Sunday, December 8, 2013

STRUKTUR PERKEMBANGAN TUMBUHAN II



Makalah Biologi





STRUKTUR PERKEMBANGAN TUMBUHAN II


Oleh :

HENGKI HERMAWAN
( 1205101050067 )




  
PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SYIAH KUALA
DARUSSALAM - BANDA ACEH
2013


PENDAHULUAN

Pertumbuhan, perkembangan, dan pergerakan tumbuhan dikendalikan beberapa golongan zat yang secara umum dikenal sebagai hormon tumbuhan atau fitohormon. Penggunaan istilah "hormon" sendiri menggunakan analogi fungsi hormon pada hewan; dan, sebagaimana pada hewan, hormon juga dihasilkan dalam jumlah yang sangat sedikit di dalam sel. Beberapa ahli berkeberatan dengan istilah ini karena fungsi beberapa hormon tertentu tumbuhan (hormon endogen, dihasilkan sendiri oleh individu yang bersangkutan) dapat diganti dengan pemberian zat-zat tertentu dari luar, misalnya dengan penyemprotan (hormon eksogen, diberikan dari luar sistem individu). Mereka lebih suka menggunakan istilah zat pengatur tumbuh (bahasa Inggris plant growth regulator).
Hormon tumbuhan merupakan bagian dari proses regulasi genetik dan berfungsi sebagai prekursor. Rangsangan lingkungan memicu terbentuknya hormon tumbuhan. Bila konsentrasi hormon telah mencapai tingkat tertentu, sejumlah gen yang semula tidak aktif akan mulai ekspresi. Dari sudut pandang evolusi, hormon tumbuhan merupakan bagian dari proses adaptasi dan pertahanan diri tumbuh-tumbuhan untuk mempertahankan kelangsungan hidup jenisnya.
Pemahaman terhadap fitohormon pada masa kini telah membantu peningkatan hasil pertanian dengan ditemukannya berbagai macam zat sintetis yang memiliki pengaruh yang sama dengan fitohormon alami. Aplikasi zat pengatur tumbuh dalam pertanian modern mencakup pengamanan hasil (seperti penggunaan cycocel untuk meningkatkan ketahanan tanaman terhadap lingkungan yang kurang mendukung), memperbesar ukuran dan meningkatkan kualitas produk (misalnya dalam teknologi semangka tanpa biji), atau menyeragamkan waktu berbunga (misalnya dalam aplikasi etilena untuk penyeragaman pembungaan tanaman buah musiman), untuk menyebut beberapa contohnya.


1.      DEFENISI HORMON
Hormon tumbuhan, atau pernah dikenal juga dengan fitohormon, adalah sekumpulan senyawa organik bukan hara (nutrien), baik yang terbentuk secara alami maupun dibuat oleh manusia, yang dalam kadar sangat kecil (di bawah satu milimol per liter, bahkan dapat hanya satu mikromol per liter) mendorong, menghambat, atau mengubah pertumbuhanperkembangan, dan pergerakan (taksis) tumbuhan.
Penggunaan istilah "hormon" sendiri menggunakan analogi fungsi hormon pada hewan. Namun demikian, berbeda dari hewan, hormon tumbuhan dapat bersifat endogen, dihasilkan sendiri oleh individu yang bersangkutan, maupun eksogen, diberikan dari luar sistem individu. Hormon eksogen dapat juga merupakan bahan non-alami (sintetik, tidak dibuat dari ekstraksi tumbuhan). Oleh karena itu, untuk mengakomodasi perbedaan ini dipakai pula istilah zat pengatur tumbuh (bahasa Inggris: plant growth regulator/substances).
      2.      PEMBAGIAN HORMON
Terdapat ratusan hormon tumbuhan atau zat pengatur tumbuh (ZPT) yang dikenal orang, baik yang endogen maupun yang eksogen. Pengelompokan dilakukan untuk memudahkan identifikasi, dan didasarkan terutama berdasarkan perilaku fisiologi yang sama, bukan kemiripan struktur kimia. Pada saat ini dikenal lima kelompok utama hormon tumbuhan, yaitu 
·       auksin (bahasa Inggrisauxins), 
·       sitokinin(cytokinins), 
·       giberelin (gibberellins, GAs), 
·       asam absisat (abscisic acid, ABA), dan 
·       etilena (etena, ETH).
Selain itu, dikenal pula kelompok-kelompok lain yang berfungsi sebagai hormon tumbuhan namun diketahui bekerja untuk beberapa kelompok tumbuhan atau merupakan hormon sintetik, seperti brasinosteroidasam jasmonatasam salisilat, dan poliamina. Beberapa senyawa sintetik berperan sebagai inhibitor (penghambat perkembangan).
  1. SEJARAH GIBERELIN
Gibberellin adalah jenis hormon tumbuh yang mula-mula diketemukan di Jepang oleh Kurosawa pada tahun 1926. Penelitian lanjutan dilakukan oleh Yabuta dan Hayashi (1939). Ia dapat mengisolasi crystalline material yang dapat menstimulasi pertumbuhan pada akar kecambah. Dalam tahun 1951, Stodola dkk melakukan penelitian terhadap substansi ini dan menghasilkan "Gibberelline A" dan "Gibberelline X". adapun hasil penelitian lanjutannya menghasilkan GA1, GA2, dan GA3. Pada saat yang sama dilakukan pula penelitian di Laboratory of the Imperial Chemical Industries di Inggris sehingga menghasilkan GA3 (Cross, 1954 dalam Weaver 1972). Nama Gibberellin acid untuk zat tersebut telah disepakati oleh kelompok peneliti itu sehingga popular sampai sekarang. Di dalam alam telah ditemukan lebih dari sepuluh buah jenis gibberellin. Menurut Mac Millan dan Takashashi (1968), Kang (1970) dan Weaver (1972), gibberellin ada yang diketemukan dalam jamur Gibberella Fujikuroi, ada yang diketemukan pada tanaman tinggi dan ada juga yang diketemukan pada keduanya. Jenis gibberellin yang diketemukan pada jamur yaitu ; GA1, GA2, GA3, GA4, GA7, GA9, s.d GA16, GA24, GA25, GA36. Sedangkan jenis gibberellin yang diketemukan pada tanaman derajat tinggi yaitu ; GA1, s.d GA9, GA13, GA17, s.d GA23, GA26, s.d GA35. Dan yang terakhir yaitu gibberellin yang diketemukan pada jamur dan tanaman derajat tinggi yaitu ; GA1, s.d GA4, GA7, GA9, dan GA13. Gibberellin ; GA1 s.d GA5, GA7 s.d GA9, GA19, GA20, GA26, GA27, dan GA29 diketemukan pada Pharbitis nil, GA1, GA5, GA8, GA9, GA13, diketemukan pada umbi tulip, kemudian GA3, GA4, GA7, diketemukan pada anggur, GA18, GA19, GA20, diketemukan pada pucuk bambu, GA3, GA4, GA7, dijumpai pada biji apel, selanjutnya GA21, dan GA22, dijumpai pada sword bean. Pada tanaman lain yaitu : Lipinus lutens (GA18, GA23, GA28), pada pucuk tanaman jeruk dan biji mentimun diketemukan GA1, tebu (GA5), pisang (GA7), kacang, jagung, barley wheat diketemukan GA1. Adapun pada tanaman Phaseolus coclirecus diketemukan ; GA1, GA3 s.d GA6, GA8, GA13, GA17, dan GA20. Kemudian pada Rudbeckia bicolor diketemukan ; GA1, GA4, GA7, s.d GA9. Dan yang terakhir yaitu pada Calonyction aculeatum diketemukan : GA30, GA31, GA33, dan GA34. Hasil penelitian Meizger dan Zeivaart (1980) menunjukan bahwa pada pucuk bayam (spinach) didapatkan gibberellin ; GA53, GA44, GA19, GA17, GA20, dan GA29.
4.        DEFENISI GIBERELIN
Giberelin (GA) merupakan hormon yang dapat ditemukan pada hampir semua seluruh siklus hidup tanaman. Hormon ini mempengaruhi perkecambahan biji, batang perpanjangan, induksi bunga, pengembangan anter, perkembangan biji dan pertumbuhan pericarp. Selain itu, hormon ini juga berperan dalam respon menanggapi rangsang dari melalui regulasi fisiologis berkaitan dengan mekanisme biosntesis GA.
Giberelin pada tumbuhan dapat ditemukan dalam dua fase utama yaitu giberelin aktif (GA Bioaktif) dan giberelin nonaktif. Giberelin yang aktif secara biologis (GA bioaktif) mengontrol beragam aspek pertumbuhan dan perkembangan tanaman, termasuk perkecambahan biji, batang perpanjangan, perluasan daun, dan bunga dan pengembangan benih. Hingga tahun 2008 terdapat lebih lebih dari seratus GA telah diidentifikasi dari tanaman dan hanya sejumlah kecil dari mereka, seperti GA1 dan GA4, diperkirakan berfungsi sebagai bioaktif hormon.
      5.      FUNGSI GIBERELIN
Beberapa fungsi giberelin pada tumbuhan sebagai berikut :
      1)      Mematahkan dormansi atau hambatan pertumbuhan tanaman sehingga tanaman dapat tumbuh normal   (tidak kerdil) dengan cara mempercepat proses pembelahan sel..
      2)      Meningkatkan pembungaan.
      3)      Memacu proses perkecambahan biji. Salah satu efek giberelin adalah mendorong terjadinya sintesis enzim dalam biji seperti amilase, protease dan lipase dimana enzim tersebut akan merombak dinding sel endosperm biji dan menghidrolisis pati dan protein yang akan memberikan energi bagi perkembangan embrio diantaranya adalah radikula yang akan mendobrak endosperm, kulit biji atau kulit buah yang membatasi pertumbuhan/perkecambahan biji sehingga biji berkecambah
4)      Berperan pada pemanjangan sel.
Peran giberelin pada pemanjangan sel melalui :
A.      Peningkatan kadar auxin :
·         giberelin akan memacu pembentukan enzim yang melunakkan dinding sel terutama enzim proteolitik yang akan melepaskan amino triptofan (prekusor/pembentuk auksin) sehingga kadar auxin meningkat.
·         giberelin merangsang pembentukkan polihidroksi asam sinamat yaitu senyawa yang menghambat kerja dari enzim IAA oksidase dimana enzim ini merupakan enzim perusak Auxin.
      B.     giberelin merangsang terbentuknya enzim a-amilase dimana enzim ini akanmenghidrolisis pati sehingga kadar gula dalam sel akan naik yang akan menyebabkan air lebih banyak lgi masuk ke sel sehingga sel memanjang.
      5)      Berperan pada proses partenokarpi. pada beberapa kasus  pembentukan buah dapat terjadi tanpa adanya fertilisasi atau pembuahan, proses ini dinamai partenokarpi.
      6.      MEKANISME SEDERHANA PENGARUH HORMON/ ZAT PENGATUR TUMBUH (ZPT) HORMONIK TERHADAP PERTUMBUHAN VEGETATIF DAN GENERATIF
Tanaman secara alamiah tanaman sudah mengandung hormon pertumbuhan seperti Auksin, giberelin dan Sitokin yang dalam tulisan ini diistilahkan dengan hormon endogen. Kebanyakan hormon endogen di tanaman berada pada jaringan meristem yaitu jaringan yang aktif tumbuh seperti ujung-ujung tunas/tajuk dan akar. Tetapi karena pola budidaya yang intensif yang disertai pengelolaan tanah yang kurang tepat maka kandungan hormon endogen tersebut menjadi rendah/kurang bagi proses pertumbuhan vegetatif dan generatif tanaman. Akibatnya sering dijumpai pertumbuhan tanamaman lambat, kerontokan bunga/ buah, ukuran umbi/buah kecil yang merupakan sebagian tanda kekurangan hormon (selain kekurangan zat lainnya seperti unsur hara). Oleh karena itu penambahan hormon dari luar (hormon eksogen) seperti produk HORMONIK yang mengandung hormon Auksin , giberelin dan Sitokinin ORGANIK (Non sintetik/kimia) mutlak diperlukan untuk menghasilkan pertumbuhan vegetatif dan generatif tanaman yang optimal.
Untuk mengetahui bagaimana mekanisme kerja HORMONIK (Auksin, giberelin dan Sitokinin) pada tanaman, berikut diuraikan secara global dan sederhana.
Pemberian Auksin eksogen (HORMONIK) akan meningkatkan permeabilitas dinding sel yang akan mempertinggi penyerapan unsur , diantaranya unsur N, Mg, Fe, Cu untuk membentuk chlorofil yang sangat diperlukan untuk mempertinggi fotosintesis. Dengan fotosintesis yang semakin meningkat akan dihasilkan hasil fotosintesis yang meningkat dan bersama dengan auxin akan bergerak ke akar untuk memacu pembentukan giberelin dan Sitokinin di akar yang akan membantu pembentukan dan perkembangan akar . Penambahan kandungan Auksin eksogen di akar akan meningkatkan tekanan turgor akar sehingga giberelin dan Sitokinin endogen di akar akan diangkut ke atas/ bagian tajuk tanaman.
Dengan penambahan Sitokinin dan giberelin eksogen maka terjadi peningkatan kandungan Sitokinin dan giberelin ditanaman (tajuk) dan akan meningkatkan jumlah sel (oleh hormon Sitokinin) dan ukuran sel (oleh hormon giberelin) yang bersama-sama dengan hasil fotosintat yang meningkat di awal penanaman akan mempercepat proses pertumbuhan vegetatif tanaman (termasuk pembentukan tunas-tunas baru) selain juga mengatasi kekerdilan tanaman.
Seiring dengan pertumbuhan vegetatif tanaman, hasil fotosentesis akan meningkat terus dan ditambah kandungan giberelin dan sitokinin eksogen akan meningkatkan perbandingan C/N yang menyebabkan peralihan dari masa vegetatif ke generatif dengan terbentuknya kuncup bunga/buah atau umbi. Pada saat terbentuk bunga atau buah, jika kandungan auksin rendah maka sel-sel antara tangkai bunga/buah dengan ranting/cabang akan berubah menjadi jaringan mati yaitu jaringan gabus sehingga bunga/buah mudah rontok. Dengan penambahan Auxin Eksogen akan menghambat perubahan sel-sel tersebut menjadi jaringan gabus sehingga kerontokkan dapat dicegah/dikurangi.
Di fase generatif ini penambahan Hormon Sitokinin dan giberelin eksogen akan meningkatkan kapasitas jaringan penyimpanan hasil fotosintesa yang dipanen (umbi, buah dll) yaitu sitokinin akan memperbanyak sel jaringan penyimpanan dan giberelin akan memperbesar sel jaringan penyimpanan sehingga mampu menerima hasil-hasil fotosintesa lebih banyak yang berakibat ukuran jaringan penyimpanan (buah) lebih besar (semangka, kentang, dll) atau bernas (padi, jagung dll).
  1. METABOLISME GIBBERELLINE
Biosintesis gibberelline yang terdapat dalam jamur Gibberella Fujikuroi berproses dari Mevalonic acid sampai menjadi gibberellin. Di dalam proses biosintesis telah diketemukan zat penghambat (growth retardant) di dalam aktivitas ini. Beberapa contoh growth retardant yang menghambat biosintesis gibberelline pada tanaman antara lain Amo-1618 (2-isopropil-4-dimetil-kamine-5 metil phenil- 4pipendine karboksilatmetil klorida) menghambat biosintesis gibberelline pada tanaman mentimun liar (Exhmocytis macrocarpa). Amo-1618 menghambat dalam proses perubahan dari Geranylgeranyl pyrophosphate ke Kaurene. Begitu pula growth retardant CCC (2-chloroethyl) trimethyl (- amonium chloride) memperlihatkan aktivitas yang sama dengan Amo- 1618.
8.      KARAKTERISTIK KIMIA GIBERELIN
Semua giberelin yang ditemukan adalah senyawa diterpenoid. Semua kelompok terpinoid terbentuk dari unit isoprene yang memiliki 5 atom karbon (C). Unit-unit isoprene ini dapat bergabung menghasilkan monoterpene (C-10), sesqueterpene (C-15), diterpene (C-20), dan triterpene (C-30). Asam diterpenoid disintesis melalui jalur terpenoid dan dimodifikasi di dalam retikulum endoplasma dan sitosol sampai menjadi senyawa yang aktif.
Semua molekul giberelin mengandung ‘Gibban Skeleton’. Giberelin dapat dikelompokkan mejadi dua kelompok berdasarkan jumlah atom C, yaitu yang mengandung 19 atom C dan 20 atom C. Sedangkan berdasarkan posisi gugus hydroksil dapat dibedakan menjadi gugu hidroksil yang berada di atom C nomor 3 dan nomor 13.
Penelitian lebih lanjut juga menemukan beberapa senyawa lain yang memiliki fungsi seperti giberelin tetapi tidak memiliki ‘Gibban Skeleton’.


























DAFTAR PUSTAKA

Ø  Anonim, 2011. Giberelin. www.wordpress.com. Diakses tanggal 30 mei 2011.
Ø  Budi, Santoso, 2008. Hormon Tumbuhan. www.bloger.com. Dikases tanggal 30 Mei 2011.
Ø  Dwijoseputro, 1980. Pengantar fisiologi tumbuhan. P.T. Gramedia. Jakarta.
Ø  Wattimena. 1987. Zat pengatur tumbuh tanaman. PAU Bioteknologi IPB. Bogor.

0 comments: