Makalah Teknologi Hortikultura
TEKNIK BUDIDAYA TANAMAN
REMPAH – REMPAH
DAN BAHAN PENYEGAR
OLEH :
KELOMPOK I
HENGKI HERMAWAN
IRSAD ADANAN HARAHAP
ASRATAN ASBA
FAJRIAL LISHA
PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI
FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SYIAH KUALA
DARUSSALAM, BANDA ACEH
2015
I.
PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang
Indonesia termasuk salah
satu negara penghasil rempah-rempah terbesar di dunia. Karena rempah-rempah itu
pulalah Indonesia pernah dijajah oleh negara lain.
Rempah-rempah adalah bagian tumbuhan
yang beraroma atau berasa kuat yang digunakan dalam jumlah kecil pada makanan sebagai pengawet atau penambah
rasa dalam masakan. Rempah-rempah biasanya dibedakan dengan tanaman lain yang
digunakan untuk tujuan yang mirip, seperti tanaman obat, sayuran beraroma, dan
buah kering.
Begitu eksotiknya
rempah Nusantara, perusahaan persatuan dagang Belanda untuk Hindia Timur atau
VOC (Vereenigde Oost Indische Compagnie)
sekitar 400 tahun lampau datang untuk menguasainya. Salah satu jenis rempah
yang pemanfaatannya hingga sekarang masih sebatas komoditas primer adalah
rempah tuba atau andaliman (Zanthoxylum
acanthopodium DC). Industri pengolahan rempah tidak berkembang sebab petani
dan pelaku usaha kurang memahami kebutuhan pasar ekspor yang menginginkan produk
siap pakai yang telah diolah (Sihotang, B., 2008).
Sejak jaman dulu, nenek moyang kita bangsa Indonesia telah
menggunakan rempah-rempah dan bahan penyegar dalam berbagai hal. Baik untuk
masak-memasak maupun untuk hal-hal lainnya. Hinggga sekarang pun orang-orang
Indonesia masih menggunakannya dalam kehidupan sehari-hari. Faktor ini karena
rempah-rempah dan bahan penyegar banyak tumbuh di Indonesia. Letak geografis
Indonesia cocok untuk pertumbuhan tanaman-tanaman ini.
Tanaman rempah berkhasiat sebagai
tenaman penyegar sekaligus tanaman obat seperti halnya tanaman cengkeh. Cengkeh
merupakan bahan utama penambah aroma rokok kretek. Komponen minyak atsiri yang
terkandung didalamnya berfungsi sebagai anestetik dan antimikroba, sehingga
sering digunakan untuk menghilangkan bau nafas dan mengobati sakit gigi,
membantu melegakan perut, memiliki sifat mampu meningkatkan produksi asam
lambung, menggiatkan gerakan peristaltik saluran pencernaan, juga dikatakan
sebagai obat cacing alami, mengobati batuk, kolera, campak, meningkatkan denyut
jantung, menghitamkan alis mata, dan mengatasi polip.
Bahan penyegar adalah semua
bahan nabati yang dapat merangsang pemakainya, baik digunakan untuk merokok (furnitori), menyirih
(mastikatori) ataupun dalam minuman. Mengapa disebut penyegar karena biasa merangsang respon syaraf
untuk lebih aktif sehingga menghasilkan efek segar. Yang termasuk bahan
penyegar antara lain kopi, teh, coklat, tembakau, sirih, kola, candu dan ganja. Pada
umumnya bahan – bahan tersebut mengandung zat perangsang yang temasuk golongan
alkaloid.
Tanaman penyegar dapat dibedakan berdasarkan
keperluannya dan tergantung keperluan pemakainya. Untuk menyegarkan mata dalam
ruangan terkadang konsumen memakai tanaman yang memiliki daun berwarna hijau
dan adapula yang berwarna warni untuk meramaikan suasana ruangan yang sepi.
Tanaman
penyegar memiliki berbagai macam khasiat. Beberapa khasiatnya antara lain
seperti dengan meminum teh bisa memperpanjang umur hal ini dikarenanakan, teh
mengandung 18 x lipat kandungan vitamin E, yang menghambat sel menjadi tua. Teh
juga bisa memberi dorongan semangat, memperkuat pikiran dan kemampuan
mengingat.
Bertambahnya
jumlah penduduk peningkatan taraf sektor industri berdampak positive terhadap
peningkatan kebutuhan rempah-rempah dan bahan penyegar baik dalam hal jumlah,
mutu, ataupun ragamnya . Oleh karena itu teknik budidaya tanaman rempah dan
penyegar perlu dilakukan dengan intensif sehingga produk yang dihasilkan dapat
memenuhi kebutuhan pasar.
1.2 Tujuan
Tujuan
dari pembuatan makalah ini adalah untuk mengetahui tekhnik budidaya tanaman rempah dan penyegar sehingga mahasiswa lebih
mengetahui cara budidaya tanaman tersebut dengan baik dan benar.
II.
PEMBAHASAN
2.1 Budidaya Tanaman Cengkeh
A. Persiapan Lahan
Dalam mempersiapkan lahan, yang
harus dilakukan adalah
1. Pembersihan lahan
(bekas tunggak atau akar kayu yang dapat menyebabkan rayap atau jamur akar)
yang kemudian dilanjutkan dengan pengolahan tanah.
2.
Pembuatan lubang
tanam yang biasanya disiapkan sejak bulan Juli sampai dengan September dan
ditutup pada bulan Oktober, tujuannya agar lubang dan tanah galiannya terkena
panas yang cukup lama. Ukuran (panjang, lebar, dan kedalaman) yang biasa
digunakan dalam pembuatan lubang tanam yaitu: (i) 60 x 60 x 60 cm, (ii) 80 x 80
x 80 cm, dan (iii) 1 x 1 x 1 m.
3. Pada 2 minggu sampai 1 bulan sebelum tanam,
tanah diberi pupuk kandang yang telah menjadi tanah atau kompos sebanyak 5-10
kg/pohon.
4. Untuk mengatur
kelebihan air perlu dibuat saluran drainase yang cukup.
B. Penanaman
Penanaman dilakukan apabila semua
persiapannya, misalnya terasering telah baik, peneduh alam atau buatan telah
siap, lubang-lubang tanam yang memenuhi syarat telah ditutup kembali, serta
jarak tanam tanam telah ditentukan.
Jarak tanam yang biasa digunakan
pada penanaman cengkeh tidak sama tergantung pada ketinggian dan kemiringan
tanah. Jarak tanam pada tanah datar 8 m x 8 m = 156 pohon dan pada tanah agak
miring minimal 6 m x 6 m = 256 pohon, atau dapat dibuat bervariasi 8 m x 6 m =
200 pohon, 6 m x 7 m = 238 pohon, 7 m x 8 m = 178 pohon. Bila terdapat
gangguan-gangguan yang dapat merugikan, jarak tanam dapat dibuat lebih rapat
lagi, misalnya 4 m x 4m = 625 pohon.
Penanaman cengkeh dilaksanakan pada awal musim hujan. Dalam penanamannya
dilakukan pula pola tanam campuran (polikultur) dengan sistem tanam pagar,
yaitu memperkecil jarak tanam dalam baris (Timur-Barat) misalnya 12 m x 5 m
atau 14 m x 6 m sehingga tersedia ruangan untuk tanaman sela atau tanaman
campuran. Tanaman campuran dapat dilakukan pada tanaman yang belum produktif
dan atau kurang produktif. Beberapa tanaman campuran yang dapat digunakan
antara lain: kacang tanah, kacang tunggak, jagung, dan tanaman lain kecuali
ketela pohon karena ketela pohon menyerap banyak garam-garam mineral dari dalam
tanah dan tidak dikembalikan sehingga sangat cepat mengurangi kesuburan tanah.
C. Pemeliharaan
Setelah bibit cengkeh ditanam ke
lapangan tahap selanjutnya adalah pemeliharaan. Pada tanaman cengkeh,
pemeliharaan merupakan periode yang panjang, yaitu selama tanaman yang
diusahakan tersebut dianggap masih menguntungkan secara ekonomis. Ada beberapa
tahapan pemeliharaan yang harus diperhatikan pada tanaman cegkeh, antara lain :
1. Pengelolaan Lahan dan Tanaman.
Ø
Penggemburan
Tanah dan Sanitasi Kebun.
a.
Tanaman cengkeh
yang berumur 1 – 5 tahun merupakan periode yang kritis, sekitar 10 – 30%
tanaman yang telah ditanam di lapangan mengalami kematian atau perlu
diganti/disulam karena berbagai sebab, seperti hama penyakit, kekeringan, kalah
bersaing dengan gulma, atau penyebab lainnya.
b.
Penggemburan
tanah disekeliling tanaman di daerah sekitar perakaran di cangkul dangkal (± 10
cm) sekurang-kurangnya 2 kali setahun, pada awal dan akhir musim hujan
sekaligus sebagai persiapan pemupukan.
c.
Gulma atau
alang-alang harus dibersihkan sampai akar-akarnya dengan cangkul/garpu atau
dengan penyemprotan herbisisda.
2. Pengaturan Naungan
Ø
Pada stadia awal
pertumbuhan, tanman cengkeh memerlukan naungan yang cukup. Ada dua nanungan
yang digunakan, yaitu:
a. Naungan buatan/sementara
Dapat menggunakan daun nyiur yang dianyam, atau kepang dari bamboo hingga umur
2 tahun.
b. Naungan alami Sekitar
tanaman di kanan/kiri dan di belakang sebaiknya ditanami dengan pupuk hijau.
Maksudnya untuk menahan teriknya sinar matahari, menahan angin dan mematahkan
jatuhnya hujan yang lebat. Pohon peneduh yang ditanam biasanya Theoprocia, Flumingia congesta, yang
bukan merupakan saingan akar.
c.
Naungan buatan
diadakan maksimal untuk dua periode musim kemarau setelah penanaman.
d. Bila naungan alami
(pohon peneduh) sudah terlihat gelap harus segera dipangkas , pangkasan
dimasukkan ke dalam rorak (sebagai humus). Jangan memangkas pada musim kemarau
karena akan merugikan.
e.
Setelah tanaman
cengkeh mencapai umur 5 tahun naungan alami (pohon peneduh) sama sekali
dihilangkan, karena tanaman sudah tahan terhadap semua pengaruh dari luar.
3. Penyulaman
a.
Waktu penyulaman
sebaiknya dilakukan pada musim hujan, yaitu untuk menghindari kematian tanaman
karena kekurangan air.
b.
Bibit sulaman yang digunakan berasal dari
sumber benih dan umur yang tidak jauh berbeda dengan tanaman yang telah
ditanam.
4. Penyiraman
a.
Pada awal
pertumbuhan, tanaman cengkeh memerlukan kondisi tanah yang lembab, sehingga
pada musim kemarau perlu adanya penyiraman. Setidak-tidaknya penyiraman
dilakukan 2 – 3 kali sehari. Penyiraman dilakukan pada sore hari setelah pukul
15.00 karena saat sore hari keadaannya sejuk dan tidak akan terjadi penguapan
yang banyak sehingga air dapat diserap oleh akar dalam jumlah yang banyak.
b.
Pada tanaman
dewasa penyiraman kurang diperlukan lagi, kecuali pada kondisi iklim ekstrim
kering.
6. Pemupukan
Pemupukan bertujuan untuk
memperbaiki pertumbuhan tanaman dan meningkatkan produksi cengkeh setelah
panen. Berdasarkan pola penyebaran akarnya, penempatan pupuk pada tanaman
cengkeh dilakukan dibawah proyeksi tajuk dan bagian dalam tajuk.
Pemupukan diberikan 2 kali dalam
setahun, yaitu saat awal musim hujan (akhir musim kemarau) dan saat awal musim
kemarau (akhir musim hujan). Jenis pupuk yang diberikan dapat berupa pupuk
organik (pupuk kandang atau kompos) dan pupuk anorganik, baik tunggal maupun
berupa pupuk majemuk dalam bentuk butiran maupun tablet.
E. Pemanenan
Produk utama cengkeh adalah bunga,
yang pada waktu dipanen kadar airnya berkisar antara 60 – 70%. Waktu yang
paling baik untuk memetik cengkeh adalah sekitar 6 bulan setelah bakal bunga
timbul, yaitu setelah satu atau dua bunga pada tandannya mekar dan warna bunga
menjadi kuning kemerah-merahan dengan kepala bunga masih tertutup, berisi dan
mengkilat.
Pemungutan bunga cengkeh dilakukan
dengan cara memetik tangkai bunga dengan tangan, kemudian dimasukkan ke dalam
kantong kain atau keranjang yang telah disiapkan, menggunakan tangga segitiga
atau galah dari bamboo, serta tidak merusak daun disekitarnya saat pemetikan.
Waktu panen sangat berpengaruh terhadap rendemen dan mutu bunga cengkeh serta
minyak atsirinya.
Saat pemetikan bunga cengkeh yang
tepat yaitu apabila bunga sudah penuh benar tetapi belum mekar, pemetikan yang
dilakukan saat bunga cengkeh masih muda (sebelum bunga masak) akan menghasilkan
bunga cengkeh kering yang keriput, kandungan minyak atsirinya rendah dan berbau
langu (tidak enak). Sedangkan apabila pemetikannya lambat 9 bunga sudah mekar)
setelah dikeringkan akan diperoleh mutu yang rendah, tanpa kepala serta
rendemennya rendah.
E. Pasca Panen
Sebelum dikeringkan, bunga cengkeh
dipisahkan dari tangkai atau gagang dan dikeringkan secara terpisah. Pada tahap
ini dilakukan pemisahan antara bunga cengkeh yang baik, bunga yang terlalu tua
dan yang terjatuh, setelah itu bunga cengkeh dikeringkan.
Pengeringan dapat dilakukan dengan
menjemurnya di bawah sinar matahari langsung atau menggunakan pengering buatan.
Bunga cengkeh yang akan dijemur dihamparkan pada alas tikar, anyaman bamboo
gribig) atau plastik, atau pada lantai jemur yang diberi alas plastic. Selama
proses pengeringan, cengkeh dibolak-balik agar keringnya merata. Proses
pengeringan dianggap selesai apabila warna bunga cengkeh telah berubah menjadi
coklat kemerahan, mengkilat, mudah dipatahkan dengan jari tangan dan kadar air
telah mencapai sekitar 10 – 12 %. Lamanya waktu penjemuran dibawah sinar
matahari sekitar 3 – 4 hari. Cengkeh yang telah kering kalau disimpan tidak
akan susut beratnya dan tahan lama asalkan tidak terkena air.
Kualitas cengkeh
dapat dibedakan dan dinilai menurut:
Ø
Kekeringannya.
Ø
Persentase
kotoran (tangkai bunga dan daun-daun).
Ø
Persentase yang
tidak berkepala (sudah banyak yang mekar).
Ø
Persentase yang
muda.
Ø
Warnanya.
Produk olahan
yang dihasilkan dari komodoti cengkeh antara lain:
Ø
Untuk memberi aroma dan citarasa pedas pada rokok kretek khas Indonesia.
Ø
Untuk memberi
aroma dan citarasa khusus pada makanan dan minuman.
Ø
Untuk memproduksi
minyak esensial yang banyak digunakan dalam farmasi dan kesehatan.
2.2 Budidaya
Tanaman Lada (Piper nigrum )
Tanaman merica (lada) termasuk
tanaman memanjat yang mempunyai dua sulur yaitu sulur panjat dan sulur cabang
buah. Bila di gunakan sebagai bibit, sulur panjat akan menghasilkan tanaman
yang punya sifat memanjat atau yang biasanya dikenal lada panjat. Sedangkan
sulur cabang buah akan menghasilkan tanaman yang tidak memanjat atau lada
perdu. Lada perdu bias di peroleh dengan perbanyakan vegetaitf daru sulur
cabang buah.
Secara umum teknik budidaya unuk tanaman Lada (Piper nigrum L.)
adalah sebagai berikut:
A.
Syarat
pertumbuhan
Ø
Iklim
Ø
Curah hujan
2.000-3.000 mm/th.
Ø
Cukup sinar
matahari (10 jam sehari).
Ø
Suhu udara 200C
– 340C.
Ø
Kelembaban udara
50% – 100% lengas nisbi dan optimal antara 60% – 80% RH.
Ø
Terlindung dari
tiupan angin yang terlalu kencang.
Ø
Media tanam
(tanah)
Ø
Subur dan kaya
bahan organiK
Ø
Tidak tergenang
atau terlalu kering
Ø
pH tanah 5,5-7,0
Ø
Warna tanah merah
sampai merah kuning seperti Podsolik, Lateritic, Latosol dan Utisol.
Ø
Kandungan humus
tanah sedalam 1-2,5 m.
Ø
Kelerengan/kemiringan
lahan maksimal ± 300.
Ø
Ketinggian tempat
300-1.100 m dpl.
B.
Pembibitan
Ø Terjamin kemurnian jenis bibitnya
Ø Berasal dari pohon induk yang sehat
Ø Bebas dari hama dan penyakit
Ø Berasal dari kebun induk produksi yang sudah berumur 10
bulan-3 tahun (Kebutuhan bibit ± 2.000 bibit tanaman perhektar)
C.
Pengolahan Media Tanam
Ø
Cangkul 1,
pembalikan tanah sedalam 20-30 cm.
Ø
Taburkan kapur
pertanian dan diamkan 3-4 minggu.
D.
Teknik Penanaman
Ø Sistem penanaman adalah monokultur (jarak tanam 2m x 2m).
Tetapi juga bisa ditanam dengan tanaman lain.
Ø Lubang tanam dibuat limas ukuran atas 40 cm x 35 cm, bawah
40 cm x 15 cm dan kedalaman 50 cm.
Ø Biarkan lubang tanam 10-15 hari barulah bibit ditanam.
Ø Waktu penanaman sebaiknya musim penghujan atau peralihan
dari musim kemarau kemusim hujan, pukul 6.30 pagi atau 16.30-18.00 sore.
Ø Cara penanaman: menghadapkan bagian yang ditumbuhi akar
lekat kebawah, sedangkan bagian belakang (yang tidak ditumbuhi akar lekat)
menghadap keatas.
Ø Tutup lubang tanam dengan tanah galian bagian atas yang
sudah dicampur pupuk dasar: NPK 20 gram/tanaman. Untuk tanah kurang
subur ditambahkan 10 gram urea, 7 gram SP 36 dan 5 gram KCl per tanaman.
E.
Panen
Panen pertama dilakukan pada saat tanaman berumur tiga tahun atau kurang.
Ciri-ciri: tangkainya berubah agak kuning dan sudah ada buah yang masak
(berwarna kuning atau merah). Panen di lakukan dengan cara memetik buah bagian
bawah hingga buah bagian atas, dengan mematahkan persendian tangkai buah yang
ada diketiak dahan. Periode panen sesuai iklim setempat, jenis lada yang
ditanam dan intensitas pemeliharaan.
F.
Pengolahan
Hasil
Tahap-tahap penanganan pasca panen
untuk menghasilkan lada hitam adalah sebagai berikut:
Ø Panen dan Penanganan Bahan
- Untuk lada putih,
hanya buah lada yang telah matang yang dapat dipanen yang ditandai dengan
satu atau dua buah biji lada yang telah berubah warna menjadi kemerahan.
- Buah harus
dipetik secara selektif, dan panen harus dilakukan sesering mungkin selama
musim panen. Dengan seringnya dilakukan pemetikan selama musim panen,
dapat diharapkan buah lada yang di petik menjadi seragam. Bila pemetikan
lada hanya dilakukan satu atau dua kali selama musim panen, kemungkinan
buah yang tidak matang atau terlalu tua akan ikut terbawa.
- Buah lada
yang telah jatuh ke tanah harus diambil secara terpisah dan tidak boleh
dicampur dengan buah lada yang berasal dari pohon. Buah lada yang jatuh ke
tanah harus diproses secara terpisah untuk digunakan sesuai dengan
kebutuhan.
- Pemetikan lada harus dilakukan dengan cara yang higienis /bersih, dikumpulkan dan di angkut di dalam kantong atau keranjang yang bersih untuk dibawa ketempat pemrosesan. Keranjang atau kantong yang telah dipergunakan untuk menyimpan bahan kimia pertanian tidak boleh digunakan untuk mengemas buah lada. Setiap kantong atau keranjang yang akan digunakan harus dibersihkan untuk memastikan bahwa kantong atau keranjang tersebut bebas dari bahan-bahan yang dapat menimbulkan kontaminasi.
Ø Perontokan dan Pengayakan
- Perontokan
buah lada dapat dilakukan dengan mempergunakan mesin atau secara manual.
Bila jumlah buah lada yang dirontok berjumlah cukup banyak,
direkomendasikan menggunakan mesin perontok yang banyak tersedia dengan
berbagai tipe.
- Perontokan
harus dilakukan secara hati-hati supaya buah lada tidak rusak selama
proses ini. 3. Pastikan bahwa alat perontok benar-benar bersih sebelum
digunakan khususnya bila alat tersebut sudah lama tidak digunakan. Alat
perontok juga harus dibersihkan sebelum dan setelah digunakan. Pada perontokan
dengan mesin dianjurkan supaya buah yang dirontok langsung direndam dalam
air untuk mencegah perubahan warna karena proses pencoklatan.
- Buah lada
yang telah dirontok harus diayak untuk memisahkan biji buah lada yang
kecil, tidak matang dan lada menir, dimana bahan-bahan tersebut dapat
mempengaruhi mutu lada hitam kering.
- Pengayakan
dapat dilakukan menggunakan mesin atau secara manual, dengan menggunakan
pengayak 4 mm mesh, dimana buah lada dapat melewati lubang pengayak
tersebut, kemudian dipisahkan untuk dikeringkan ditempat yang terpisah.
Ø Perendaman
- Perendaman
dapat dilakukan dalam karung atau keranjang, dalam air yang mengalir atau
kolam perendaman dan harus terendam sepenuhnya
- Perendaman
yang dilakukan dalam air yang tidak mengalir, harus dilakukan penggantian
air paling tidak dua hari sekali. 16
- Pada
perendaman dalam air yang mengalir harus dipastikan bahwa tidak ada
aktivitas sehari-hari yang dilakukan dibagian hulunya
- Karung harus
dibalik-balik dari waktu ke waktu untuk menjamin proses perendaman yang
merata.
- Proses perendaman dilakukan sampai kulit
lunak untuk memudahkan proses pengupasan pada pemisahan kulit dari biji.
Perendaman dapat dilakukan dengan waktu yang lebih singkat kalau proses
pengupasannya dilakukan dengan mesin
Ø Pengupasan dan Pencucian
Pengupasan kulit lada setelah perendaman dapat dilakukan
dengan berbagai cara. Pengupasan dapat dilakukan dengan mesin pengupas setelah
perendaman dalam waktu yang singkat/lebih pendek daripada cara biasa. Selama
proses perlu diperhatikan agar biji lada tidak rusak. Yang paling baik
pengupasan dilakukan didalam air, atau dengan air yang mengalir untuk mencegah
perubahan warna esudah pengupasan, biji lada harus dicuci dengan air yang
bersih untuk menghilangkan sisa-sisa kulit sebelum proses pengeringan.
Ø Pengeringan
Lada sebaiknya dikeringkan dibawah sinar matahari untuk
mendapatkan warna putih kekuningan, pada suatu wadah bersih jauh diatas
permukaan tanah. Daerah tempat pengeringan harus diberi pagar atau terlindung
dari hama atau binatang peliharaan. Pastikan bahwa lada cukup kering, untuk
mencegah kerusakan yang disebabkan oleh jamur atau bahan-bahan kontaminan
lainnya, khususnya bila tidak ada panas atau sinar matahari. Pengeringan dapat
juga dilakukan dengan pengering rumah kaca/platik menggunakan sinar matahari
sebagai sumber panas untuk mempercepat proses pengeringan dan melindungi biji
lada dari debu dan banda-benda kontaminan lainnya tanpa penambahan biaya yang
nyata, kecuali investasi pembangunan.
Buah lada dapat dikeringkan dengan menggunakan alat
pengering pada temperature dibawah 60˚C, untuk mencegah kehilangan
minyak atsiri. Dilakukan di lingkungan yang bersih, bebas dari kontak dengan
debu, kotoran, binatang peliharaan dan/atau sumber-sumber lain yang dapat
menyebabkan kontaminasi. Lada putih harus dikeringkan sampai dengan kadar air
dibawah 12% bila lada tersebut akan disimpan.
Pengeringan dengan alat yang menggunakan sinar matahari
sebagai sumber panas dapat digunakan untuk mempercepat proses pengeringan dan
melindungi biji lada dari debu dan banda-benda kontaminan lainnya tanpa
penambahan biaya yang nyata.
Pengeringan dengan alat yang menggunakan potongan kayu,
limbah kelapa dan limbah kebun lainnya sebagai bahan bakar dapat digunakan
untuk mempercepat proses pengeringan dan mencegah terjadinya kontaminasi. Perlu
diperhatikan temperatur tidak lebih dari 60ºC dan tidak ada kontaminasi dari
asap.
Ø Pembubukan
Dalam pembuatan bubuk lada, bahan yang digunakan adalah
pala kering sempurna (kadar air sekitar 8-10 %). Bahan tersebut kemudian
digiling halus dengan ukuran, sekitar 50-60 mesh dan dikemas dalam wadah yang
kering
Ø Pembersihan
- Biji lada
putih yang telah kering, harus dihembus, dipilih dan dibersihkan untuk
memisahkan kulit, tangkai buah atau benda asing lainnya.
- Waktu membersihkan
lada putih, harus diperhatikan semua perkakas dan peralatan yang
dipergunakan harus bersih dan bebas dari sumber-sumber yang mungkin
menimbulkan kontaminasi.
- Biji lada
dapat dihembus dengan mengalirkan angin untuk menghilangkan sisa kulit
lada atau debu dan diayak untuk menghilangkan sisa-sisa daun dan tangkai
buah lada, maupun biji lada yang kecil dan biji lada yang pecah.
Ø Pengemasan
- Lada kering
yang sudah bersih harus dikemas dalam kantong yang bersih dan kering atau
kemasan lain yang cocok untuk penyimpanan dan pengangkutan.
- Harus
benar-benar diperhatikan bahwa lada tidak terkontaminasi karena penggunaan
kantong yang sebelumnya telah dipergunakan untuk pupuk, bahan kimia
pertanian atau bahan-bahan lainnya.
- Kantong
harus benar-benar bersih dan bila perlu dilakukan pemeriksaan secara
seksama untuk memastikan bahwa kantong tersebut bebas dari debu atau
benda-benda asing.
- Lada yang
sudah cukup kering, (kadar air dibawah 12%) dapat dikemas didalam kantong
yang dilapisi polythene untuk mencegah penyerapan air.
Ø Penyimpanan.
- Lada harus
disimpan di tempat yang bersih, kering, dengan ventilasi udara yang cukup,
diatas bale-bale atau lantai yang di tinggikan, ditempat yang bebas dari
hama seperti tikus dan serangga.
- Lada tidak
boleh disimpan bersama dengan bahan kimia pertanian atau pupuk yang
mungkin dapat menimbulkan kontaminasi. Tempat penyimpanan lada harus
mempunyai ventilasi yang cukup tetapi bebas dari kelembaban yang tinggi.
- Lada yang disimpan harus diperiksa secara berkala untuk mendeteksi adanya gejala kerusakan karena hama atau kontaminasi
2.3 Budidaya Tanaman Pala
A. Pembibitan Pala
Pada dasarnya pengadaan tanaman pala dapat dilakukan dengan beberapa cara,
antara lain :
Ø Perbanyakan dengan biji
Ø Perbanyakan dengan cangkokan
Ø Perbanyakan dengan okulasi
B. Pola Tanam
Dalam upaya meningkatkan pendapatan
petani, salah satu upaya adalah dengan memanfaatkan lahan seoptimal mungkin,
dengan menanam berbagai jenis tanaman dengan memperhatikan syarat tumbuh dari
setiap tanaman itu sendiri. Peluang tanaman pala sebagai tanaman pokok atau pun
sebagai tanaman sela sangat memungkinkan karena banyak lahan diantaranya belum
dimanfaatkan secara optimal. Untuk menentukan/ mendapatkan jenis tanaman apa
yang tepat bergandengan dengan tanaman pala, beberapa hal yang perlu di
perhatian adalah sebagai berikut :
Ø Kesesuaian lingkungan yang diartikan sebagai kecocokkan
lahan untuk tanaman tersebut.
Ø Tidak bersifat saling merugikan baik terhadap tanaman sela
atau tanaman pokok.
Ø Tidak menimbulkan persaingan, terutama dalam pengambilan
zat makanan.
Ø Tidak memiliki kesamaan sebagai inang timbulnya hama atau
penyakit.
Ø Memiliki kemampuan saling menguntungkan.
Ø Tanaman tersebut memiliki nilai ekonomis.
Ø Berwawasan lingkungan, artinya berkemampuan mengawetkan
alam. Sehingga kelestariannya tetap terjamin sesuai konsep ekologi yang
diinginkan bersama. Sebagai contoh upaya menekan sekecil mungkin tingkat erosi
tanah yang kelak dapat menurunkan tingkat kesuburan tanah.
Peluang tanaman pala sebagai tanaman sela jumlahnya tergantung umur tanaman
pokok, pada tanaman kelapa berumur 10 tahun, tanaman pala dapat tumbuh dan
berproduksi cukup baik sebagai tanaman sela diantara tanaman kelapa. Sedangkan
sebagai tanaman pokok, tanaman pala dapat dipola tanamkan dengan berbagai jenis
tanaman palawija, tanaman temu-temuan serta berbagai tanaman obat. Jarak tanam
pala yang biasa dipergunakan adalah 10 x 10 m, dengan jarak tanam tersebut
banyak lahan yang kosong terutama pada saat tanaman pala berumur dibawah 4-5
tahun, lahan ini dapat dimanfaatkan untuk ditanami berbagai jenis tanaman
semusim misalnya tanaman palawija.
C.
Pemeliharaan
Untuk menjamin keberhasilan
berproduksi di masa mendatang, maka sejak awal pertanaman pala perlu
pemeliharaan yang baik, di antara kegiatan pemeliharaan pertanaman pala adalah
:
Ø
Penanaman pohon
pelindung,
Tanaman muda umumnya tidak tahan
terhadap panas sinar matahari langsung, sehingga diperlukan naungan serta
penanaman pohon pelindung yang sekaligus sebagai penahan angin karena tanaman
pala sangat peka terhadap angin yang keras.
Beberapa pohon pelindung dapat
digunakan diantaranya Albazia, Lamtoro, Glirisidia dan berbagai jenis tanaman
leguminosae lainnya. Setelah tanaman pala berumur 3 – 4 tahun, pohon pelindung
dapat dikurangi secara bertahap.
Ø
Penyulaman
Bibit yang mati, dan yang
pertumbuhannya terhambat sebaiknya segera dilakukan penyulaman agar tidak
menjadi parasit dalam usaha pertanaman pala. Kegiatan penyulaman ini dapat
dilakukan sejak umur satu bulan setelah tanam.
Ø Penyiangan
Biasanya setelah tanaman berumur 2 –
3 bulan, rumput dan tanaman pengganggu lainnya disekitar pertanaman pala sudah
banyak yang tumbuh. Hal ini menimbulkan persaingan tanaman pala dengan
rerumputan tersebut dalam penggunaan unsur hara, oleh sebab itu perlu dilakukan
penyiangan agar persaingan dalam pengambilan unsur hara dapat diperkecil,
sehingga tanaman pala tumbuh dan berkembang dengan baik. Untuk selanjutnya
penyiangan cukup dilakukan sekitar piringan tanaman yang pelaksanaannya
disesuaikan dengan keadaan perkembangan gulma.
Ø Pemupukan
Untuk menjamin ketersediaan unsur
hara yang diperlukan oleh tanaman pala terutama unsur makro (N, P dan K ) di
dalam tanah, bagi pertumbuhan dan produksi tanaman, maka diperlukan pemupukan.
Dosis pemupukan yang dianjurkan berdasarkan tingkat umur untuk tanaman pala.
D.
Pengolahan dan
Penganekaragaman Hasil
Buah pala terdiri atas daging buah
(pericarp) dan biji yang terdiri atas fuli, tempurung dan daging biji. Fuli
adalah serat tipis (areolus) berwarna merah atau kuning muda, berbentuk selaput
berlubang-lubang seperti jala yang terdapat antara daging dan biji pala.
Menurut Somaatmadja (1984), dari buah pala segar dihasilkan daging buah
sebanyak 83.3 %, fuli 3.22 %, tempurung biji 3.94 %, dan daging biji sebanyak
9.54 %.
Pemanfaatan buah pala secara optimal
serta dilakukannya usaha-usaha penganekaragaman bentuk produk pala yang dipasarkan sangat penting sehingga
pendapatan petani pala tidak hanya tergantung dari penjualan biji pala saja.
Selain peningkatan nilai tambah bagi usaha pemanfaatan buah pala secara optimal
akan meningkatkan daya tahan petani pala terhadap perubahan harga biji pala
akhirakhir ini. Semua bagian buah pala dapat dijadikan bahan olahan yang
mempunyai nilai ekonomis. Biji dan fuli pala kering merupakan dua bentuk
komoditas pala di pasar intenasional, keduanya dapat diolah menjadi minyak pala
yang memberikan nilai tambah, sedangkan daging buahnya dapat dibuat berbagai
macam produk pangan seperti manisan pala, sari buah, selai pala, chutney dan
jelli.
1.
Biji dan fuli
kering
Untuk dijadikan bahan yang dapat
diekspor, biji dan fuli pala perlu dilakukan pengolahan terlebih dahulu. Proses
pengolahan dimulai dengan melepaskan biji dari dagingnya, fuli yang membungkus
biji dilepas dengan jalan memipil mulai dari ujung. Pengeringan biji dan fuli
dapat dilakukan dengan penjemuran atau menggunakan alat pengering. Secara
tradisional biji pala dijemur dengan memakai alas tikar atau lantaim semen
dibawah sinar matahari. Yang harus diperhatikan dalam penjemuran adalah lamanya
pengeringan harus tepat. Pengeringan yang terlalu cepat dengan panas yang
tinggi mengakibatkan biji menjadi pecah. Biji yang telah cukup kering adalah
yang telah terlepas dari bagian cangkangnya dengan kadar air 8 – 10 %.
Sedangkan pengeringan fuli dengan bantuan sinar matahari dilakukan secara
perlahan-lahan selama beberapa jam, kemudian dikering anginkan. Hal ini
dilakukan berulang-ulang sampai fuli menjdi kering. Cara pengeringan semacam
ini dapat menghasilkan fuli yang kenyal (tidak rapuh) dan bermutu tinggi.
2.
Minyak pala
Biji pala dan fuli dapat
dimanfaatkan sebagai bahan baku minyak pala. Minyak pala biasanya disuling dari
biji pala berumur 3 – 4 bulan dengan rendemen minyaknya 6 – 17 %. Biji pala
yang tua, rendemennya lebih rendah 8 – 13 %. Penyulingan biji pala dan fuli
dapat dilakukan dengan sistem uap bertekanan rendah (+ 1 atmosfer) atau
dilakukan secara dikukus. Untuk tingkat pengrajin, penyulingan secara
pengukusan lebih memungkinkan karena investasinya lebih murah. Biji pala yang
akan disuling digiling terlebih dahulu, untuk memudahkan keluarnya minyak
atsiri dari bahan.
Penyulingan biji pala dengan
kapasitas besar hendaknya bahan di dalam ketel disusun secara difraksi (diberi
antara) agar uap air dapat berpenetrasi dengan merata, dengan demikian
penyulingan akan lebih singkat dan rendemennya lebih tinggi. Penyulingan cara
itu membutuhkan waktu 8 jam dengan rendemen minyak 13.33 %, sedang tanpa
difraksi membutuhkan waktu 10 jam dengan rendemen minyak 12.98 % (Hernani dan
Risfaheri, 1990).
Untuk penyulingan fuli pala tidak
perlu fulinya dihancurkan sebelum disuling. Kadar minyak atsiri dari fuli yang
masih muda yang berwarna keputih-putihan berkisar 7 – 18 % (Rismunandar, 1987).
Penampakan minyak pala dan fuli hamper sama, keduanya berwarna jernih hingga
kuning pucat dan mempunyai susunan kimia yang sama.
3.
Oleoresin dan
mentega pala
Oleoresin terdiri dari minyak atsiri
dan resin serta komponen-komponen pembentuk flavor lainnya (senyawa-senyawa)
yang tidak mudah menguap yang menentukan rasa khas pala. Tahap-tahap pembuatan
oleoresin adalah persiapan bahan, ekstraksi dengan pelarut organik dan
pengambilan kembali pelarut organik. Menurut Somaatmadja (1984), ekstraksi pala
langsung dengan etanol dingin dapat menghasilkan 18 – 26 % oleoresin dan hasil
tersebut didinginkan dan disaring. Oleoresin yang dihasilkan menjadi 10 – 12 %,
sisanya adalah lemak trimiristin yang disebut mentega pala. Bila digunakan
pelarut benzena, oleoresin pala yang dihasilkan sebelum dilakukan penyaringan
mencapai 31 – 37 %.
Pada pembuatan oleoresin fuli, fuli
yang di ekstrak dengan petroleum eter dapat menghasilkan 27 – 32 % oleoresin
yang mengandung 8.5 – 22 % minyak atsiri. Ekstraksi dengan etanol panas dapat
menghasilkan 22 – 27 % oleoesin dan hasil tersebut didinginkan dan disaring.
Oleoresin yang dihasilkan menjadi 1 – 13 % dan sisa yang terpisah berupa mentega
fuli. Lemak pala juga dapat diekstrak dengan hotpress karena kadar lemaknya
cukup tinggi (29 – 40 %), lemak ini dapat disebut sebagai mentega pala
(Somaatmadja, 1984).
4.
Daging buah pala
Daging buah pala dapat diolah
menjadi berbagai macam produk pangan seperti manisan pala, sari buah, selai
pala, chutney dan jelli. Manisan pala biasanya menggunakan buah pala yang masih
muda, sedangkan untuk bentuk olahan lainya dapat digunakan daging buah pala
yang telah masak. Ada dua macam manisan pala yaitu manisan basah dan manisan
kering.
Manisan basah dibuat dengan cara
merendam daging buah pala dalam larutan garam selama + 1/2 hari untuk menarik
kotoran dan getahnya, lalu dicuci bersih. Kemudian direndam dalam gula pasir
sehingga keluar cairan. Cairan tersebut dipisahkan kemudian dikentalkan dengan
penambahan gula. Selanjutnya buah pala direndam kembali dalam cairan gula
tersebut. Untuk membuat manisan kering, daging buah pala yang telah bersih
direndam dalam gula pasir kemudian dijemur sampai kering.
2.4 Budidaya Tanaman Lengkuas
A. Perbanyakan
Lengkuas
Perbanyakan tanaman lengkuas dapat
menggunakan potongan rimpang yang sudah tua dan bertunas atau rimpang anakan,
kemudian dipecah-pecah menjadi beberapa ruas dengan 2-3 tunas dalam tiap
pecahannya atau disesuaikan dengan rencana kebutuhannya. Rimpang tua sebaiknya
dipilih yang beratnya 50 gram, dan ukurannya seragam. Rimpang dapat ditunaskan
di atas 3- 5 lapisan jerami atau alang-alang alang- alang yang dihamparkan di
atas tanah.
Penyemaian juga dapat dilakukan di
atas rak- rak kayu. Penyiraman selama pembibitan sampai bertunas dilakukan
untuk memelihara sebagian besar mata rimpang. Pertunasan dianggap cukup bila
semua atau sebagian besar mata rimpang sudah tumbuh 1- 2cm, biasanya berumur
3-4 minggu. Setelah rimpang bertunas atau dipelihara selam 1-2 bulan, bibit
yang pertumbuhannya seragam siap ditanam di lahan. Untuk proses pembibitan,
pengolahan lahan, penanaman, pemeliharaan hingga pemanenan bisa dilihat
penjelasan dibawah ini :
1.
Pembibitan
Dalam Pembudidayaan
Laja/Lengkuas haruslah dipilih bibit berkualitas. Bibit berkualitas adalah
bibit yang memenuhi syarat mutu genetik, mutu fisiologik (persentase tumbuh
yang tinggi), dan mutu fisik. Mutu fisik adalah bibit yang bebas hama dan
penyakit. Oleh karena itu kriteria yang harus dipenuhi yaitu:
Ø Bahan bibit diambil langsung dari kebun (bukan dari pasar).
Ø Dipilih bahan bibit dari tanaman yang sudah tua (berumur
9-10 bulan).
Ø Dipilih pula dari tanaman yang sehat dan kulit rimpang
tidak terluka atau lecet.
Untuk pertumbuhan tanaman yang
serentak atau seragam, bibit jangan langsung ditanam sebaiknya terlebih dahulu
dikecambahkan. Penyemaian bibit dapat dilakukan dengan menggunakan peti kayu
atau dengan bedengan.
2.
Penyemaian pada bedengan.
Buatlah rumah penyemaian sederhana
ukuran 10 x 8 m untuk menanam bibit 1 ton (kebutuhan seluas 1 ha). Di dalam
tempat penyemaian tersebut buat bedengan dari tumpukan jerami dengan tebal
kurang lebih 10 cm. Rimpang bakal bibit disusun pada bedengan jerami lalu
ditutup jerami, dan di atasnya diberi rimpang lalu diberi jerami pula, demikian
seterusnya, sehingga didapatkan 4 susunan lapis rimpang dengan bagian atas
berupa jerami.
Perawatan bibit pada bedengan dapat
dilakukan dengan penyiraman setiap hari dan sesekali disemprot dengan
fungisida. Setelah 2 minggu, biasanya rimpang sudah bertunas. Bila bibit
bertunas dipilih agar tidak terbawa bibit berkualitas rendah. Bibit hasil
seleksi itu dipatah-patahkan dengan tangan dan setiap potongan memiliki 3-5
mata tunas dan beratnya berkisar 40-60 gram.
3. Penyemaian Dengan Peti Kayu
3. Penyemaian Dengan Peti Kayu
Rimpang yang baru dipanen dijemur
sementara (tidak sampai kering), kemudian disimpan sekitar 1-1,5 bulan.
Patahkan rimpang tersebut dengan tangan dimana setiap potongan memiliki 3-5
mata tunas dan dijemur ulang 1/2 - 1 hari. Selanjutnya potongan bakal bibit
dikemas ke dalam karung dengan anyaman jarang, lalu dicelupkan kedalam
fungisida dan zat pengatur tumbuh sekitar 1 menitan kemudian keringkan. Setelah
itu masukkan kedalam peti kayu. Lakukan cara penyemaian dengan peti kayu
sebagai berikut: pada bagian dasar peti kayu diletakkan bakal bibit selapis,
kemudian di atasnya diberi abu gosok atau sekam padi, demikian seterusnya
sehingga yang paling atas adalah abu gosok atau sekam padi tersebut. Setelah
2-4 minggu lagi, bibit tersebut sudah disemai.
4. Penyiapan Bibit
4. Penyiapan Bibit
Sebelum ditanam, bibit harus bebas
dari ancaman penyakit dengan cara dicelupkan ke dalam larutan fungisida sekitar
8 jam. Kemudian bibit dijemur 2 - 4 jam kemudian barulah ditanam dilahan yang sudah diolah terlebih dahulu.
B. Pengolahan Lahan
B. Pengolahan Lahan
- Persiapan
Lahan: Untuk mendapatkan hasil panen yang optimal harus diperhatikan
syarat-syarat tumbuh yang dibutuhkan tanaman. Bila keasaman tanah yang ada
tidak sesuai dengan keasaman tanah yang dibutuhkan tanaman maka harus
ditambah atau dikurangi keasaman dengan kapur.
- Pembukaan
Lahan: Pengolahan tanah diawali dengan dibajak sedalam kurang lebih dari
30 cm dengan tujuan untuk mendapatkan kondisi tanah yang gembur atau remah
dan membersihkan tanaman pengganggu. Setelah itu tanah dibiarkan 2-4
minggu agar gas-gas beracun menguap serta bibit penyakit dan hama akan
mati terkena sinar matahari. Apabila pada pengolahan tanah pertama
dirasakan belum juga gembur, maka dapat dilakukan pengolahan tanah yang
kedua sekitar 2-3 minggu sebelum tanam dan sekaligus diberikan pupuk
kandang dengan dosis 1.500-2.500 kg.
- Pembentukan
Bedengan: Pada daerah-daerah yang kondisi air tanahnya jelek dan sekaligus
untuk mencegah terjadinya genangan air, sebaiknya tanah diolah menjadi
bedengan-bedengan dengan ukuran tinggi 20-30 cm, lebar 80-100 cm,
sedangkan panjangnya disesuaikan dengan kondisi lahan.
- Pengapuran:
Pada tanah dengan pH rendah, sebagian besar unsur-unsur hara didalamnya,
terutama fosfor (p) dan calcium (Ca) dalam keadaan tidak tersedia atau
sulit diserap. Kondisi tanah yang masam ini dapat menjadi media
perkembangan beberapa cendawan penyebab penyakit fusarium sp dan pythium
sp. Pengapuran juga berfungsi menambah unsur kalium yang sangat diperlukan
tanaman untuk mengeraskan bagian tanaman yang berkayu, merangsang
pembentukan bulu-bulu akar, mempertebal dinding sel buah dan merangsang
pembentukan biji.
C. Penentuan Pola tanaman
Pembudidayaan secara
monokultur pada suatu daerah tertentu memang dinilai cukup rasional, karena
mampu memberikan produksi dan produksi tinggi. Namun di daerah, pembudidayaan
tanaman secara monokultur kurang dapat diterima karena selalu menimbulkan
kerugian. Penanaman secara tumpangsari dengan tanaman lain mempunyai
keuntungan-keuntungan sebagai berikut:
Ø Mengurangi kerugian yang disebabkan naik turunnya harga.
Ø Menekan biaya kerja, seperti: tenaga kerja pemeliharaan
tanaman.
Ø Meningkatkan produktivitas lahan.
Ø Memperbaiki sifat fisik dan mengawetkan tanah akibat
rendahnya pertumbuhan gulma (tanaman pengganggu).
1.
Pembuatan lubang
tanam : Untuk menghindari pertumbuhan yang
jelek, karena kondisi air tanah yang buruk, maka sebaiknya tanah diolah menjadi
bedengan-bedengan. Selanjutnya buat lubang - lubang kecil atau alur sedalam 3-7,5 cm untuk menanam bibit lengkuas
tersebut dengan baik.
2.
Cara penanaman : Cara penanaman dilakukan dengan cara melekatkan bibit
rimpang secara rebah ke dalam lubang tanam atau alur yang sudah disiapkan.
3.
Periode tanam : Alangkah baiknya jika penanaman dilakukan pada awal musim
hujan sekitar bulan September dan Oktober. Hal ini dimungkinkan karena tanaman
muda akan membutuhkan banyak air untuk pertumbuhannya.
D. Pemeliharaan
Ø Penyiangan: Penyiangan pertama dilakukan ketika tanaman
berumur 2-4 minggu kemudian dilanjutkan 3-6 minggu sekali. Tergantung pada
kondisi tanaman pengganggu yang tumbuh. Namun setelah berumur 6-7 bulan,
sebaiknya tidak perlu dilakukan penyiangan lagi, sebab pada umur tersebut
rimpangnya mulai besar.
Ø Penyulaman: Sekitar 2-3 minggu setelah tanam, hendaknya
diadakan pengecekan untuk melihat rimpang yang mati. Bila demikian harus segera
dilaksanakan penyulaman agar pertumbuhan bibit sulaman itu tidak jauh
tertinggal dengan tanaman lain, maka sebaiknya dipilih bibit rimpang yang baik
serta pemeliharaan yang benar.
Ø Pembubunan: Tanaman memerlukan tanah yang peredaran udara
dan air dapat berjalan dengan baik, maka tanah harus digemburkan. Disamping itu
tujuan pembubunan untuk menimbun rimpang yang kadang-kadang muncul ke atas
permukaan tanah. Apabila tanaman masih muda, cukup tanah dicangkul tipis di
sekeliling rumpun dengan jarak kurang lebih 30 cm. Pada bulan berikutnya dapat
diperdalam dan diperlebar setiap kali pembubunan akan berbentuk gubidan dan
sekaligus terbentuk sistem pengairan yang berfungsi untuk menyalurkan kelebihan
air. Pertama kali dilakukan pembumbunan pada waktu tanaman berbentuk rumpun
yang terdiri atas 3-4 batang semu, umumnya pembubunan dilakukan 2-3 kali selama
umur tanaman. Namun tergantung kepada kondisi tanah dan banyaknya hujan.
Ø Pemupukan bisa menggunakan pupuk organik atau pun pupuk
kimia. Pada pertanian organik yang tidak menggunakan bahan kimia termasuk
pupuk buatan dan obat-obatan, maka pemupukan secara organik yaitu dengan
menggunakan pupuk kompos organik atau pupuk kandang dilakukan lebih sering
dibanding kalau kita menggunakan pupuk buatan. Adapun pemberian pupuk kompos
organik ini dilakukan pada awal pertanaman pada saat pembuatan guludan sebagai
pupuk dasar sebanyak 60 – 80 ton per hektar yang ditebar dan dicampur tanah
olahan. Untuk menghemat pemakaian pupuk kompos dapat juga dilakukan dengan
jalan mengisi tiap-tiap lobang tanam di awal pertanaman sebanyak 0.5 – 1kg per
tanaman. Pupuk sisipan selanjutnya dilakukan pada umur 2 – 3 bulan, 4 – 6
bulan, dan 8 – 10 bulan. Adapun dosis pupuk sisipan sebanyak 2 – 3 kg per
tanaman. Pemberian pupuk kompos ini biasanya dilakukan setelah kegiatan
penyiangan dan bersamaan dengan kegiatan pembubunan.
Ø Pengairan dan penyiraman: Tanaman lengkuas tidak memerlukan
air yang terlalu banyak untuk pertumbuhannya, akan tetapi pada awal masa tanam
diusahakan penanaman pada awal musim hujan sekitar bulan september.
E. Panen
Panen merupakan waktu yang paling ditunggu oleh setiap
petani, khususnya petani Lengkuas. Waktu panen rimpang lengkuas di tandai
dengan berakhirnya pertumbuhan vegetative seperti daun menunjukkan gejala
kelayuan secara fisiologis. Pada keadaan ini rimpang telah berukuran optimal
dan umur di lahan 10-12 bulan untuk lengkuas.
Pemanenan
dilakuakn dengan cara membongkar rimpang dengan garpu atau cagkul secara
hati-hati agar tidak terluka atau rusak. Tanah yang menempel pada rimpang di
bersihkan dengan cara di pukul pelan-pelan sehingga tanah terlepas dari permukaan kulit lengkuas
sehingga lengkuas bersih.
F. Pasca Panen
1.
Pencucian
Rimpang
yang telah di hilangkan batang, daun dan akarnya tersebut kemudian di bawa ke
tempat pencucian. Rimpang direndam di dalam bak pencucian selama 2-3 jam.
Selanjutnya rimpang di cuci sambil disortasi. Setelah bersih, rimpang segera di
tiriskan dalam rak-rak peniris selama satu hari. Penirisan sebaiknya di lakukan
dalam ruangan atau ditempat yang tidak terkena sinar matahari secara langsung
sehingga tidak terjadi penyusutan berat rimpang.
2.
Perajangan
Perajangan untuk mempermudah pengeringan rimpang lengkuas.
Jika lengkuas hendak dikonsumsi dalam keadaan segar maka perajangan tidak perlu
di lakukan. Dan rimpang dapat segera di manfaatkan setelah di cuci dan
ditiriskan. Perajangan dapat menggunakan mesin atau perajang manual. Arah
irisan melintng agar sel-sel yang mengandung minyak atsiri tidak pecah. Dan
kadarnya tidak menmurun akibat penguapan. Tebal irisan rimpang antara 4-6 mm.
Untuk mendapatkan warna dan kualitas lengkus yang bagus, setelah perajangan
rimpang lengkuas diuapi dengan uap panas atau di celup dalam air mendidih
selama 1 jam sebelumdikeringkan.
3. Pengeringan
3. Pengeringan
Pengeringan rimpang lengkuas dapat menggunakan matahari
langsung, alat pengering beretenaga sinar matahari, di angin-anginkan, atau
memakai mesin pengeringan.
Ø Dengan matahari langsung. Pengeringan dilakukan di tempat
cahaya matahari langsung. Sistem ini menggunakan waktu yang agak lama
tergantung intensitas dan lama penyinaran.
Ø Pengeringan dengan alat berenergi cahaya matahari. Masih
tergantung pada intensitas cahaya dan lama penyinaran, tetapi waktunya relative
lebih singkat. Untuk itu, bahan di hamparkan di atas rak pengering.
Ø Pengeringan dengan mesin. Pengeringan dengan mesin selain
lebih cepat juga hasilnya lebih berkualitas. Hal yang perlu di perhatik an
dalam pengeringan dengan mesin pengering ini adalah suhu pengeringan yang
tepat. Untuk rimpang lengkuas sebaiknya di gunakan suhu pengeringan antara
40-60 0c. waktu yang dibutuhkan 3-4 hari.
2.5
Budidaya tanaman Kunyit
A.
Persyaratan Ekologis
Di Indonesia, sentra penanaman kunyit di Jawa Tengah, dengan produksi
mencapai 12.323 kg/ha. Di India, Srilanka, Cina, Haiti, dan Jamaika dengan
produksi mencapai > 15 ton/ha.
1.
Iklim
a.
Tanaman kunyit dapat
tumbuh baik pada daerah yang memiliki intensitas cahaya penuh atau sedang,
sehingga tanaman ini sangat baik hidup pada tempat- tempat terbuka atau sedikit
naungan.
b.
Pertumbuhan terbaik
dicapai pada daerah yang memiliki curah hujan 1000-4000 mm/tahun. Bila ditanam
di daerah curah hujan < 1000 mm/tahun, maka system pengairan harus
diusahakan cukup dan tertata baik. Tanaman ini dapat dibudidayakan sepanjang
tahun. Pertumbuhan yang paling baik adalah pada penanaman awal musim hujan.
c.
Suhu udara yang
optimum bagi tanaman ini antara 19-30 oC.
2.
Media Tanam
a.
Kunyit tumbuh subur
pada tanah gembur, pada tanah yang dicangkul dengan baik akan
menghasilkan umbi yang berlimpah.
b.
Jenis tanah yang
diinginkan adalah tanah ringan dengan bahan organik tinggi, tanah lempung
berpasir yang terbebas dari genangan air/sedikit basa.
3.
Ketinggian
Tempat
Kunyit tumbuh baik di dataran rendah (mulai < 240 m dpl) sampai dataran
tinggi (> 2000 m dpl). Produksi optimal + 12 ton/ha dicapai pada ketinggian
45 m dpl.
B.
Perbanyakan
Perbanyakan kunyit dapat dilakukan secara vegetatif dengan memecah rimpang menjadi tunas,
tunas baru dan dengan biji. Namun, pada umumnya petani melakukan perbanyakan
tanaman dengan rimpang.
Untuk mendapatkan pertanaman di lapangan yang seragam sebaiknya
rimpang-rimpang yang akan di tanam sebaiknya ditunaskan lebih dahulu. Untuk
bahan bibit sebaiknya dipilih rimpang primer. Selain itu, untuk bahan bibit
dapat juga digunakan cabang-cabang rizoma yang mempunyai satu atau dua mata
tunas. Cara lain untuk mendapatkan bibit adalah dengan memotong rimpang tua
yang baru di panen di keringkan di bawah sinar matahari selama 4-5 hari setiap
potongan rimpang mengandung 2 mata tunas. Sebelum ditunaskan, potongan rimpang
direndam dalam agrimisin 0,1 % selama kira-kira 4 jam lalu di
angin-anginkan. Penunasan kunyit dilakukan seperti jahe, yaitu dimedia jerami
yang kelembabbanya selalu diatur dengan penyiraman yang rutin. Penunasan
dilakukan antara 1-3 minggu. Bibit dengan pertumbuhan tunas yang seragam dan
sehat diseleksi untuk kemudian di pindahkan ke lahan penanaman.
C.
Penanaman.
Awal musim hujan merupakan saat yang tepat untuk melakukan penanaman
kunyit. Penanaman dapat juga di lakukan saat musim kemarau. Rimpang dari
persemian di tanam di lubang tanam pada kedalaman 2-5 cm dengan tunas mengarah
ke atas. Selanjutnya rimpang ditutup dengan tanah halus agar pertumbuhan tunas
tidak tergangg
D.
Pemupukan
Disamping pupuk
kandang yang diberikan saat tanam untuk mendukung pertumbuhan vegetative
kunyit membutuhkan pupuk buatan. Pupuk urea di berikan dengan dosis 300 kg yang
diberikan dua kali. Yaitu ½ dosis pada saat tanam dan ½ dosis lainnya diberikan
pada umur empat bulan setelah tanam. Untuk memacu pertumbuhan akar dan jumlah
anaknya di berikan pupuk TSP atau SP-36 sebanyak 200 kg/ha. Untuk memperkokoh
batang dan meningkatkan kualitas rimpang dibutuhkan pupuk KCL sebanyak 300
kg/ha. Kedua jenis pupuk tersebut diberikan semuanya pada saat tanam.
E.
Pengendalian Hama dan Penyakit
Hama penggerak
rimpang merupakan hama yang menyukai tunas-tunas yang baru tumbuh. Gejala
serangan menunjukan pada daun tampak kuning kemudian luruh. Apabila tanaman di
bongkar maka rimpang tampak seperti di kerat. Pengendalian hama tersebut dilakukan
dengan furadan sesuai dengan dosis yang diajukan.
F.
Pemeliharaan Tanaman.
Sekitar 1-2 sesudah
tanam sebaiknya dilakukan penyiangan gulma dan tumbuh pengganggu lainya.
Penyiangan di lakukan secara manual dengan tangan atau menggunakan gacok atau
alat sejenisnya.
Penyiangan harus dilakukan dengan hati-hati agar perakaran di sekitar
rumput tidak terganggu. Bersamaan dengan penyiangan, permukaan tanah di sekitar
rumput sebaiknya di bumbun dengan tanah dari saluran air agar rimpang
yang diatas tidak keluar dari permukaan tanah. Pembumbunan sebaiknya dilakukan
sebulan sekali.
G.
Cara Panen dan
Pascapanen Tanaman Kunyit.
Masa panen tanaman kunyit umumnya dilakukan pada umur 8-10 bulan setelah
penanaman, namun ada juga petani yang memanen kunyit pada umur 12-18 bulan.
Tanda-tanda tanaman kunyit yang sudah siap di panen dapat dilihat berdasarkan
penampilan daun yang sudah kering tan luruh ke tanah. Pemanenan dilakukan
dengan menggunakan garpu tanah yang dibenamkan disekitar rumput dan bongkahan
rimpang diangkat secara perlahan.
Cara panen ini dapat menjaga rimpang kunyit yang dipanen agar tetap utuh
dan tidak patah. Selanjutnya rimpang kunyit dibersihkan dari tanah yang melekat
dan disusun pada wadah dari kayu atau keranjang bumbu untuk mengurangi resiko
patahnya rimpang kunyit.
III.
PENUTUP
3.1
Kesimpulan
1.
Budidaya tanaman
rempah dan bahan penyegar pada beberapa komoditi memiliki kesamaan antara lain
: persiapan lahan, persiapan bibit, penanaman, perawatan, pemanenan serta
penanganan pasca panen.
2.
Budidaya tanaman
rempah dan penyegar harus dilakukan dengan kriteria lokasi dan iklim penanaman
yang sesuai, sehingga dapat menghasilkan produksi yang maksimal.
3.
Produk olahan
dari tanaman rempah dan bahan penyegar sangat bervariasi, mulai dari produk
kosmetik, makanan, hingga kesehatan.
4.
Produk dari
tanaman rempah dan bahan penyegar merupakan komoditi ekspor yang dapat
meningkatkan devisa negara.
DAFTAR PUSTAKA
Bambang, S. 1999.
Mari Menanam Cengkeh. PD Nasional. Surabaya.
Departemen Pertanian. 2007. Prospek dan Arah Pengembangan
Agribisnis Cengkeh. Departemen
Pertanian, Jakarta
Deptan. 2010. Teknologi Unggulan Tanaman Cengkeh Pusat
Penelitian dan Pengembangan
Direktorat Jenderal Perkebunan. 2012. Pedoman Teknis
Rehabilitasi Tanaman Cengkeh.
Kementrian Pertanian, Jakarta
Muhandas, R. W., D. A. Setyawati., S. Ernitawati., P.
Widyaningrum., N. D. Faradila. Mahasiswa Fakultas Pertanian, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
AAK. 1973. Bagaimana Menanam Cengkeh.
Kanisius. Yogyakarta.
Perkebunan.<http://balittri.litbang.go.id/database/unggulan/bookletcengkeh>. Diakses pada tanggal 16 November
2015.
0 comments:
Post a Comment