Friday, December 6, 2013

paper etika lingkungan



Paper Etika Lingkungan




PENGERTIAN ETIKA BAIK SECARA TEORITIS MAUPUN
DARI SUDUT PANDANG AGAMA


Oleh :

HENGKI HERMAWAN
( 1205101050067 )



PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SYIAH KUALA
DARUSSALAM - BANDA ACEH
2013



BAB I
PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang
Menurut bahasa Yunani Kuno, etika berasal dari kata ethikos yang berarti “timbul dari kebiasaan”. Etika adalah cabang utama filsafat yang mempelajari nilai atau kualitas yang menjadi studi mengenai standar dan penilaian moral. Etika mencakup analisis dan penerapan konsep seperti benar, salah, baik, buruk, dan tanggung jawab. Etika terbagi menjadi tiga bagian utama: meta-etika (studi konsep etika), etika normatif (studi penentuan nilai etika), dan etika terapan (studi penggunaan nilai-nilai etika) (id.wikipedia.org).
Kata etika, seringkali disebut pula dengan kata etik, atau ethics (bahasa Inggris), mengandung banyak pengertian.
Dari segi etimologi (asal kata), istilah etika berasal dari kata Latin “Ethicos” yang berarti kebiasaan. Dengan demikian menurut pengertian yang asli, yang dikatakan baik itu apabila sesuai dengan kebiasaan masyarakat. Kemudian lambat laun pengertian ini berubah, bahwa etika adalah suatu ilmu yang mebicarakan masalah perbuatan atau tingkah laku manusia, mana yang dapat dinilai baik dan mana yang dapat dinilai tidak baik.
Etika juga disebut ilmu normative, maka dengan sendirinya berisi ketentuan-ketentuan (norma-norma) dan nilai-nilai yang dapat digunakan dalam kehidupan sehari-hari.
Dalam kamus besar bahasa Indonesia terbitan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan (1988), etika dirumuskan dalam tiga arti, yaitu;
1.             Ilmu tentang apa yang baik dan apa yang buruk dan tentang hak dan kewajiban moral (akhlak).
2.     Kumpulan asas atau nilai yang berkenaan dengan akhlak.
3.      Nilai mengenai benar dan salah yang dianut suatu golongan atau masyarakat.

1.2    Tujuan
Adapun maksud dan tujuan dari penulisan paper ini adalah untuk mengetahui dan pengertian etika baik dari sudut pandang secara teori maupun dari sudut pandang agama.

                                                                                                                                                                               
BAB II
PEMBAHASAN

1.1  Pengertian Etika
A.      Pengertian Etika Secara Teoritis
            Etika adalah suatu ajaran yang berbicara tentang baik dan buruknya yang menjadi ukuran baik buruknya atau dengan istilah lain ajaran tenatang kebaikan dan keburukan, yang menyangkut peri kehidupan manusia dalam hubungannya dengan Tuhan, sesama manusia, dan alam.
Dari segi etimologi, etika berasal dari bahasa Yunani,ethos yang berarti watak kesusilaan atau adat. Dalam kamus umum bahasa Indonesia, etika diartikan ilmu pengetahuan tentang azaz-azaz akhlak (moral). Dari pengertian kebahasaan ini terlihat bahwa etika berhubungan dengan upaya menentukan tingkah laku manusia.
Adapun arti etika dari segi istilah, telah dikemukakan para ahli dengan ungkapan yang berbeda-beda sesuai dengan sudut pandangnya. Menurut para ulama’ etika adalah ilmu yang menjelaskan arti baik dan buruk, menerangkan apa yang seharusnya dilakukan oleh manusia, menyatakan tujuan yang harus dituju oleh manusia di dalam perbuatan mereka dan menunjukkan jalan untuk melakukan apa yang seharusnya diperbuat.
Sebagai cabang pemikiran filsafat, etika bisa dibedakan manjadi dua: obyektivisme dan subyektivisme.
1. Obyektivisme
Berpandangan bahwa nilai kebaikan suatu tindakan bersifat obyektif, terletak pada substansi tindakan itu sendiri. Faham ini melahirkan apa yang disebut faham rasionalisme dalam etika. Suatu tindakan disebut baik, kata faham ini, bukan karena kita senang melakukannya, atau karena sejalan dengan kehendak masyarakat, melainkan semata keputusan rasionalisme universal yang mendesak kita untuk berbuat begitu.
2. Subyektivisme
Berpandangan bahwa suatu tindakan disebut baik manakala sejalan dengan kehendak atau pertimbangan subyek tertentu. Subyek disini bisa saja berupa subyektifisme kolektif, yaitu masyarakat, atau bisa saja subyek Tuhan.

B. Etika Dibagi Atas Dua Macam
1. Etika deskriptif
Etika yang berbicara mengenai suatu fakta yaitu tentang nilai dan pola perilaku manusia terkait dengan situasi dan realitas yang membudaya dalam kehidupan masyarakat.
2. Etika Normatif
Etika yang memberikan penilaian serta himbauan kepada manusia tentang bagaimana harus bertindak sesuai norma yang berlaku. Mengenai norma norma yang menuntun tingkah laku manusia dalam kehidupan sehari hari.
Etika dalam keseharian sering dipandang sama denga etiket, padahal sebenarnya etika dan etiket merupakan dua hal yang berbeda. Dimana etiket adalah suatu perbuatan yang harus dilakukan. Sementa etika sendiri menegaskan bahwa suatu perbuatan boleh atau tidak. Etiket juga terbatas pada pergaulan. Di sisi yang lain etika tidak bergantung pada hadir tidaknya orang lain. Etiket itu sendiri bernilairelative atau tidak sama antara satu orang dengan orang lain. Sementa itu etika bernilaiabsolute atau tidak tergantung dengan apapun. Etiket memandang manusia dipandang dari segi lahiriah. Sementara itu etika manusia secara utuh.
Dengan ciri-ciri yang demikian itu, maka etika lebih merupakan ilmu pengetahuan yang berhubungan dengan upaya menentukan perbuatan yang dilakukan manusia untuk dikatakan baik atau buruk. Dengan kata lain etika adalah aturan atau pola tingkah laku yang dihasilkan oleh akal manusia.
Etika normatif dapat dibagi menjadi :
a.       Etika Umum, berbicara mengenai kondisi-kondisi dasar bagaimana manusia bertindak secara etis, bagaimana manusia mengambil keputusan etis, teori-teori etika dan prinsip-prinsip moral dasar yang menjadi pegangan bagi manusia dalam bertindak serta tolak ukur dalam menilai baik atau buruknya suatu tindakan. Etika umum dapat di analogkan dengan ilmu pengetahuan, yang membahas mengenai pengertian umum dan teori-teori.
b.      Etika Khusus, merupakan penerapan prinsip-prinsip moral dasar dalam bidang kehidupan yang khusus. Penerapan ini bisa berwujud : Bagaimana saya mengambil keputusan dan bertindak dalam bidang kehidupan dan kegiatan khusus yang saya lakukan, yang didasari oleh cara, teori dan prinsip-prinsip moral dasar. Namun, penerapan itu dapat juga berwujud : Bagaimana saya menilai perilaku saya dan orang lain dalam bidang kegiatan dan kehidupan khusus yang dilatarbelakangi oleh kondisi yang memungkinkan manusia bertindak etis : cara bagaimana manusia mengambil suatu keputusan atau tidanakn, dan teori serta prinsip moral dasar yang ada dibaliknya.

C. Etika Memiliki Peranan Atau Fungsi Diantaranya Yaitu:
1. Dengan etika seseorang atau kelompok dapat menegemukakan penilaian tentang perilaku manusia
2. Menjadi alat kontrol atau menjadi rambu-rambu bagi seseorang atau kelompok dalam melakukan suatu tindakan atau aktivitasnya sebagai mahasiswa
3. Etika dapat memberikan prospek untuk mengatasi kesulitan moral yang kita hadapi sekarang.
4. Etika dapat menjadi prinsip yang mendasar bagi mahasiswa dalam menjalankan aktivitas kemahasiswaanya.
5. Etika menjadi penuntun agar dapat bersikap sopan, santun, dan dengan etika kita bisa di cap sebagai orang baik di dalam masyarakat.

Contoh dari etika :
Etika Pribadi. Misalnya seorang yang berhasil dibidang usaha (wiraswasta) dan menjadi seseorang yang kaya raya (jutawan). Ia disibukkan dengan usahanya sehinnga ia lupa akan diri pribadinya sebagai hamba Tuhan. Ia mempergunakan untuk keperluan-keperluan hal-hal yang tidak terpuji dimata masyarakat (mabuk-mabukan, suka mengganggu ketentraman keluarga orang lain). Dari segi usaha ia memang berhasil mengembangkan usahanya sehinnga ia menjadi jutawan, tetapi ia tidak berhasil dalam emngembangkan etika pribadinya.
Etika Sosial. Misalnya seorang pejabat pemerintah (Negara) dipercaya untuk mengelola uang negara. Uang milik Negara berasal dari rakyat dan untuk rakyat. Pejabat tersebut ternyata melakukan penggelapan uang Negara utnuk kepentingan pribadinya, dan tidak dapat mempertanggungjawabkan uang yang dipakainya itu kepada pemerintah. Perbuatan pejabat tersebut adalah perbuatan yang merusak etika social.
Etika moral berkenaan dengan kebiasaan berperilaku yang baik dan benar berdasarkan kodrat manusia. Apabila etika ini dilanggar timbullah kejahatan, yaitu perbuatan yang tidak baik dan tidak benar. Kebiasaan ini berasal dari kodrat manusia yang disebut moral.
Contoh etika moral:
Ø  berkata dan berbuat jujur
Ø   menghargai hak orang lain
Ø  menghormati orangtua dan guru
Ø  membela kebenaran dan keadilan

Prinsip - prinsip etika
Dalam peradaban sejarah manusia sejak abad keempat sebelum Masehi para pemikir telah mencoba menjabarkan berbagai corak landasan etika sebagai pedoman hidup bermasyarakat. Para pemikir itu telah mengidentifikasi sedikitnya terdapat ratusan macam ide agung (great ideas). Seluruh gagasan atau ide agung tersebut dapat diringkas menjadi enam prinsip yang merupakan landasan penting etika, yaitu keindahan, persamaan, kebaikan, keadilan, kebebasan, dan kebenaran.


Prinsip Keindahan
Prinsip ini mendasari segala sesuatu yang mencakup penikmatan rasa senang terhadap keindahan. Berdasarkan prinsip ini, manusia memperhatikan nilai-nilai keindahan dan ingin menampakkan sesuatu yang indah dalam perilakunya. Misalnya dalam berpakaian, penataan ruang, dan sebagainya sehingga membuatnya lebih bersemangat untuk bekerja.

Prinsip Persamaan
Setiap manusia pada hakikatnya memiliki hak dan tanggung jawab yang sama, sehingga muncul tuntutan terhadap persamaan hak antara laki-laki dan perempuan, persamaan ras, serta persamaan dalam berbagai bidang lainnya. Prinsip ini melandasi perilaku yang tidak diskrminatif atas dasar apapun.

Prinsip Kebaikan
Prinsip ini mendasari perilaku individu untuk selalu berupaya berbuat kebaikan dalam berinteraksi dengan lingkungannya. Prinsip ini biasanya berkenaan dengan nilai-nilai kemanusiaan seperti hormat- menghormati, kasih sayang, membantu orang lain, dan sebagainya. Manusia pada hakikatnya selalu ingin berbuat baik, karena dengan berbuat baik dia akan dapat diterima oleh lingkungannya. Penyelenggaraan pemerintahan dan pelayanan yang diberikan kepada masyarakat sesungguhnya bertujuan untuk menciptakan kebaikan bagi masyarakat.

Basis teori etika.
a. Etika Teleologi
Dari kata Yunani,  telos = tujuan, Mengukur baik buruknya suatu tindakan berdasarkan tujuan yang mau dicapai dengan tindakan itu, atau berdasarkan akibat yang ditimbulkan oleh tindakan itu.
Dua aliran etika teleologi  :
1.      egoism etis
2.      utilitarianisme
Egoisme Etis
Egoisme adalah tindakan dari setiap orang pada dasarnya bertujuan untuk mengejar pribadi dan memajukan dirinya sendiri tanpa memikirkan oranglain.
Egoisme ini baru menjadi persoalan serius ketika ia cenderung menjadi hedonistis, yaitu ketika kebahagiaan dan kepentingan pribadi diterjemahkan semata-mata sebagai kenikmatan fisik yg bersifat vulgar.
Utilitarianisme
Utilitarianisme berasal dari bahasa latin utilis yang berarti “bermanfaat”.
Menurut teori ini suatu perbuatan adalah baik jika membawa manfaat, tapi manfaat itu harus menyangkut bukan saja  satu dua orang melainkan masyarakat sebagai keseluruhan.
Dalam rangka pemikiran utilitarianisme, kriteria untuk menentukan baik buruknya suatu perbuatan adalah “the greatest happiness of the greatest number, kebahagiaan terbesar dari jumlah orang yang terbesar.

b. Deontologi
Istilah deontologi berasal dari kata  Yunani ‘deon’ yang berarti kewajiban.
‘Mengapa perbuatan ini baik dan perbuatan itu harus ditolak sebagai buruk’, deontologi menjawab : ‘karena perbuatan pertama menjadi kewajiban  kita dan karena perbuatan kedua dilarang’.
Yang menjadi dasar baik buruknya perbuatan adalah kewajiban.
Pendekatan deontologi sudah diterima dalam konteks agama, sekarang merupakan juga salah satu teori etika yang terpenting.
c. Teori Hak
Dalam pemikiran moral dewasa ini barangkali teori hak ini adalah pendekatan yang paling banyak dipakai untuk mengevaluasi  baik buruknya  suatu perbuatan atau perilaku.
Teori Hak merupakan suatu aspek  dari teori deontologi, karena berkaitan dengan kewajiban. Hak dan kewajiban bagaikan dua sisi uang logam yang sama.
Hak didasarkan atas martabat manusia dan martabat semua manusia itu sama. Karena itu hak sangat cocok dengan suasana pemikiran demokratis.
d. Teori Keutamaan (Virtue)
Memandang  sikap atau akhlak seseorang. Tidak ditanyakan apakah suatu perbuatan tertentu adil, atau jujur, atau murah hati dan sebagainya.
Keutamaan bisa didefinisikan  sebagai berikut : disposisi watak  yang telah diperoleh  seseorang dan memungkinkan  dia untuk bertingkah  laku baik secara moral.
Contoh keutamaan :
a)            Kebijaksanaan
b)            Keadilan
c)      Suka bekerja keras
d)     Hidup yang baik

D. Etika Dalam Penerapan Kehidupan Sehari-hari
1. Etika bergaul dengan orang lain
a) Hormati perasaan orang lain, tidak mencoba menghina atau menilai mereka cacat.
b) Jaga dan perhatikanlah kondisi orang, kenalilah karakter dan akhlaq mereka, lalu pergaulilah mereka, masing-masing menurut apa yang sepantasnya.
c) Bermuka manis dan senyumlah bila anda bertemu orang lain. Berbicaralah kepada mereka sesuai dengan kemampuan akal mereka.
d) Berbaik sangkalah kepada orang lain dan jangan memata-matai mereka.
e) Mema`afkan kekeliruan mereka dan jangan mencari-cari kesalahankesalahannya, dan tahanlah rasa benci terhadap mereka.

2. Etika bertamu
a) Untuk orang yang mengundang:
- Jangan hanya mengundang orang-orang kaya untuk jamuan dengan mengabaikan orang-orang fakir.
- Jangan anda membebani tamu untuk membantumu, karena hal ini bertentangan dengan kewibawaan.
- Jangan kamu menampakkan kejemuan terhadap tamumu, tetapi tampakkanlah kegembiraan dengan kahadirannya, bermuka manis dan berbicara ramah.
- Hendaklah segera menghidangkan makanan untuk tamu, karena yang demikian itu berarti menghormatinya.
- Disunnatkan mengantar tamu hingga di luar pintu rumah. Ini menunjukkan penerimaan tamu yang baik dan penuh perhatian.

b) Bagi tamu:
- Hendaknya tidak membedakan antara undangan orang fakir dengan undangan orang yang kaya, karena tidak memenuhi undangan orang faqir itu merupakan pukulan (cambuk) terhadap perasaannya.
- Jangan tidak hadir sekalipun karena sedang berpuasa, tetapi hadirlah pada waktunya.
- Bertamu tidak boleh lebih dari tiga hari, kecuali kalau tuan rumah memaksa untuk tinggal lebih dari itu.
- Hendaknya pulang dengan hati lapang dan memaafkan kekurang apa saja yang terjadi pada tuan rumah.

3. Etika di jalan
a) Berjalan dengan sikap wajar dan tawadlu, tidak berlagak sombong di saat berjalan atau mengangkat kepala karena sombong atau mengalihkan wajah dari orang lain karena takabbur.
b) Memelihara pandangan mata, baik bagi laki-laki maupun perempuan.
c) Menyingkirkan gangguan dari jalan. Ini merupakan sedekah yang karenanya seseorang bisa masuk surga.
d) Menjawab salam orang yang dikenal ataupun yang tidak dikenal.

4. Etika makan dan minum
a) Berupaya untuk mencari makanan yang halal.
b) Hendaknya mencuci tangan sebelum makan jika tangan kamu kotor, dan begitu juga setelah makan untuk menghilangkan bekas makanan yang ada di tanganmu.
c) Hendaklah kamu puas dan rela dengan makanan dan minuman yang ada, dan jangan sekali-kali mencelanya.
d) Hendaknya jangan makan sambil bersandar atau dalam keadaan menyungkur.
e) Hendaknya memulai makanan dan minuman dengan membaca Bismillah dan diakhiri dengan Alhamdulillah.
f) Tidak berlebih-lebihan di dalam makan dan minum.

5. Etika berbicara
a) Hendaknya pembicaran selalu di dalam kebaikan..
b) Menghindari perdebatan dan saling membantah, sekali-pun kamu berada di fihak yang benar dan menjauhi perkataan dusta sekalipun bercanda.
c) Tenang dalam berbicara dan tidak tergesa-gesa.
d) Menghindari perkataan jorok (keji).

6. Etika bertetangga
a) Menghormati tetangga dan berprilaku baik terhadap mereka.
b) Bangunan yang kita bangun jangan mengganggu tetangga kita, tidak membuat mereka tertutup dari sinar mata hari atau udara, dan kita tidak boleh melampaui batasnya, apakah merusak atau mengubah miliknya, karena hal tersebut menyakiti perasaannya.
c) Jangan kikir untuk memberikan nasihat dan saran kepada mereka, dan seharusnya kita ajak mereka berbuat yang ma`ruf dan mencegah yang munkar dengan bijaksana (hikmah) dan nasihat baik tanpa maksud menjatuhkan atau menjelek-jelekkan mereka.
d) Hendaknya kita selalu memberikan makanan kepada tetangga kita.

7. Etika pergaulan suami istri
a) Merayu istri dan bercanda dengannya di saat santai berduaan.
b) Meletakkan tangan di kepala istri dan mendo`akannya.
c) Disunnahkan bagi kedua mempelai melakukan shalat dua raka`at bersama, karena hal tersebut dinukil dari kaum salaf.
d) Haram bagi suami-istri menyebarkan tentang rahasia hubungan keduanya.
e) Hendaknya masing-masing saling bergaul dengan baik, dan melaksanakan kewajiban masing-masing terhadap yang lain.

8. Etika menjenguk orang sakit
a) Untuk orang yang berkunjung (menjenguk):
- Hendaknya tidak lama di dalam berkunjung, dan mencari waktu yang tepat untuk berkunjung, dan hendaknya tidak menyusahkan si sakit, bahkan berupaya untuk menghibur dan membahagiakannya.
- Mendo`akan semoga cepat sembuh, dibelaskasihi Allah, selamat dan disehatkan.
- Mengingatkan si sakit untuk bersabar atas taqdir Allah SWT.
b) Untuk orang yang sakit:
- Hendaknya segera bertobat dan bersungguh-sungguh beramal shalih.
- Berbaik sangka kepada Allah, dan selalu mengingat bahwa ia sesungguhnya adalah makhluk yang lemah di antara makhluk Allah lainnya, dan bahwa sesungguhnya Allah Subhanahu wa Ta'ala tidak membutuhkan untuk menyiksanya dan tidak mem-butuhkan ketaatannya.
- Hendaknya cepat meminta kehalalan atas kezhaliman-kezhaliman yang dilakukan olehnya, dan segera membayar/menunaikan hak-hak dan kewajiban kepada pemi-liknya, dan menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya.

1.2 Pengertian Etika Dari Sudut Pandang Agama ISLAM
            Masalah hubungan agama dan etika pada masyarakat Islam kurang begitu mendapat perhatian. Boleh jadi alasannya adalah karena tersebarnya maarif Islam secara luas pada komunitas Islam. Membahas masalah-masalah seperti ini dan apa hubungan antara agama dan akhlak, yang mana yang memiliki prinsipalitas, tidak diragukan lagi dan tidak menjadi pertanyaan. Demikian juga, tidak begitu mengandung subyek persoalan sehingga harus dibahas dan dikaji.
Berkebalikan dengan masyarakat Barat, pembahasan ini mengemuka secara luas dan memiliki latar belakang sejarah yang panjang yang dapat ditelusuri hingga pasca Renaissance. Karena masa sebelum Renaissance agama yang menyebar adalah agama Kristen dan mendominasi seluruh dimensi hidup masyarakat Eropa seperti dimensi pengetahuan, kebudayaan, sosial, akhlak dan dimensi-dimensi lainnya. Seiring dengan tumbangnya peran dominan gereja pada pelbagai panggung kehidupan, bersamaan dengan itu, masyarakat mulai merasa muak terhadap agama dan pelbagai kecendrungan beragama.
Alih-alih condong kepada Tuhan, mereka malah lebih mengandrungi humanisme yang menjadikan manusia sebagai sentral dan poros perhatiannya. Pelan tapi pasti, pemikiran ini semakin menguat dan merajalela hingga pada abad-abad belakangan . Akhirnya mereka secara resmi mengemukakakan persoalan etika tanpa Tuhan. Namun tetap dapat dijumpai kecendrungan sebaliknya. Terdapat sebagian orang menyatakan sikap, baik dari kalangan Kristen dan non-Kristen , dan berkukuh bahwa etika mustahil dapat terealisir tanpa agama.
Etika berasas pada Agama
Dalam mengelaborasi pembahasan etika yang berasaskan agama kiranya kita perlu mengingat poin ini bahwa satu sistem etika senantiasa mengikut pada satu pandangan dunia tertentu . Dan kita tahu bahwa sesuai dengan pandangan dunia agama, puncak kesempurnaan manusia telah didefinisikan secara khusus . Dalam pandangan dunia agama, perbuatan etis adalah sebuah perbuatan yang menghantarkan manusia kepada Tuhan. Sesuai dengan pandangan dunia agama, kesempurnaan manusia terletak pada sampainya ia pada Tuhan. Dengan demikian, sebuah perbuatan akan menjadi etis dan ber moral tatkala dapat membantu manusia untuk sampai pada tujuan ini.
Dengan menerima prinsip ini, kini kita harus melihat bahwa manusia yang berada pada jalur kesempurnaan dan boleh jadi pada tingkatan-tingkatan permulaan kesempurnaan ini, apakah ia menguasai secara sempurna terhadap lintasan yang harus dilalui? Apakah , terkait dengan pemberian petunjuk dan sistem etika yang akan menyampaikannya kepada tujuan ini , ia memiliki kemandirian dan tidak memerlukan panduan?
Jelas bahwa apabila tujuan manusia adalah untuk sampai kepada Tuhan maka etikanya haruslah etika Ilahi. Dalam meralisir tujuan ini, tentu saja manusia akan membuntuhkan prinsip etika atau pun pada hal-hal parti k ular yang berasal dari sumber-sumber revelasional dan Ilahi (baca: agama) . Tatkala prinsip etika yang dianutnya adalah etika tanpa Tuhan dan etika yang dianut adalah etika humanis, maka tidak ada kejelasan dan jaminan apakah asas tersebut akan menghantarkannya sampai kepada Tuhan atau hanya dapat memenuhi seluruh keinginan manusia itu sendiri.
Karena itu, klaim kemandirian akal ,   itu pun akal ego sentris dan pragmatis dalam membangun fondasi akhlak yang benar dan hakiki – dari sudut pandang bahwa tujuan manusia adalah sampai kepada Tuhan – tidak akan dapat diterima.
Adapun untuk membangun fondasi etika humanisme yang mencari kesempurnaan manusia dan terlepas dari masalah-masalah Ilahi, sama sekali tidak memerlukan agama, bahkan dari sudut pandang ini, maka boleh jadi kebanyakan proposisi etika-religius akan bernilai nihil dan tanpa makna.
Dengan demikian , orang-orang yang mengklaim etika tanpa agama dan Tuhan, mau-tak-mau, sadar-tidak-sadar, telah menempatkan sumber etika pada jiwa manusia yang terbatas . B ukan aku sebagai manusia unggul, pencari Tuhan, dan bukan akal yang mencari kesempurnaan; karena akal terunggul senantiasa disertai dengan wahyu dan mengambil sinar dari cahaya nya . Berbeda dengan akal pragmatis dan serba duniawi yang telah sampai pada tingkat kenihilan . Bagi mereka yang masih berada dalam polemi k   membangun fondasi etika tanpa Tuhan juga akan bernasib yang sama yaitu terbenam dalam kenihilan.
Ucapan terkenal Fyodor Dostoyevsky yang menyatakan bahwa, “Sekiranya tiada Tuhan maka segala sesuatunya boleh dilakukan” [2] sejatinya tengah menyinggung realitas yang disebutkan bahwa sekiranya manusia tanpa identitas Ilahiah dalam melakukan perbuatan moral dan etis maka hal itu tidak akan memunculkan motivasi untuk melakukan perbuatan moral.   S esuai dengan standar moral yang memiliki kehakikian sendirinya menunjukkan bahwa intensitas identitas Ilahiah dan agamis sangat kental dan penuh warna dalam diri manusia. I dentitas Ilahiah ini tidak akan terealisir tanpa ber hubungan dengan Tuhan.
Karena itu, etika yang bersandar pada agama berseberangan dengan pandangan etika tanpa Tuhan  dan humanism e. Sejatinya, etika tanpa agama tidak hanya tidak dapat digambarkan ia juga tidak dapat terealisir dalam dunia nyata. Terlepas apakah prinsip etika atau pun pada hal-hal partikularnya itu terinspirasi dari wahyu.
Namun kita harus mengingat poin ini bahwa yang dimaksud dengan etika yang berasaskan agama bukanlah bertautan dengan baik dan buruknya segala sesuatu, etis atau non -etisnya perbuatan-perbuatan manusia yang bersumber dari perintah dan larangan Ilahi . Y ang dimaksud dengan etika yang berasaskan agama bahwa baik dan buruk esensial, pada kebanyakan perkara harus dikenal melalui penjelasan Syari’ (Allah Swt) dan kita tidak dapat memandang seluruh hal partikularnya memiliki kemandirian. Karena itu, peran wahyu di sini berada pada tataran itsbat (pembuktian) bukan pada tingkatan tsubut   (realitas, ketetapan) .
Komparasi antara Etika dan Agama
   Antara etika dengan agama terdapat titik persamaan dan perbedaan:
           Persamaanya sebagai berikut:
a.       Pada sasarannya : Baik etika maupun agama sama-sama bertujuan meletakkan dasar ajaran moral, supaya manusia dapat membedakan mana perbuatan yang baik dan mana yang tercela.
b.      Pada sifatnya : Etika dan agama sama bersifat memberi peringatan, jadi tidak memaksa.
    
Perbedaanya sebagai berikut:
a.       Pada segi prinsip : Agama merupakan suatu kepercayaan pengabdian ( dengan segala syarat dan caranya ) kepada Tuhan Yang Maha Esa. Etika bukanlah kepercayaan yang mengandung pengabdian.
b.      Pada bidang ajarannya : Agama membawa/mengajarkan manusia pada dua jenis dunia ( alam fana dan alam baqa/akhirat). Etika hanya mempersoalkan kehidupan moral manusia di alam fana ini.
c.       Agama (islam) itu sumbernya dari Allah SWT. Tetapi etika dengan macam-macam jenisnya itu, sumbernya adalah dari pemikiran manusia ( sesuai dengan aliran masing-masing).
d.      Ajaran agama dapat melengkapi atau memperkuat ajaran etika, tetapi tidak semua ajaran dan pandangan etika, dapat diterima oleh agama.
   Bila semua keterangan tersebut di atas kita transfer  kepada manusia, itu berarti bahwa semua manusia yang beragama (islam), itu dengan sendirinya mengerti soal-soal etika/moral, tetapi mereka yang hanya mempelajari etika (sebagai suatu ilmu/filsafat), belum tentu beragama. 

Ayat – Ayat Alquran Yang Menjelaskan Tentang Etika
وَلَا تُصَعِّرْ خَدَّكَ لِلنَّاسِ وَلَا تَمْشِ فِي الْأَرْضِ مَرَحًا ۖ إِنَّ اللَّهَ لَا يُحِبُّ كُلَّ مُخْتَالٍ فَخُورٍ
Artinya : Dan janganlah kamu memalingkan mukamu dari manusia (karena sombong) dan janganlah kamu berjalan di muka bumi dengan angkuh. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong lagi membanggakan diri. ( Q.S Luqman : 18).
          Ayat tersebut diatas menjelaskan bahwa manusia yang diciptakan oleh Allah SWT ke atas permukaan bumi ini hendaknya selalu perduli terhadap sesamanya, dan jangan selalu mementingkan diri sendiri, karena manusia tidak akan bisa hidup tanpa manusia yang lain, artinya bahwa etika yang baik harus dimiliki oleh setiap orang.
لَا يُحِبُّ اللَّهُ الْجَهْرَ بِالسُّوءِ مِنَ الْقَوْلِ إِلَّا مَنْ ظُلِمَ وَكَانَ اللَّهُ سَمِيعًا عَلِيمًا
Artinya : Allah tidak menyukai ucapan buruk, (yang diucapkan) dengan terang kecuali oleh orang yang dianiaya. Allah adalah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui. Jika kamu menyatakan sesuatu kebaikan atau menyembunyikan atau memaafkan sesuatu kesalahan (orang lain), maka sesungguhnya Allah Maha Pemaaf lagi Maha Kuasa.


BAB III
KESIMPULAN

          Dari hasil pembahasan di atas dapat disimpulkan bahwa etika dari sudut pandang teoritis maupun dari sudut pandang agama ISLAM sama – sama bertujuan untuk mengatur akhlak manusia agar bertindak sesuai dengan jalan yang baik agar tujuan kedamain dari berbagai segi kehidupan dapat kita raih, manun permasalahan yang muncul adalah bahwa setiap mental manusia tidak memiliki pemikiran dan tingkah laku yang sama, sehingga sulit untuk mencapai ketentraman tersebut. 


DAFTAR PUSTAKA

Ø  Eka Darmaputera. 1987. Etika Sederhana Untuk Semua: Perkenalan Pertama. Jakarta: BPK Gunung Mulia.
Ø  Ismani, nila. 2001. Etika Keperawatan. Jakarta : Widya Medika.
Ø  J.A.B. Jongeneel. 1980. Hukum Kemerdekaan Jilid 1. Jakarta: BPK Gunung Mulia.
Ø  J. Verkuyl. 1982. Etika Kristen Bagian Umum, Jakarta: BPK Gunung Mulia
Ø  K. Bertens. 2000. Etika. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Ø  Paul L. Lehmann. 1963. Ethics in a Christian Context. New York: Harper & Row Publishers, 25.
Ø  Suhaemi, mimin. 2004. Etika Keperawatan Aplikasi pada Praktek. Jakarta : EGC


0 comments: