri memberikan
banyak gennya ke nucleus, sehingga sekarang banyak protein yang diperlukan bagi
fungsi mitokondria dikode oleh gen – gen nucleus, dibuat di ribosom sitoplasma,
dan ditranspor ke mitokondria. Begitulah kemungkinan sel – sel tersebut
bernukleus dan sepenuhnya aerobic (misalnya sel – sel eukariotik modern) telah
berevolusi.
Belakangan, sebagian
sel – sel bernukleus dan sepenuhnya aerobic itu mungkin menelan cyanobacteria (‘alga’ biru hijau)
fotosintetik. Mutualisma secara bertahap berkembang diantara kedua entitas
tersebut dalam evolusi kloroplast yang mencirikan kingdom tumbuhan.
Tidak ada bukti nyata
dalam organism – organism yang masih ada mengenai evolusi nucleus. Diduga kalau
membrane nucleus eukariotik barangkali berevolusi secara independen dari
prokariota, melalui invaginasi dan penggabungan membrane sel. Nucleus adalah
organel bermembran ganda seperti mitokondria dan kloroplast, sehingga teori
apapun mengenai asal usul nucleus haruslah mempertimbangkan fakta ini.
Walaupun bentuk
mitokondria berbeda dari bakteri yang barangkali merupakan asalnya, mitokondria
mirip dengan bakteri dalam berbagai hal. Keduanya memiliki genom yang sirkular
dan tanpa histon. System – system transkripsi dan translasinya juga mirip.
Disisi lain, sejumlah gen Archaebacteria (seperti gen – gen nucleus eukariota)
memiliki intron. Tapi tidak ada intron pada Eubacteria modern. Karenanya telah
diajukan kalau progenota atau nenek moyang mungkin memiliki intron yang hilang
saat evolusi Eubacteria. Menariknya, DNA mitokondria sel mamalia tidak
mengandung intron, tapi banyak genom mitokondria eukariota yang lebih primitive
memilikinya. Selain itu, Eubacteria dan eukariota mengandung lipid tak
bercabang, tertaut-ester, dan mengandung gliserofosfat-L, sedangkan lipid
bercabang Archaebacteria tertaut oleh eter dan mengandung D-gliserofosfat.
Terakhir, dengan kemajuan teknologi sequencing DNA, sekuens gen mitokondria
bisa dibandingkan dengan sekuens gen bakteri. Penyelidikan itu menunjukkan
bahwa ada kekerabatan derajat tinggi antara gen mtDNA dengan gen bakteri.
4.
PEWARISAN
ORGANEL
Pada kebanyakan
tumbuhan dan hewan, mitokondria dan kloroplast diwariskan secara terbatas hanya
dari induk betina (transmisi maternal)
sebab gamet jantan (atau bagiannya yang memasuki fertilisasi) pada dasrnya
tidak memiliki organel – organel tersebut. Diperkirakan bahwa pada dua pertiga
dari semua spesies tumbuhan, pewarisan kloroplast sepenuhnya maternal. Sifat
–sifat dengan dasar ekstranukleus bisa diidentifikasi berdasarkan sejumlah
criteria diagnostic.
a.
Perbedaan dalam persilangan resiprokal
yang bukan merupakan akibat dari tautan seks atau dasar kromosomal lain
cenderung menyiratkan adanya faktor – faktor sitoplasmik.
Ø Jika
progeny hanya menunjukkan karakteristik induk betina yang bisa dianggap sebagai
akibat dari kontribusi sitoplasmik yang tidak sebanding antara induk jantan dan
betina, maka dicurigai kalau pewarisannya adalah plasmagen.
Ø Jika
pewarisan uniparental suatu sifat bukan merupakan akibat dari kontribusi dari
sitoplasmik yang tak sebanding, hal itu tidak selalu berarti tak terdapat
pengaruh faktor –faktor sitoplasmik.
b.
Faktor – faktor ekstranukleus bisa
dideteksi baik oleh ketiadaan segregasi saat meiosis ataupun segregasi yang
tidak mengikuti hukum Mendel.
c.
Persilangan balik progeny berulang –
ulang dengan salah satu tipe parentalnya selama beberapa generasi menyebabkan
kandungan kromosomnya dengan cepat mendekati 100% dari galur parental yang
diulang – ulang. Adanya sifat tersebut dalam progeny (ketika induk persilangan
balik menunjukkan sifat alternatifnya) bisa dianggap sebagai bukti adanya
pewarisan plasma gen.
0 comments:
Post a Comment