Makalah Biologi
STRUKTUR PERKEMBANGAN
TUMBUHAN II
Oleh :
HENGKI HERMAWAN
( 1205101050067 )
PROGRAM
STUDI AGROTEKNOLOGI
FAKULTAS
PERTANIAN
UNIVERSITAS
SYIAH KUALA
DARUSSALAM
- BANDA ACEH
2013
PENDAHULUAN
Pertumbuhan, perkembangan, dan pergerakan
tumbuhan dikendalikan beberapa golongan zat yang secara umum dikenal sebagai
hormon tumbuhan atau fitohormon. Penggunaan istilah "hormon" sendiri
menggunakan analogi fungsi hormon pada hewan; dan, sebagaimana pada hewan,
hormon juga dihasilkan dalam jumlah yang sangat sedikit di dalam sel. Beberapa
ahli berkeberatan dengan istilah ini karena fungsi beberapa hormon tertentu
tumbuhan (hormon endogen, dihasilkan sendiri oleh individu yang bersangkutan)
dapat diganti dengan pemberian zat-zat tertentu dari luar, misalnya dengan
penyemprotan (hormon eksogen, diberikan dari luar sistem individu). Mereka
lebih suka menggunakan istilah zat pengatur tumbuh (bahasa Inggris plant growth
regulator).
Hormon tumbuhan merupakan bagian dari proses
regulasi genetik dan berfungsi sebagai prekursor. Rangsangan lingkungan memicu
terbentuknya hormon tumbuhan. Bila konsentrasi hormon telah mencapai tingkat
tertentu, sejumlah gen yang semula tidak aktif akan mulai ekspresi. Dari sudut
pandang evolusi, hormon tumbuhan merupakan bagian dari proses adaptasi dan
pertahanan diri tumbuh-tumbuhan untuk mempertahankan kelangsungan hidup
jenisnya.
Pemahaman terhadap fitohormon pada masa kini
telah membantu peningkatan hasil pertanian dengan ditemukannya berbagai macam
zat sintetis yang memiliki pengaruh yang sama dengan fitohormon alami. Aplikasi
zat pengatur tumbuh dalam pertanian modern mencakup pengamanan hasil (seperti
penggunaan cycocel untuk meningkatkan ketahanan tanaman terhadap lingkungan
yang kurang mendukung), memperbesar ukuran dan meningkatkan kualitas produk
(misalnya dalam teknologi semangka tanpa biji), atau menyeragamkan waktu
berbunga (misalnya dalam aplikasi etilena untuk penyeragaman pembungaan tanaman
buah musiman), untuk menyebut beberapa contohnya.
1.
DEFENISI HORMON
Hormon tumbuhan, atau pernah dikenal
juga dengan fitohormon,
adalah sekumpulan senyawa organik bukan hara (nutrien), baik
yang terbentuk secara alami maupun dibuat oleh manusia, yang dalam kadar sangat
kecil (di bawah satu milimol per liter, bahkan dapat hanya
satu mikromol per liter) mendorong, menghambat, atau mengubah pertumbuhan, perkembangan, dan pergerakan (taksis) tumbuhan.
Penggunaan istilah "hormon" sendiri menggunakan
analogi fungsi hormon pada hewan. Namun demikian, berbeda dari
hewan, hormon tumbuhan dapat bersifat endogen, dihasilkan sendiri oleh
individu yang bersangkutan, maupun eksogen, diberikan dari luar sistem
individu. Hormon eksogen dapat juga merupakan bahan non-alami (sintetik, tidak
dibuat dari ekstraksi tumbuhan). Oleh karena itu, untuk mengakomodasi perbedaan
ini dipakai pula istilah zat pengatur tumbuh (bahasa Inggris: plant growth regulator/substances).
2.
PEMBAGIAN HORMON
Terdapat ratusan hormon tumbuhan atau zat
pengatur tumbuh (ZPT) yang dikenal orang, baik yang endogen maupun yang
eksogen. Pengelompokan dilakukan untuk memudahkan identifikasi, dan didasarkan
terutama berdasarkan perilaku fisiologi yang sama, bukan kemiripan struktur
kimia. Pada saat ini dikenal lima kelompok utama hormon tumbuhan, yaitu
Selain itu, dikenal pula kelompok-kelompok lain
yang berfungsi sebagai hormon tumbuhan namun diketahui bekerja untuk beberapa
kelompok tumbuhan atau merupakan hormon sintetik, seperti brasinosteroid, asam jasmonat, asam salisilat, dan poliamina. Beberapa senyawa
sintetik berperan sebagai inhibitor (penghambat perkembangan).
- SEJARAH GIBERELIN
Gibberellin
adalah jenis hormon tumbuh yang mula-mula diketemukan di Jepang oleh Kurosawa
pada tahun 1926. Penelitian lanjutan dilakukan oleh Yabuta dan Hayashi (1939).
Ia dapat mengisolasi crystalline material yang dapat menstimulasi pertumbuhan
pada akar kecambah. Dalam tahun 1951, Stodola dkk melakukan penelitian terhadap
substansi ini dan menghasilkan "Gibberelline A" dan
"Gibberelline X". adapun hasil penelitian lanjutannya menghasilkan
GA1, GA2, dan GA3. Pada saat yang sama dilakukan pula penelitian di Laboratory
of the Imperial Chemical Industries di Inggris sehingga menghasilkan GA3
(Cross, 1954 dalam Weaver 1972). Nama Gibberellin acid untuk zat tersebut telah
disepakati oleh kelompok peneliti itu sehingga popular sampai sekarang. Di
dalam alam telah ditemukan lebih dari sepuluh buah jenis gibberellin. Menurut Mac
Millan dan Takashashi (1968), Kang (1970) dan Weaver (1972), gibberellin ada
yang diketemukan dalam jamur Gibberella Fujikuroi, ada yang diketemukan pada
tanaman tinggi dan ada juga yang diketemukan pada keduanya. Jenis gibberellin
yang diketemukan pada jamur yaitu ; GA1, GA2, GA3, GA4, GA7, GA9, s.d GA16,
GA24, GA25, GA36. Sedangkan jenis gibberellin yang diketemukan pada tanaman
derajat tinggi yaitu ; GA1, s.d GA9, GA13, GA17, s.d GA23, GA26, s.d GA35. Dan
yang terakhir yaitu gibberellin yang diketemukan pada jamur dan tanaman derajat
tinggi yaitu ; GA1, s.d GA4, GA7, GA9, dan GA13. Gibberellin ; GA1 s.d GA5, GA7
s.d GA9, GA19, GA20, GA26, GA27, dan GA29 diketemukan pada Pharbitis nil, GA1,
GA5, GA8, GA9, GA13, diketemukan pada umbi tulip, kemudian GA3, GA4, GA7,
diketemukan pada anggur, GA18, GA19, GA20, diketemukan pada pucuk bambu, GA3,
GA4, GA7, dijumpai pada biji apel, selanjutnya GA21, dan GA22, dijumpai pada
sword bean. Pada tanaman lain yaitu : Lipinus lutens (GA18, GA23, GA28), pada
pucuk tanaman jeruk dan biji mentimun diketemukan GA1, tebu (GA5), pisang
(GA7), kacang, jagung, barley wheat diketemukan GA1. Adapun pada tanaman
Phaseolus coclirecus diketemukan ; GA1, GA3 s.d GA6, GA8, GA13, GA17, dan GA20.
Kemudian pada Rudbeckia bicolor diketemukan ; GA1, GA4, GA7, s.d GA9. Dan yang
terakhir yaitu pada Calonyction aculeatum diketemukan : GA30, GA31, GA33, dan
GA34. Hasil penelitian Meizger dan Zeivaart (1980) menunjukan bahwa pada pucuk
bayam (spinach) didapatkan gibberellin ; GA53, GA44, GA19, GA17, GA20, dan
GA29.
4.
DEFENISI GIBERELIN
Giberelin (GA)
merupakan hormon yang dapat
ditemukan pada hampir semua seluruh siklus hidup tanaman. Hormon ini
mempengaruhi perkecambahan biji, batang perpanjangan, induksi bunga,
pengembangan anter, perkembangan biji dan pertumbuhan pericarp. Selain itu,
hormon ini juga berperan dalam respon menanggapi rangsang dari melalui regulasi
fisiologis berkaitan dengan mekanisme biosntesis GA.
Giberelin pada tumbuhan dapat ditemukan dalam dua fase utama
yaitu giberelin aktif (GA Bioaktif) dan giberelin nonaktif. Giberelin yang
aktif secara biologis (GA bioaktif) mengontrol beragam aspek pertumbuhan dan
perkembangan tanaman, termasuk perkecambahan biji, batang perpanjangan, perluasan
daun, dan bunga dan pengembangan benih. Hingga tahun 2008 terdapat lebih lebih
dari seratus GA telah diidentifikasi dari tanaman dan hanya sejumlah kecil dari
mereka, seperti GA1 dan GA4, diperkirakan berfungsi sebagai bioaktif hormon.
5.
FUNGSI GIBERELIN
Beberapa fungsi giberelin pada tumbuhan sebagai berikut :
1) Mematahkan dormansi atau
hambatan pertumbuhan tanaman sehingga tanaman dapat tumbuh normal (tidak
kerdil) dengan cara mempercepat proses pembelahan sel..
2) Meningkatkan pembungaan.
3)
Memacu proses perkecambahan biji. Salah satu efek giberelin adalah mendorong
terjadinya sintesis enzim dalam biji seperti amilase, protease dan lipase
dimana enzim tersebut akan merombak dinding sel endosperm biji dan menghidrolisis
pati dan protein yang akan memberikan energi bagi perkembangan embrio
diantaranya adalah radikula yang akan mendobrak endosperm, kulit biji atau
kulit buah yang membatasi pertumbuhan/perkecambahan biji sehingga biji
berkecambah
4)
Berperan pada pemanjangan sel.
Peran
giberelin pada pemanjangan sel melalui :
A. Peningkatan kadar auxin :
·
giberelin akan memacu pembentukan
enzim yang melunakkan dinding sel terutama enzim proteolitik yang akan
melepaskan amino triptofan (prekusor/pembentuk auksin) sehingga kadar auxin
meningkat.
·
giberelin merangsang pembentukkan
polihidroksi asam sinamat yaitu senyawa yang menghambat kerja dari enzim IAA
oksidase dimana enzim ini merupakan enzim perusak Auxin.
B.
giberelin merangsang terbentuknya
enzim a-amilase dimana enzim ini akanmenghidrolisis pati sehingga kadar gula
dalam sel akan naik yang akan menyebabkan air lebih banyak lgi masuk ke sel
sehingga sel memanjang.
5)
Berperan pada proses partenokarpi.
pada beberapa kasus pembentukan buah
dapat terjadi tanpa adanya fertilisasi atau pembuahan, proses ini dinamai
partenokarpi.
6.
MEKANISME SEDERHANA PENGARUH HORMON/ ZAT PENGATUR TUMBUH (ZPT) HORMONIK
TERHADAP PERTUMBUHAN VEGETATIF DAN GENERATIF
Tanaman secara alamiah tanaman sudah mengandung
hormon pertumbuhan seperti Auksin, giberelin dan Sitokin yang dalam tulisan ini
diistilahkan dengan hormon endogen. Kebanyakan hormon endogen di tanaman berada
pada jaringan meristem yaitu jaringan yang aktif tumbuh seperti ujung-ujung
tunas/tajuk dan akar. Tetapi karena pola budidaya yang intensif yang disertai
pengelolaan tanah yang kurang tepat maka kandungan hormon endogen tersebut
menjadi rendah/kurang bagi proses pertumbuhan vegetatif dan generatif tanaman.
Akibatnya sering dijumpai pertumbuhan tanamaman lambat, kerontokan bunga/ buah,
ukuran umbi/buah kecil yang merupakan sebagian tanda kekurangan hormon (selain
kekurangan zat lainnya seperti unsur hara). Oleh karena itu penambahan hormon
dari luar (hormon eksogen) seperti produk HORMONIK yang mengandung hormon
Auksin , giberelin dan Sitokinin ORGANIK (Non sintetik/kimia) mutlak diperlukan
untuk menghasilkan pertumbuhan vegetatif dan generatif tanaman yang optimal.
Untuk mengetahui bagaimana mekanisme kerja
HORMONIK (Auksin, giberelin dan Sitokinin) pada tanaman, berikut diuraikan
secara global dan sederhana.
Pemberian Auksin eksogen (HORMONIK) akan
meningkatkan permeabilitas dinding sel yang akan mempertinggi penyerapan unsur
, diantaranya unsur N, Mg, Fe, Cu untuk membentuk chlorofil yang sangat
diperlukan untuk mempertinggi fotosintesis. Dengan fotosintesis yang semakin
meningkat akan dihasilkan hasil fotosintesis yang meningkat dan bersama dengan
auxin akan bergerak ke akar untuk memacu pembentukan giberelin dan Sitokinin di
akar yang akan membantu pembentukan dan perkembangan akar . Penambahan
kandungan Auksin eksogen di akar akan meningkatkan tekanan turgor akar sehingga
giberelin dan Sitokinin endogen di akar akan diangkut ke atas/ bagian tajuk
tanaman.
Dengan penambahan Sitokinin dan giberelin
eksogen maka terjadi peningkatan kandungan Sitokinin dan giberelin ditanaman
(tajuk) dan akan meningkatkan jumlah sel (oleh hormon Sitokinin) dan ukuran sel
(oleh hormon giberelin) yang bersama-sama dengan hasil fotosintat yang
meningkat di awal penanaman akan mempercepat proses pertumbuhan vegetatif
tanaman (termasuk pembentukan tunas-tunas baru) selain juga mengatasi
kekerdilan tanaman.
Seiring dengan pertumbuhan vegetatif tanaman,
hasil fotosentesis akan meningkat terus dan ditambah kandungan giberelin dan
sitokinin eksogen akan meningkatkan perbandingan C/N yang menyebabkan peralihan
dari masa vegetatif ke generatif dengan terbentuknya kuncup bunga/buah atau
umbi. Pada saat terbentuk bunga atau buah, jika kandungan auksin rendah maka
sel-sel antara tangkai bunga/buah dengan ranting/cabang akan berubah menjadi
jaringan mati yaitu jaringan gabus sehingga bunga/buah mudah rontok. Dengan
penambahan Auxin Eksogen akan menghambat perubahan sel-sel tersebut menjadi jaringan
gabus sehingga kerontokkan dapat dicegah/dikurangi.
Di fase generatif ini penambahan Hormon Sitokinin dan
giberelin eksogen akan meningkatkan kapasitas jaringan penyimpanan hasil
fotosintesa yang dipanen (umbi, buah dll) yaitu sitokinin akan memperbanyak sel
jaringan penyimpanan dan giberelin akan memperbesar sel jaringan penyimpanan
sehingga mampu menerima hasil-hasil fotosintesa lebih banyak yang berakibat
ukuran jaringan penyimpanan (buah) lebih besar (semangka, kentang, dll) atau
bernas (padi, jagung dll).
- METABOLISME GIBBERELLINE
Biosintesis
gibberelline yang terdapat dalam jamur Gibberella Fujikuroi berproses dari
Mevalonic acid sampai menjadi gibberellin. Di dalam proses biosintesis telah
diketemukan zat penghambat (growth retardant) di dalam aktivitas ini. Beberapa
contoh growth retardant yang menghambat biosintesis gibberelline pada tanaman
antara lain Amo-1618 (2-isopropil-4-dimetil-kamine-5 metil phenil- 4pipendine
karboksilatmetil klorida) menghambat biosintesis gibberelline pada tanaman mentimun
liar (Exhmocytis macrocarpa). Amo-1618 menghambat dalam proses perubahan dari
Geranylgeranyl pyrophosphate ke Kaurene. Begitu pula growth retardant CCC
(2-chloroethyl) trimethyl (- amonium chloride) memperlihatkan aktivitas yang
sama dengan Amo- 1618.
8. KARAKTERISTIK KIMIA
GIBERELIN
Semua giberelin yang
ditemukan adalah senyawa diterpenoid. Semua kelompok terpinoid terbentuk dari
unit isoprene yang memiliki 5 atom karbon (C). Unit-unit isoprene ini dapat
bergabung menghasilkan monoterpene (C-10), sesqueterpene (C-15), diterpene
(C-20), dan triterpene (C-30). Asam diterpenoid disintesis melalui jalur
terpenoid dan dimodifikasi di dalam retikulum endoplasma dan sitosol sampai
menjadi senyawa yang aktif.
Semua molekul
giberelin mengandung ‘Gibban Skeleton’. Giberelin dapat dikelompokkan mejadi
dua kelompok berdasarkan jumlah atom C, yaitu yang mengandung 19 atom C dan 20
atom C. Sedangkan berdasarkan posisi gugus hydroksil dapat dibedakan menjadi
gugu hidroksil yang berada di atom C nomor 3 dan nomor 13.
Penelitian lebih
lanjut juga menemukan beberapa senyawa lain yang memiliki fungsi seperti
giberelin tetapi tidak memiliki ‘Gibban Skeleton’.
DAFTAR PUSTAKA
Ø Dwijoseputro, 1980.
Pengantar fisiologi tumbuhan. P.T. Gramedia. Jakarta.
Ø Wattimena. 1987. Zat
pengatur tumbuh tanaman. PAU Bioteknologi IPB. Bogor.
0 comments:
Post a Comment