Paper
Etika Lingkungan
PENGERTIAN ETIKA BAIK SECARA
TEORITIS MAUPUN
DARI SUDUT PANDANG AGAMA
Oleh :
HENGKI HERMAWAN
( 1205101050067 )
PROGRAM
STUDI AGROTEKNOLOGI
FAKULTAS
PERTANIAN
UNIVERSITAS
SYIAH KUALA
DARUSSALAM
- BANDA ACEH
2013
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Menurut
bahasa Yunani Kuno, etika berasal dari kata ethikos yang berarti “timbul
dari kebiasaan”. Etika adalah cabang utama filsafat yang mempelajari nilai atau
kualitas yang menjadi studi mengenai standar dan penilaian moral. Etika
mencakup analisis dan penerapan konsep seperti benar, salah, baik, buruk, dan
tanggung jawab. Etika terbagi menjadi tiga bagian utama: meta-etika (studi
konsep etika), etika normatif (studi penentuan nilai etika), dan etika terapan
(studi penggunaan nilai-nilai etika) (id.wikipedia.org).
Kata
etika, seringkali disebut pula dengan kata etik, atau ethics
(bahasa Inggris), mengandung banyak pengertian.
Dari
segi etimologi (asal kata), istilah etika berasal dari kata Latin “Ethicos”
yang berarti kebiasaan. Dengan demikian menurut pengertian yang asli,
yang dikatakan baik itu apabila sesuai dengan kebiasaan masyarakat.
Kemudian lambat laun pengertian ini berubah, bahwa etika adalah
suatu ilmu yang mebicarakan masalah perbuatan atau tingkah laku manusia, mana
yang dapat dinilai baik dan mana yang dapat dinilai tidak baik.
Etika
juga disebut ilmu normative, maka
dengan sendirinya berisi ketentuan-ketentuan (norma-norma) dan nilai-nilai yang
dapat digunakan dalam kehidupan sehari-hari.
Dalam
kamus besar bahasa Indonesia terbitan Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan (1988), etika dirumuskan dalam tiga arti, yaitu;
1.
Ilmu
tentang apa yang baik dan apa yang buruk dan tentang hak dan kewajiban moral
(akhlak).
2. Kumpulan
asas atau nilai yang berkenaan dengan akhlak.
3.
Nilai mengenai benar dan salah yang dianut suatu golongan atau masyarakat.
1.2
Tujuan
Adapun
maksud dan tujuan dari penulisan paper ini adalah untuk mengetahui dan
pengertian etika baik dari sudut pandang secara teori maupun dari sudut pandang
agama.
BAB II
PEMBAHASAN
1.1 Pengertian Etika
A.
Pengertian
Etika Secara Teoritis
Etika adalah suatu ajaran yang
berbicara tentang baik dan buruknya yang menjadi ukuran baik buruknya atau
dengan istilah lain ajaran tenatang kebaikan dan keburukan, yang menyangkut
peri kehidupan manusia dalam hubungannya dengan Tuhan, sesama manusia, dan
alam.
Dari segi etimologi, etika berasal dari bahasa Yunani,ethos
yang berarti watak kesusilaan atau adat. Dalam kamus umum bahasa Indonesia,
etika diartikan ilmu pengetahuan tentang azaz-azaz akhlak (moral). Dari
pengertian kebahasaan ini terlihat bahwa etika berhubungan dengan upaya
menentukan tingkah laku manusia.
Adapun arti etika dari segi istilah, telah dikemukakan para
ahli dengan ungkapan yang berbeda-beda sesuai dengan sudut pandangnya. Menurut
para ulama’ etika adalah ilmu yang menjelaskan arti baik dan buruk, menerangkan
apa yang seharusnya dilakukan oleh manusia, menyatakan tujuan yang harus dituju
oleh manusia di dalam perbuatan mereka dan menunjukkan jalan untuk melakukan
apa yang seharusnya diperbuat.
Sebagai cabang pemikiran filsafat, etika bisa dibedakan
manjadi dua: obyektivisme dan subyektivisme.
1.
Obyektivisme
Berpandangan bahwa nilai kebaikan suatu tindakan bersifat
obyektif, terletak pada substansi tindakan itu sendiri. Faham ini melahirkan
apa yang disebut faham rasionalisme dalam etika. Suatu tindakan disebut baik,
kata faham ini, bukan karena kita senang melakukannya, atau karena sejalan
dengan kehendak masyarakat, melainkan semata keputusan rasionalisme universal
yang mendesak kita untuk berbuat begitu.
2.
Subyektivisme
Berpandangan bahwa suatu tindakan disebut baik manakala
sejalan dengan kehendak atau pertimbangan subyek tertentu. Subyek disini bisa
saja berupa subyektifisme kolektif, yaitu masyarakat, atau bisa saja subyek
Tuhan.
B.
Etika Dibagi Atas Dua Macam
1.
Etika deskriptif
Etika yang berbicara mengenai suatu fakta yaitu tentang
nilai dan pola perilaku manusia terkait dengan situasi dan realitas yang membudaya
dalam kehidupan masyarakat.
2.
Etika Normatif
Etika yang memberikan penilaian serta himbauan kepada
manusia tentang bagaimana harus bertindak sesuai norma yang berlaku. Mengenai
norma norma yang menuntun tingkah laku manusia dalam kehidupan sehari hari.
Etika dalam keseharian sering dipandang sama denga etiket,
padahal sebenarnya etika dan etiket merupakan dua hal yang berbeda. Dimana
etiket adalah suatu perbuatan yang harus dilakukan. Sementa etika sendiri
menegaskan bahwa suatu perbuatan boleh atau tidak. Etiket juga terbatas pada
pergaulan. Di sisi yang lain etika tidak bergantung pada hadir tidaknya orang
lain. Etiket itu sendiri bernilairelative atau tidak sama antara satu orang
dengan orang lain. Sementa itu etika bernilaiabsolute atau tidak tergantung
dengan apapun. Etiket memandang manusia dipandang dari segi lahiriah. Sementara
itu etika manusia secara utuh.
Dengan ciri-ciri yang demikian itu, maka etika lebih
merupakan ilmu pengetahuan yang berhubungan dengan upaya menentukan perbuatan
yang dilakukan manusia untuk dikatakan baik atau buruk. Dengan kata lain etika
adalah aturan atau pola tingkah laku yang dihasilkan oleh akal manusia.
Etika
normatif dapat dibagi menjadi :
a.
Etika Umum, berbicara mengenai
kondisi-kondisi dasar bagaimana manusia bertindak secara etis, bagaimana
manusia mengambil keputusan etis, teori-teori etika dan prinsip-prinsip moral
dasar yang menjadi pegangan bagi manusia dalam bertindak serta tolak ukur dalam
menilai baik atau buruknya suatu tindakan. Etika umum dapat di analogkan dengan
ilmu pengetahuan, yang membahas mengenai pengertian umum dan teori-teori.
b. Etika Khusus, merupakan penerapan
prinsip-prinsip moral dasar dalam bidang kehidupan yang khusus. Penerapan ini
bisa berwujud : Bagaimana saya mengambil keputusan dan bertindak dalam bidang
kehidupan dan kegiatan khusus yang saya lakukan, yang didasari oleh cara, teori
dan prinsip-prinsip moral dasar. Namun, penerapan itu dapat juga berwujud :
Bagaimana saya menilai perilaku saya dan orang lain dalam bidang kegiatan dan
kehidupan khusus yang dilatarbelakangi oleh kondisi yang memungkinkan manusia
bertindak etis : cara bagaimana manusia mengambil suatu keputusan atau
tidanakn, dan teori serta prinsip moral dasar yang ada dibaliknya.
C.
Etika Memiliki Peranan Atau Fungsi Diantaranya Yaitu:
1.
Dengan etika seseorang atau kelompok dapat menegemukakan penilaian tentang
perilaku manusia
2.
Menjadi alat kontrol atau menjadi rambu-rambu bagi seseorang atau kelompok
dalam melakukan suatu tindakan atau aktivitasnya sebagai mahasiswa
3.
Etika dapat memberikan prospek untuk mengatasi kesulitan moral yang kita hadapi
sekarang.
4.
Etika dapat menjadi prinsip yang mendasar bagi mahasiswa dalam menjalankan
aktivitas kemahasiswaanya.
5.
Etika menjadi penuntun agar dapat bersikap sopan, santun, dan dengan etika kita
bisa di cap sebagai orang baik di dalam masyarakat.
Contoh dari etika :
Etika Pribadi. Misalnya seorang yang berhasil dibidang usaha (wiraswasta)
dan menjadi seseorang yang kaya raya (jutawan). Ia disibukkan dengan usahanya
sehinnga ia lupa akan diri pribadinya sebagai hamba Tuhan. Ia mempergunakan
untuk keperluan-keperluan hal-hal yang tidak terpuji dimata masyarakat
(mabuk-mabukan, suka mengganggu ketentraman keluarga orang lain). Dari segi
usaha ia memang berhasil mengembangkan usahanya sehinnga ia menjadi jutawan,
tetapi ia tidak berhasil dalam emngembangkan etika pribadinya.
Etika Sosial. Misalnya seorang pejabat pemerintah (Negara) dipercaya
untuk mengelola uang negara. Uang milik Negara berasal dari rakyat dan untuk
rakyat. Pejabat tersebut ternyata melakukan penggelapan uang Negara utnuk
kepentingan pribadinya, dan tidak dapat mempertanggungjawabkan uang yang
dipakainya itu kepada pemerintah. Perbuatan pejabat tersebut adalah perbuatan
yang merusak etika social.
Etika
moral berkenaan dengan kebiasaan berperilaku yang baik dan benar berdasarkan
kodrat manusia. Apabila etika ini dilanggar timbullah kejahatan, yaitu
perbuatan yang tidak baik dan tidak benar. Kebiasaan ini berasal dari kodrat
manusia yang disebut moral.
Contoh etika moral:
Ø berkata dan berbuat
jujur
Ø menghargai hak orang
lain
Ø menghormati orangtua dan
guru
Ø membela kebenaran dan
keadilan
Prinsip - prinsip etika
Dalam peradaban sejarah manusia sejak abad keempat sebelum
Masehi para pemikir telah mencoba menjabarkan berbagai corak landasan etika
sebagai pedoman hidup bermasyarakat. Para pemikir itu telah mengidentifikasi
sedikitnya terdapat ratusan macam ide agung (great ideas). Seluruh gagasan atau
ide agung tersebut dapat diringkas menjadi enam prinsip yang merupakan landasan
penting etika, yaitu keindahan, persamaan, kebaikan, keadilan, kebebasan, dan
kebenaran.
Prinsip Keindahan
Prinsip ini mendasari segala sesuatu yang mencakup
penikmatan rasa senang terhadap keindahan. Berdasarkan prinsip ini, manusia
memperhatikan nilai-nilai keindahan dan ingin menampakkan sesuatu yang indah
dalam perilakunya. Misalnya dalam berpakaian, penataan ruang, dan sebagainya
sehingga membuatnya lebih bersemangat untuk bekerja.
Prinsip Persamaan
Setiap manusia pada hakikatnya memiliki hak dan tanggung
jawab yang sama, sehingga muncul tuntutan terhadap persamaan hak antara
laki-laki dan perempuan, persamaan ras, serta persamaan dalam berbagai bidang
lainnya. Prinsip ini melandasi perilaku yang tidak diskrminatif atas dasar
apapun.
Prinsip Kebaikan
Prinsip ini mendasari perilaku individu untuk selalu
berupaya berbuat kebaikan dalam berinteraksi dengan lingkungannya. Prinsip ini
biasanya berkenaan dengan nilai-nilai kemanusiaan seperti hormat- menghormati,
kasih sayang, membantu orang lain, dan sebagainya. Manusia pada hakikatnya
selalu ingin berbuat baik, karena dengan berbuat baik dia akan dapat diterima
oleh lingkungannya. Penyelenggaraan pemerintahan dan pelayanan yang diberikan
kepada masyarakat sesungguhnya bertujuan untuk menciptakan kebaikan bagi
masyarakat.
Basis
teori etika.
a. Etika Teleologi
Dari kata Yunani, telos = tujuan, Mengukur baik
buruknya suatu tindakan berdasarkan tujuan yang mau dicapai dengan tindakan
itu, atau berdasarkan akibat yang ditimbulkan oleh tindakan itu.
Dua
aliran etika teleologi :
1.
egoism
etis
2.
utilitarianisme
Egoisme Etis
Egoisme adalah tindakan dari setiap orang pada
dasarnya bertujuan untuk mengejar pribadi dan memajukan dirinya sendiri tanpa
memikirkan oranglain.
Egoisme ini baru menjadi persoalan serius ketika
ia cenderung menjadi hedonistis, yaitu ketika kebahagiaan dan
kepentingan pribadi diterjemahkan semata-mata sebagai kenikmatan fisik yg
bersifat vulgar.
Utilitarianisme
Utilitarianisme berasal
dari bahasa latin utilis yang
berarti “bermanfaat”.
Menurut teori ini suatu perbuatan adalah baik
jika membawa manfaat, tapi manfaat itu harus menyangkut bukan
saja satu dua orang melainkan masyarakat sebagai keseluruhan.
Dalam rangka pemikiran
utilitarianisme,
kriteria untuk menentukan baik buruknya suatu perbuatan adalah “the greatest
happiness of the greatest number”, kebahagiaan terbesar dari
jumlah orang yang terbesar.
b. Deontologi
Istilah deontologi berasal dari kata Yunani ‘deon’
yang berarti kewajiban.
‘Mengapa perbuatan ini baik dan perbuatan itu harus ditolak sebagai buruk’, deontologi menjawab : ‘karena perbuatan pertama menjadi kewajiban kita dan karena perbuatan kedua dilarang’.
‘Mengapa perbuatan ini baik dan perbuatan itu harus ditolak sebagai buruk’, deontologi menjawab : ‘karena perbuatan pertama menjadi kewajiban kita dan karena perbuatan kedua dilarang’.
Yang menjadi dasar baik buruknya perbuatan adalah kewajiban.
Pendekatan deontologi sudah diterima dalam konteks agama, sekarang merupakan juga salah satu teori etika yang terpenting.
Pendekatan deontologi sudah diterima dalam konteks agama, sekarang merupakan juga salah satu teori etika yang terpenting.
c. Teori Hak
Dalam pemikiran moral dewasa ini barangkali teori hak ini
adalah pendekatan yang paling banyak dipakai untuk mengevaluasi baik buruknya
suatu perbuatan atau perilaku.
Teori Hak merupakan suatu aspek dari teori deontologi,
karena berkaitan dengan kewajiban. Hak dan kewajiban bagaikan dua sisi uang
logam yang sama.
Hak didasarkan atas martabat manusia dan martabat semua manusia itu sama. Karena itu hak sangat cocok dengan suasana pemikiran demokratis.
Hak didasarkan atas martabat manusia dan martabat semua manusia itu sama. Karena itu hak sangat cocok dengan suasana pemikiran demokratis.
d. Teori Keutamaan (Virtue)
Memandang sikap atau akhlak seseorang. Tidak
ditanyakan apakah suatu perbuatan tertentu adil, atau jujur, atau murah hati
dan sebagainya.
Keutamaan bisa didefinisikan sebagai berikut : disposisi watak yang telah diperoleh seseorang dan memungkinkan dia untuk bertingkah laku baik secara moral.
Contoh keutamaan :
Keutamaan bisa didefinisikan sebagai berikut : disposisi watak yang telah diperoleh seseorang dan memungkinkan dia untuk bertingkah laku baik secara moral.
Contoh keutamaan :
a)
Kebijaksanaan
b)
Keadilan
c)
Suka bekerja keras
d) Hidup
yang baik
D.
Etika Dalam Penerapan Kehidupan Sehari-hari
1.
Etika bergaul dengan orang lain
a)
Hormati perasaan orang lain, tidak mencoba menghina atau menilai mereka cacat.
b)
Jaga dan perhatikanlah kondisi orang, kenalilah karakter dan akhlaq mereka,
lalu pergaulilah mereka, masing-masing menurut apa yang sepantasnya.
c)
Bermuka manis dan senyumlah bila anda bertemu orang lain. Berbicaralah kepada
mereka sesuai dengan kemampuan akal mereka.
d)
Berbaik sangkalah kepada orang lain dan jangan memata-matai mereka.
e)
Mema`afkan kekeliruan mereka dan jangan mencari-cari kesalahankesalahannya, dan
tahanlah rasa benci terhadap mereka.
2.
Etika bertamu
a)
Untuk orang yang mengundang:
-
Jangan hanya mengundang orang-orang kaya untuk jamuan dengan mengabaikan
orang-orang fakir.
-
Jangan anda membebani tamu untuk membantumu, karena hal ini bertentangan dengan
kewibawaan.
-
Jangan kamu menampakkan kejemuan terhadap tamumu, tetapi tampakkanlah
kegembiraan dengan kahadirannya, bermuka manis dan berbicara ramah.
-
Hendaklah segera menghidangkan makanan untuk tamu, karena yang demikian itu
berarti menghormatinya.
-
Disunnatkan mengantar tamu hingga di luar pintu rumah. Ini menunjukkan
penerimaan tamu yang baik dan penuh perhatian.
b)
Bagi tamu:
-
Hendaknya tidak membedakan antara undangan orang fakir dengan undangan orang
yang kaya, karena tidak memenuhi undangan orang faqir itu merupakan pukulan
(cambuk) terhadap perasaannya.
-
Jangan tidak hadir sekalipun karena sedang berpuasa, tetapi hadirlah pada
waktunya.
-
Bertamu tidak boleh lebih dari tiga hari, kecuali kalau tuan rumah memaksa
untuk tinggal lebih dari itu.
-
Hendaknya pulang dengan hati lapang dan memaafkan kekurang apa saja yang
terjadi pada tuan rumah.
3.
Etika di jalan
a)
Berjalan dengan sikap wajar dan tawadlu, tidak berlagak sombong di saat
berjalan atau mengangkat kepala karena sombong atau mengalihkan wajah dari
orang lain karena takabbur.
b)
Memelihara pandangan mata, baik bagi laki-laki maupun perempuan.
c)
Menyingkirkan gangguan dari jalan. Ini merupakan sedekah yang karenanya
seseorang bisa masuk surga.
d)
Menjawab salam orang yang dikenal ataupun yang tidak dikenal.
4.
Etika makan dan minum
a)
Berupaya untuk mencari makanan yang halal.
b)
Hendaknya mencuci tangan sebelum makan jika tangan kamu kotor, dan begitu juga
setelah makan untuk menghilangkan bekas makanan yang ada di tanganmu.
c)
Hendaklah kamu puas dan rela dengan makanan dan minuman yang ada, dan jangan
sekali-kali mencelanya.
d)
Hendaknya jangan makan sambil bersandar atau dalam keadaan menyungkur.
e)
Hendaknya memulai makanan dan minuman dengan membaca Bismillah dan diakhiri
dengan Alhamdulillah.
f)
Tidak berlebih-lebihan di dalam makan dan minum.
5.
Etika berbicara
a)
Hendaknya pembicaran selalu di dalam kebaikan..
b)
Menghindari perdebatan dan saling membantah, sekali-pun kamu berada di fihak
yang benar dan menjauhi perkataan dusta sekalipun bercanda.
c)
Tenang dalam berbicara dan tidak tergesa-gesa.
d)
Menghindari perkataan jorok (keji).
6.
Etika bertetangga
a)
Menghormati tetangga dan berprilaku baik terhadap mereka.
b)
Bangunan yang kita bangun jangan mengganggu tetangga kita, tidak membuat mereka
tertutup dari sinar mata hari atau udara, dan kita tidak boleh melampaui
batasnya, apakah merusak atau mengubah miliknya, karena hal tersebut menyakiti
perasaannya.
c)
Jangan kikir untuk memberikan nasihat dan saran kepada mereka, dan seharusnya
kita ajak mereka berbuat yang ma`ruf dan mencegah yang munkar dengan bijaksana (hikmah)
dan nasihat baik tanpa maksud menjatuhkan atau menjelek-jelekkan mereka.
d)
Hendaknya kita selalu memberikan makanan kepada tetangga kita.
7.
Etika pergaulan suami istri
a)
Merayu istri dan bercanda dengannya di saat santai berduaan.
b)
Meletakkan tangan di kepala istri dan mendo`akannya.
c)
Disunnahkan bagi kedua mempelai melakukan shalat dua raka`at bersama, karena
hal tersebut dinukil dari kaum salaf.
d)
Haram bagi suami-istri menyebarkan tentang rahasia hubungan keduanya.
e)
Hendaknya masing-masing saling bergaul dengan baik, dan melaksanakan kewajiban
masing-masing terhadap yang lain.
8.
Etika menjenguk orang sakit
a)
Untuk orang yang berkunjung (menjenguk):
-
Hendaknya
tidak lama di dalam berkunjung, dan mencari waktu yang tepat untuk berkunjung,
dan hendaknya tidak menyusahkan si sakit, bahkan berupaya untuk menghibur dan
membahagiakannya.
- Mendo`akan semoga cepat sembuh, dibelaskasihi
Allah, selamat dan disehatkan.
- Mengingatkan si sakit untuk bersabar atas taqdir
Allah SWT.
b)
Untuk orang yang sakit:
- Hendaknya segera bertobat dan bersungguh-sungguh
beramal shalih.
- Berbaik sangka kepada Allah, dan selalu mengingat
bahwa ia sesungguhnya adalah makhluk yang lemah di antara makhluk Allah
lainnya, dan bahwa sesungguhnya Allah Subhanahu wa Ta'ala tidak membutuhkan
untuk menyiksanya dan tidak mem-butuhkan ketaatannya.
- Hendaknya cepat meminta kehalalan atas
kezhaliman-kezhaliman yang dilakukan olehnya, dan segera membayar/menunaikan
hak-hak dan kewajiban kepada pemi-liknya, dan menyampaikan amanat kepada yang
berhak menerimanya.
1.2 Pengertian Etika Dari Sudut Pandang Agama ISLAM
Masalah hubungan
agama dan etika pada masyarakat Islam kurang begitu mendapat perhatian. Boleh
jadi alasannya adalah karena tersebarnya maarif Islam secara luas pada
komunitas Islam. Membahas masalah-masalah seperti ini dan apa hubungan antara
agama dan akhlak, yang mana yang memiliki prinsipalitas, tidak diragukan lagi
dan tidak menjadi pertanyaan. Demikian juga, tidak begitu mengandung subyek
persoalan sehingga harus dibahas dan dikaji.
Berkebalikan
dengan masyarakat Barat, pembahasan ini mengemuka secara luas dan memiliki
latar belakang sejarah yang panjang yang dapat ditelusuri hingga pasca
Renaissance. Karena masa sebelum Renaissance agama yang menyebar adalah agama
Kristen dan mendominasi seluruh dimensi hidup masyarakat Eropa seperti dimensi
pengetahuan, kebudayaan, sosial, akhlak dan dimensi-dimensi lainnya. Seiring
dengan tumbangnya peran dominan gereja pada pelbagai panggung kehidupan,
bersamaan dengan itu, masyarakat mulai merasa muak terhadap agama dan pelbagai
kecendrungan beragama.
Alih-alih condong
kepada Tuhan, mereka malah lebih mengandrungi humanisme yang menjadikan manusia
sebagai sentral dan poros perhatiannya. Pelan tapi pasti, pemikiran ini semakin
menguat dan merajalela hingga pada abad-abad belakangan . Akhirnya mereka
secara resmi mengemukakakan persoalan etika tanpa Tuhan. Namun tetap dapat
dijumpai kecendrungan sebaliknya. Terdapat sebagian orang menyatakan sikap,
baik dari kalangan Kristen dan non-Kristen , dan berkukuh bahwa etika mustahil
dapat terealisir tanpa agama.
Etika berasas pada Agama
Dalam
mengelaborasi pembahasan etika yang berasaskan agama kiranya kita perlu
mengingat poin ini bahwa satu sistem etika senantiasa mengikut pada satu
pandangan dunia tertentu . Dan kita tahu bahwa sesuai dengan pandangan dunia
agama, puncak kesempurnaan manusia telah didefinisikan secara khusus . Dalam
pandangan dunia agama, perbuatan etis adalah sebuah perbuatan yang
menghantarkan manusia kepada Tuhan. Sesuai dengan pandangan dunia agama,
kesempurnaan manusia terletak pada sampainya ia pada Tuhan. Dengan demikian,
sebuah perbuatan akan menjadi etis dan ber moral tatkala dapat membantu manusia
untuk sampai pada tujuan ini.
Dengan
menerima prinsip ini, kini kita harus melihat bahwa manusia yang berada pada
jalur kesempurnaan dan boleh jadi pada tingkatan-tingkatan permulaan
kesempurnaan ini, apakah ia menguasai secara sempurna terhadap lintasan yang
harus dilalui? Apakah , terkait dengan pemberian petunjuk dan sistem etika yang
akan menyampaikannya kepada tujuan ini , ia memiliki kemandirian dan tidak
memerlukan panduan?
Jelas bahwa
apabila tujuan manusia adalah untuk sampai kepada Tuhan maka etikanya haruslah
etika Ilahi. Dalam meralisir tujuan ini, tentu saja manusia akan membuntuhkan
prinsip etika atau pun pada hal-hal parti k ular yang berasal dari
sumber-sumber revelasional dan Ilahi (baca: agama) . Tatkala prinsip etika yang
dianutnya adalah etika tanpa Tuhan dan etika yang dianut adalah etika humanis,
maka tidak ada kejelasan dan jaminan apakah asas tersebut akan menghantarkannya
sampai kepada Tuhan atau hanya dapat memenuhi seluruh keinginan manusia itu
sendiri.
Karena itu,
klaim kemandirian akal , itu pun akal ego sentris dan pragmatis dalam
membangun fondasi akhlak yang benar dan hakiki – dari sudut pandang bahwa
tujuan manusia adalah sampai kepada Tuhan – tidak akan dapat diterima.
Adapun untuk
membangun fondasi etika humanisme yang mencari kesempurnaan manusia dan
terlepas dari masalah-masalah Ilahi, sama sekali tidak memerlukan agama, bahkan
dari sudut pandang ini, maka boleh jadi kebanyakan proposisi etika-religius
akan bernilai nihil dan tanpa makna.
Dengan
demikian , orang-orang yang mengklaim etika tanpa agama dan Tuhan, mau-tak-mau,
sadar-tidak-sadar, telah menempatkan sumber etika pada jiwa manusia yang
terbatas . B ukan aku sebagai manusia unggul, pencari Tuhan, dan bukan akal
yang mencari kesempurnaan; karena akal terunggul senantiasa disertai dengan
wahyu dan mengambil sinar dari cahaya nya . Berbeda dengan akal pragmatis dan
serba duniawi yang telah sampai pada tingkat kenihilan . Bagi mereka yang masih
berada dalam polemi k membangun fondasi etika tanpa Tuhan juga akan
bernasib yang sama yaitu terbenam dalam kenihilan.
Ucapan
terkenal Fyodor Dostoyevsky yang menyatakan bahwa, “Sekiranya tiada Tuhan maka
segala sesuatunya boleh dilakukan” [2] sejatinya
tengah menyinggung realitas yang disebutkan bahwa sekiranya manusia tanpa
identitas Ilahiah dalam melakukan perbuatan moral dan etis maka hal itu tidak
akan memunculkan motivasi untuk melakukan perbuatan moral. S esuai
dengan standar moral yang memiliki kehakikian sendirinya menunjukkan bahwa
intensitas identitas Ilahiah dan agamis sangat kental dan penuh warna dalam
diri manusia. I dentitas Ilahiah ini tidak akan terealisir tanpa ber hubungan
dengan Tuhan.
Karena itu,
etika yang bersandar pada agama berseberangan dengan pandangan etika tanpa
Tuhan dan humanism e. Sejatinya, etika tanpa agama tidak hanya tidak
dapat digambarkan ia juga tidak dapat terealisir dalam dunia nyata. Terlepas
apakah prinsip etika atau pun pada hal-hal partikularnya itu terinspirasi dari
wahyu.
Namun kita
harus mengingat poin ini bahwa yang dimaksud dengan etika yang berasaskan agama
bukanlah bertautan dengan baik dan buruknya segala sesuatu, etis atau non
-etisnya perbuatan-perbuatan manusia yang bersumber dari perintah dan larangan
Ilahi . Y ang dimaksud dengan etika yang berasaskan agama bahwa baik dan buruk
esensial, pada kebanyakan perkara harus dikenal melalui penjelasan Syari’ (Allah
Swt) dan kita tidak dapat memandang seluruh hal partikularnya memiliki
kemandirian. Karena itu, peran wahyu di sini berada pada tataran itsbat
(pembuktian) bukan pada tingkatan tsubut (realitas,
ketetapan) .
Komparasi antara Etika dan Agama
Antara
etika dengan agama terdapat titik persamaan dan perbedaan:
Persamaanya sebagai berikut:
a.
Pada sasarannya : Baik etika maupun
agama sama-sama bertujuan meletakkan dasar ajaran moral, supaya manusia dapat
membedakan mana perbuatan yang baik dan mana yang tercela.
b.
Pada sifatnya : Etika dan agama sama
bersifat memberi peringatan, jadi tidak memaksa.
Perbedaanya
sebagai berikut:
a.
Pada segi prinsip : Agama merupakan
suatu kepercayaan pengabdian ( dengan segala syarat dan caranya ) kepada Tuhan
Yang Maha Esa. Etika bukanlah kepercayaan yang mengandung pengabdian.
b.
Pada bidang ajarannya : Agama
membawa/mengajarkan manusia pada dua jenis dunia ( alam fana dan alam
baqa/akhirat). Etika hanya mempersoalkan kehidupan moral manusia di alam fana
ini.
c.
Agama (islam) itu sumbernya dari
Allah SWT. Tetapi etika dengan macam-macam jenisnya itu, sumbernya adalah dari
pemikiran manusia ( sesuai dengan aliran masing-masing).
d.
Ajaran agama dapat melengkapi atau
memperkuat ajaran etika, tetapi tidak semua ajaran dan pandangan etika, dapat
diterima oleh agama.
Bila
semua keterangan tersebut di atas kita transfer
kepada manusia, itu berarti bahwa semua manusia yang beragama (islam),
itu dengan sendirinya mengerti soal-soal etika/moral, tetapi mereka yang hanya
mempelajari etika (sebagai suatu ilmu/filsafat), belum tentu beragama.
Ayat – Ayat Alquran Yang Menjelaskan
Tentang Etika
وَلَا تُصَعِّرْ خَدَّكَ
لِلنَّاسِ وَلَا تَمْشِ فِي الْأَرْضِ مَرَحًا ۖ إِنَّ اللَّهَ لَا يُحِبُّ كُلَّ مُخْتَالٍ
فَخُورٍ
Artinya
: Dan janganlah kamu memalingkan mukamu dari manusia (karena sombong) dan
janganlah kamu berjalan di muka bumi dengan angkuh. Sesungguhnya Allah tidak menyukai
orang-orang yang sombong lagi membanggakan diri. ( Q.S Luqman : 18).
Ayat tersebut diatas menjelaskan bahwa
manusia yang diciptakan oleh Allah SWT ke atas permukaan bumi ini hendaknya
selalu perduli terhadap sesamanya, dan jangan selalu mementingkan diri sendiri,
karena manusia tidak akan bisa hidup tanpa manusia yang lain, artinya bahwa
etika yang baik harus dimiliki oleh setiap orang.
لَا يُحِبُّ اللَّهُ الْجَهْرَ بِالسُّوءِ
مِنَ الْقَوْلِ إِلَّا مَنْ ظُلِمَ وَكَانَ اللَّهُ سَمِيعًا عَلِيمًا
Artinya
: Allah tidak menyukai ucapan buruk, (yang diucapkan) dengan terang kecuali
oleh orang yang dianiaya. Allah adalah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.
Jika kamu menyatakan sesuatu kebaikan atau menyembunyikan atau memaafkan
sesuatu kesalahan (orang lain), maka sesungguhnya Allah Maha Pemaaf lagi Maha
Kuasa.
BAB III
KESIMPULAN
Dari hasil pembahasan di atas dapat
disimpulkan bahwa etika dari sudut pandang teoritis maupun dari sudut pandang
agama ISLAM sama – sama bertujuan untuk mengatur akhlak manusia agar bertindak
sesuai dengan jalan yang baik agar tujuan kedamain dari berbagai segi kehidupan
dapat kita raih, manun permasalahan yang muncul adalah bahwa setiap mental
manusia tidak memiliki pemikiran dan tingkah laku yang sama, sehingga sulit
untuk mencapai ketentraman tersebut.
DAFTAR PUSTAKA
Ø Eka Darmaputera. 1987. Etika
Sederhana Untuk Semua: Perkenalan Pertama. Jakarta: BPK Gunung Mulia.
Ø Ismani, nila. 2001. Etika
Keperawatan. Jakarta : Widya Medika.
Ø J.A.B. Jongeneel. 1980. Hukum
Kemerdekaan Jilid 1. Jakarta: BPK Gunung Mulia.
Ø J. Verkuyl. 1982. Etika Kristen
Bagian Umum, Jakarta: BPK Gunung Mulia
Ø K. Bertens. 2000. Etika. Jakarta:
Gramedia Pustaka Utama.
Ø Paul L. Lehmann. 1963. Ethics in a
Christian Context. New York: Harper & Row Publishers, 25.
Ø Suhaemi, mimin. 2004. Etika
Keperawatan Aplikasi pada Praktek. Jakarta : EGC
0 comments:
Post a Comment