Saturday, December 5, 2015

Budidaya Rempah Khas Indonesia

Makalah Teknologi Hortikultura



TEKNIK BUDIDAYA TANAMAN REMPAH – REMPAH
DAN BAHAN PENYEGAR




OLEH :

KELOMPOK I

HENGKI HERMAWAN
IRSAD ADANAN HARAHAP
ASRATAN ASBA
FAJRIAL LISHA



PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI
FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SYIAH KUALA
DARUSSALAM, BANDA ACEH
2015


I.                   PENDAHULUAN


1.1 Latar Belakang
            Indonesia termasuk salah satu negara penghasil rempah-rempah terbesar di dunia. Karena rempah-rempah itu pulalah Indonesia pernah dijajah oleh negara lain. Rempah-rempah adalah bagian tumbuhan yang beraroma atau berasa kuat yang digunakan dalam jumlah kecil pada makanan sebagai pengawet atau penambah rasa dalam masakan. Rempah-rempah biasanya dibedakan dengan tanaman lain yang digunakan untuk tujuan yang mirip, seperti tanaman obat, sayuran beraroma, dan buah kering.
            Begitu eksotiknya rempah Nusantara, perusahaan persatuan dagang Belanda untuk Hindia Timur atau VOC (Vereenigde Oost Indische Compagnie) sekitar 400 tahun lampau datang untuk menguasainya. Salah satu jenis rempah yang pemanfaatannya hingga sekarang masih sebatas komoditas primer adalah rempah tuba atau andaliman (Zanthoxylum acanthopodium DC). Industri pengolahan rempah tidak berkembang sebab petani dan pelaku usaha kurang memahami kebutuhan pasar ekspor yang menginginkan produk siap pakai yang telah diolah (Sihotang, B., 2008).
       Sejak jaman dulu, nenek moyang kita bangsa Indonesia telah menggunakan rempah-rempah dan bahan penyegar dalam berbagai hal. Baik untuk masak-memasak maupun untuk hal-hal lainnya. Hinggga sekarang pun orang-orang Indonesia masih menggunakannya dalam kehidupan sehari-hari. Faktor ini karena rempah-rempah dan bahan penyegar banyak tumbuh di Indonesia. Letak geografis Indonesia cocok untuk pertumbuhan tanaman-tanaman ini.
Tanaman rempah berkhasiat sebagai tenaman penyegar sekaligus tanaman obat seperti halnya tanaman cengkeh. Cengkeh merupakan bahan utama penambah aroma rokok kretek. Komponen minyak atsiri yang terkandung didalamnya berfungsi sebagai anestetik dan antimikroba, sehingga sering digunakan untuk menghilangkan bau nafas dan mengobati sakit gigi, membantu melegakan perut, memiliki sifat mampu meningkatkan produksi asam lambung, menggiatkan gerakan peristaltik saluran pencernaan, juga dikatakan sebagai obat cacing alami, mengobati batuk, kolera, campak, meningkatkan denyut jantung, menghitamkan alis mata, dan mengatasi polip.
            Bahan penyegar adalah semua bahan nabati yang dapat merangsang pemakainya, baik digunakan untuk merokok (furnitori), menyirih (mastikatori) ataupun dalam minuman. Mengapa disebut penyegar karena biasa merangsang respon syaraf untuk lebih aktif sehingga menghasilkan efek segar.  Yang termasuk bahan penyegar antara lain kopi, teh, coklat, tembakau, sirih, kola, candu dan ganja. Pada umumnya bahan – bahan tersebut mengandung zat perangsang yang temasuk golongan alkaloid.
             Tanaman penyegar dapat dibedakan berdasarkan keperluannya dan tergantung keperluan pemakainya. Untuk menyegarkan mata dalam ruangan terkadang konsumen memakai tanaman yang memiliki daun berwarna hijau dan adapula yang berwarna warni untuk meramaikan suasana ruangan yang sepi.
            Tanaman penyegar memiliki berbagai macam khasiat. Beberapa khasiatnya antara lain seperti dengan meminum teh bisa memperpanjang umur hal ini dikarenanakan, teh mengandung 18 x lipat kandungan vitamin E, yang menghambat sel menjadi tua. Teh juga bisa memberi dorongan semangat, memperkuat pikiran dan kemampuan mengingat.
            Bertambahnya jumlah penduduk peningkatan taraf sektor industri berdampak positive terhadap peningkatan kebutuhan rempah-rempah dan bahan penyegar baik dalam hal jumlah, mutu, ataupun ragamnya . Oleh karena itu teknik budidaya tanaman rempah dan penyegar perlu dilakukan dengan intensif sehingga produk yang dihasilkan dapat memenuhi kebutuhan pasar.

1.2    Tujuan
            Tujuan dari pembuatan makalah ini adalah untuk mengetahui tekhnik budidaya tanaman rempah dan penyegar sehingga mahasiswa lebih mengetahui cara budidaya tanaman tersebut dengan baik dan benar.
           

II.                PEMBAHASAN

2.1 Budidaya Tanaman Cengkeh


A. Persiapan Lahan
            Dalam mempersiapkan lahan, yang harus dilakukan adalah
1.    Pembersihan lahan (bekas tunggak atau akar kayu yang dapat menyebabkan rayap atau jamur akar) yang kemudian dilanjutkan dengan pengolahan tanah.
2.        Pembuatan lubang tanam yang biasanya disiapkan sejak bulan Juli sampai dengan September dan ditutup pada bulan Oktober, tujuannya agar lubang dan tanah galiannya terkena panas yang cukup lama. Ukuran (panjang, lebar, dan kedalaman) yang biasa digunakan dalam pembuatan lubang tanam yaitu: (i) 60 x 60 x 60 cm, (ii) 80 x 80 x 80 cm, dan (iii) 1 x 1 x 1 m.
3.     Pada 2 minggu sampai 1 bulan sebelum tanam, tanah diberi pupuk kandang yang telah menjadi tanah atau kompos sebanyak 5-10 kg/pohon.
4.       Untuk mengatur kelebihan air perlu dibuat saluran drainase yang cukup.

B. Penanaman
            Penanaman dilakukan apabila semua persiapannya, misalnya terasering telah baik, peneduh alam atau buatan telah siap, lubang-lubang tanam yang memenuhi syarat telah ditutup kembali, serta jarak tanam tanam telah ditentukan.
            Jarak tanam yang biasa digunakan pada penanaman cengkeh tidak sama tergantung pada ketinggian dan kemiringan tanah. Jarak tanam pada tanah datar 8 m x 8 m = 156 pohon dan pada tanah agak miring minimal 6 m x 6 m = 256 pohon, atau dapat dibuat bervariasi 8 m x 6 m = 200 pohon, 6 m x 7 m = 238 pohon, 7 m x 8 m = 178 pohon. Bila terdapat gangguan-gangguan yang dapat merugikan, jarak tanam dapat dibuat lebih rapat lagi, misalnya 4 m x 4m = 625 pohon.
Penanaman cengkeh dilaksanakan pada awal musim hujan. Dalam penanamannya dilakukan pula pola tanam campuran (polikultur) dengan sistem tanam pagar, yaitu memperkecil jarak tanam dalam baris (Timur-Barat) misalnya 12 m x 5 m atau 14 m x 6 m sehingga tersedia ruangan untuk tanaman sela atau tanaman campuran. Tanaman campuran dapat dilakukan pada tanaman yang belum produktif dan atau kurang produktif. Beberapa tanaman campuran yang dapat digunakan antara lain: kacang tanah, kacang tunggak, jagung, dan tanaman lain kecuali ketela pohon karena ketela pohon menyerap banyak garam-garam mineral dari dalam tanah dan tidak dikembalikan sehingga sangat cepat mengurangi kesuburan tanah.

C. Pemeliharaan
            Setelah bibit cengkeh ditanam ke lapangan tahap selanjutnya adalah pemeliharaan. Pada tanaman cengkeh, pemeliharaan merupakan periode yang panjang, yaitu selama tanaman yang diusahakan tersebut dianggap masih menguntungkan secara ekonomis. Ada beberapa tahapan pemeliharaan yang harus diperhatikan pada tanaman cegkeh, antara lain :
1. Pengelolaan Lahan dan Tanaman.
Ø  Penggemburan Tanah dan Sanitasi Kebun.
a.       Tanaman cengkeh yang berumur 1 – 5 tahun merupakan periode yang kritis, sekitar 10 – 30% tanaman yang telah ditanam di lapangan mengalami kematian atau perlu diganti/disulam karena berbagai sebab, seperti hama penyakit, kekeringan, kalah bersaing dengan gulma, atau penyebab lainnya.
b.      Penggemburan tanah disekeliling tanaman di daerah sekitar perakaran di cangkul dangkal (± 10 cm) sekurang-kurangnya 2 kali setahun, pada awal dan akhir musim hujan sekaligus sebagai persiapan pemupukan.
c.       Gulma atau alang-alang harus dibersihkan sampai akar-akarnya dengan cangkul/garpu atau dengan penyemprotan herbisisda.
2. Pengaturan Naungan
Ø  Pada stadia awal pertumbuhan, tanman cengkeh memerlukan naungan yang cukup. Ada dua nanungan yang digunakan, yaitu:
a.      Naungan buatan/sementara Dapat menggunakan daun nyiur yang dianyam, atau kepang dari bamboo hingga umur 2 tahun.
b.    Naungan alami Sekitar tanaman di kanan/kiri dan di belakang sebaiknya ditanami dengan pupuk hijau. Maksudnya untuk menahan teriknya sinar matahari, menahan angin dan mematahkan jatuhnya hujan yang lebat. Pohon peneduh yang ditanam biasanya Theoprocia, Flumingia congesta, yang bukan merupakan saingan akar.
c.       Naungan buatan diadakan maksimal untuk dua periode musim kemarau setelah penanaman.
d.  Bila naungan alami (pohon peneduh) sudah terlihat gelap harus segera dipangkas , pangkasan dimasukkan ke dalam rorak (sebagai humus). Jangan memangkas pada musim kemarau karena akan merugikan.
e.       Setelah tanaman cengkeh mencapai umur 5 tahun naungan alami (pohon peneduh) sama sekali dihilangkan, karena tanaman sudah tahan terhadap semua pengaruh dari luar.

3. Penyulaman
a.       Waktu penyulaman sebaiknya dilakukan pada musim hujan, yaitu untuk menghindari kematian tanaman karena kekurangan air.
b.       Bibit sulaman yang digunakan berasal dari sumber benih dan umur yang tidak jauh berbeda dengan tanaman yang telah ditanam.

4. Penyiraman
a.       Pada awal pertumbuhan, tanaman cengkeh memerlukan kondisi tanah yang lembab, sehingga pada musim kemarau perlu adanya penyiraman. Setidak-tidaknya penyiraman dilakukan 2 – 3 kali sehari. Penyiraman dilakukan pada sore hari setelah pukul 15.00 karena saat sore hari keadaannya sejuk dan tidak akan terjadi penguapan yang banyak sehingga air dapat diserap oleh akar dalam jumlah yang banyak.
b.      Pada tanaman dewasa penyiraman kurang diperlukan lagi, kecuali pada kondisi iklim ekstrim kering.

6. Pemupukan
            Pemupukan bertujuan untuk memperbaiki pertumbuhan tanaman dan meningkatkan produksi cengkeh setelah panen. Berdasarkan pola penyebaran akarnya, penempatan pupuk pada tanaman cengkeh dilakukan dibawah proyeksi tajuk dan bagian dalam tajuk.
            Pemupukan diberikan 2 kali dalam setahun, yaitu saat awal musim hujan (akhir musim kemarau) dan saat awal musim kemarau (akhir musim hujan). Jenis pupuk yang diberikan dapat berupa pupuk organik (pupuk kandang atau kompos) dan pupuk anorganik, baik tunggal maupun berupa pupuk majemuk dalam bentuk butiran maupun tablet.

E. Pemanenan
            Produk utama cengkeh adalah bunga, yang pada waktu dipanen kadar airnya berkisar antara 60 – 70%. Waktu yang paling baik untuk memetik cengkeh adalah sekitar 6 bulan setelah bakal bunga timbul, yaitu setelah satu atau dua bunga pada tandannya mekar dan warna bunga menjadi kuning kemerah-merahan dengan kepala bunga masih tertutup, berisi dan mengkilat.
            Pemungutan bunga cengkeh dilakukan dengan cara memetik tangkai bunga dengan tangan, kemudian dimasukkan ke dalam kantong kain atau keranjang yang telah disiapkan, menggunakan tangga segitiga atau galah dari bamboo, serta tidak merusak daun disekitarnya saat pemetikan. Waktu panen sangat berpengaruh terhadap rendemen dan mutu bunga cengkeh serta minyak atsirinya.
            Saat pemetikan bunga cengkeh yang tepat yaitu apabila bunga sudah penuh benar tetapi belum mekar, pemetikan yang dilakukan saat bunga cengkeh masih muda (sebelum bunga masak) akan menghasilkan bunga cengkeh kering yang keriput, kandungan minyak atsirinya rendah dan berbau langu (tidak enak). Sedangkan apabila pemetikannya lambat 9 bunga sudah mekar) setelah dikeringkan akan diperoleh mutu yang rendah, tanpa kepala serta rendemennya rendah.

E. Pasca Panen
            Sebelum dikeringkan, bunga cengkeh dipisahkan dari tangkai atau gagang dan dikeringkan secara terpisah. Pada tahap ini dilakukan pemisahan antara bunga cengkeh yang baik, bunga yang terlalu tua dan yang terjatuh, setelah itu bunga cengkeh dikeringkan.
            Pengeringan dapat dilakukan dengan menjemurnya di bawah sinar matahari langsung atau menggunakan pengering buatan. Bunga cengkeh yang akan dijemur dihamparkan pada alas tikar, anyaman bamboo gribig) atau plastik, atau pada lantai jemur yang diberi alas plastic. Selama proses pengeringan, cengkeh dibolak-balik agar keringnya merata. Proses pengeringan dianggap selesai apabila warna bunga cengkeh telah berubah menjadi coklat kemerahan, mengkilat, mudah dipatahkan dengan jari tangan dan kadar air telah mencapai sekitar 10 – 12 %. Lamanya waktu penjemuran dibawah sinar matahari sekitar 3 – 4 hari. Cengkeh yang telah kering kalau disimpan tidak akan susut beratnya dan tahan lama asalkan tidak terkena air.
Kualitas cengkeh dapat dibedakan dan dinilai menurut:
Ø  Kekeringannya.
Ø  Persentase kotoran (tangkai bunga dan daun-daun).
Ø  Persentase yang tidak berkepala (sudah banyak yang mekar).
Ø  Persentase yang muda.
Ø  Warnanya.

Produk olahan yang dihasilkan dari komodoti cengkeh antara lain:
Ø  Untuk memberi aroma dan citarasa pedas pada rokok kretek khas Indonesia.
Ø  Untuk memberi aroma dan citarasa khusus pada makanan dan minuman.
Ø  Untuk memproduksi minyak esensial yang banyak digunakan dalam farmasi dan kesehatan.


2.2 Budidaya Tanaman Lada (Piper nigrum )
            Tanaman merica (lada) termasuk tanaman memanjat yang mempunyai dua sulur yaitu sulur panjat dan sulur cabang buah. Bila di gunakan sebagai bibit, sulur panjat akan menghasilkan tanaman yang punya sifat memanjat atau yang biasanya dikenal lada panjat. Sedangkan sulur cabang buah akan menghasilkan tanaman yang tidak memanjat atau lada perdu. Lada perdu bias di peroleh dengan perbanyakan vegetaitf daru sulur cabang buah.


Secara umum teknik budidaya unuk tanaman Lada (Piper nigrum L.) adalah sebagai berikut:
A.      Syarat pertumbuhan
Ø  Iklim
Ø  Curah hujan 2.000-3.000 mm/th.
Ø  Cukup sinar matahari (10 jam sehari).
Ø  Suhu udara 200C – 340C.
Ø  Kelembaban udara 50% – 100% lengas nisbi dan optimal antara 60% – 80% RH.
Ø  Terlindung dari tiupan angin yang terlalu kencang.
Ø  Media tanam (tanah)
Ø  Subur dan kaya bahan organiK
Ø  Tidak tergenang atau terlalu kering
Ø  pH tanah 5,5-7,0
Ø  Warna tanah merah sampai merah kuning seperti Podsolik, Lateritic, Latosol dan Utisol.
Ø  Kandungan humus tanah sedalam 1-2,5 m.
Ø  Kelerengan/kemiringan lahan maksimal ± 300.
Ø  Ketinggian tempat 300-1.100 m dpl.

B.       Pembibitan
Ø  Terjamin kemurnian jenis bibitnya
Ø  Berasal dari pohon induk yang sehat
Ø  Bebas dari hama dan penyakit
Ø  Berasal dari kebun induk produksi yang sudah berumur 10 bulan-3 tahun (Kebutuhan bibit ± 2.000 bibit tanaman perhektar)

C.      Pengolahan Media Tanam
Ø  Cangkul 1, pembalikan tanah sedalam 20-30 cm.
Ø  Taburkan kapur pertanian dan diamkan 3-4 minggu.

D.      Teknik Penanaman
Ø  Sistem penanaman adalah monokultur (jarak tanam 2m x 2m). Tetapi juga bisa ditanam dengan tanaman lain.
Ø  Lubang tanam dibuat limas ukuran atas 40 cm x 35 cm, bawah 40 cm x 15 cm dan kedalaman 50 cm.
Ø  Biarkan lubang tanam 10-15 hari barulah bibit ditanam.
Ø  Waktu penanaman sebaiknya musim penghujan atau peralihan dari musim kemarau kemusim hujan, pukul 6.30 pagi atau 16.30-18.00 sore.
Ø  Cara penanaman: menghadapkan bagian yang ditumbuhi akar lekat kebawah, sedangkan bagian belakang (yang tidak ditumbuhi akar lekat) menghadap keatas.
Ø  Tutup lubang tanam dengan tanah galian bagian atas yang sudah dicampur pupuk dasar: NPK 20 gram/tanaman. Untuk tanah kurang subur ditambahkan 10 gram urea, 7 gram SP 36 dan 5 gram KCl per tanaman. 
E.       Panen
Panen pertama dilakukan pada saat tanaman berumur tiga tahun atau kurang. Ciri-ciri: tangkainya berubah agak kuning dan sudah ada buah yang masak (berwarna kuning atau merah). Panen di lakukan dengan cara memetik buah bagian bawah hingga buah bagian atas, dengan mematahkan persendian tangkai buah yang ada diketiak dahan. Periode panen sesuai iklim setempat, jenis lada yang ditanam dan intensitas pemeliharaan.
F.       Pengolahan Hasil 
            Tahap-tahap penanganan pasca panen untuk menghasilkan lada hitam adalah sebagai berikut:
Ø  Panen dan Penanganan Bahan
  1. Untuk lada putih, hanya buah lada yang telah matang yang dapat dipanen yang ditandai dengan satu atau dua buah biji lada yang telah berubah warna menjadi kemerahan.
  2. Buah harus dipetik secara selektif, dan panen harus dilakukan sesering mungkin selama musim panen. Dengan seringnya dilakukan pemetikan selama musim panen, dapat diharapkan buah lada yang di petik menjadi seragam. Bila pemetikan lada hanya dilakukan satu atau dua kali selama musim panen, kemungkinan buah yang tidak matang atau terlalu tua akan ikut terbawa.
  3. Buah lada yang telah jatuh ke tanah harus diambil secara terpisah dan tidak boleh dicampur dengan buah lada yang berasal dari pohon. Buah lada yang jatuh ke tanah harus diproses secara terpisah untuk digunakan sesuai dengan kebutuhan.
  4. Pemetikan lada harus dilakukan dengan cara yang higienis /bersih, dikumpulkan dan di angkut di dalam kantong atau keranjang yang bersih untuk dibawa ketempat pemrosesan. Keranjang atau kantong yang telah dipergunakan untuk menyimpan bahan kimia pertanian tidak boleh digunakan untuk mengemas buah lada. Setiap kantong atau keranjang yang akan digunakan harus dibersihkan untuk memastikan bahwa kantong atau keranjang tersebut bebas dari bahan-bahan yang dapat menimbulkan kontaminasi.
Ø  Perontokan dan Pengayakan
  1. Perontokan buah lada dapat dilakukan dengan mempergunakan mesin atau secara manual. Bila jumlah buah lada yang dirontok berjumlah cukup banyak, direkomendasikan menggunakan mesin perontok yang banyak tersedia dengan berbagai tipe.
  2. Perontokan harus dilakukan secara hati-hati supaya buah lada tidak rusak selama proses ini. 3. Pastikan bahwa alat perontok benar-benar bersih sebelum digunakan khususnya bila alat tersebut sudah lama tidak digunakan. Alat perontok juga harus dibersihkan sebelum dan setelah digunakan. Pada perontokan dengan mesin dianjurkan supaya buah yang dirontok langsung direndam dalam air untuk mencegah perubahan warna karena proses pencoklatan.
  3. Buah lada yang telah dirontok harus diayak untuk memisahkan biji buah lada yang kecil, tidak matang dan lada menir, dimana bahan-bahan tersebut dapat mempengaruhi mutu lada hitam kering.
  4. Pengayakan dapat dilakukan menggunakan mesin atau secara manual, dengan menggunakan pengayak 4 mm mesh, dimana buah lada dapat melewati lubang pengayak tersebut, kemudian dipisahkan untuk dikeringkan ditempat yang terpisah.
Ø  Perendaman
  1. Perendaman dapat dilakukan dalam karung atau keranjang, dalam air yang mengalir atau kolam perendaman dan harus terendam sepenuhnya
  2. Perendaman yang dilakukan dalam air yang tidak mengalir, harus dilakukan penggantian air paling tidak dua hari sekali. 16
  3. Pada perendaman dalam air yang mengalir harus dipastikan bahwa tidak ada aktivitas sehari-hari yang dilakukan dibagian hulunya
  4. Karung harus dibalik-balik dari waktu ke waktu untuk menjamin proses perendaman yang merata.
  5.  Proses perendaman dilakukan sampai kulit lunak untuk memudahkan proses pengupasan pada pemisahan kulit dari biji. Perendaman dapat dilakukan dengan waktu yang lebih singkat kalau proses pengupasannya dilakukan dengan mesin
Ø  Pengupasan dan Pencucian
Pengupasan kulit lada setelah perendaman dapat dilakukan dengan berbagai cara. Pengupasan dapat dilakukan dengan mesin pengupas setelah perendaman dalam waktu yang singkat/lebih pendek daripada cara biasa. Selama proses perlu diperhatikan agar biji lada tidak rusak. Yang paling baik pengupasan dilakukan didalam air, atau dengan air yang mengalir untuk mencegah perubahan warna esudah pengupasan, biji lada harus dicuci dengan air yang bersih untuk menghilangkan sisa-sisa kulit sebelum proses pengeringan.

Ø  Pengeringan
Lada sebaiknya dikeringkan dibawah sinar matahari untuk mendapatkan warna putih kekuningan, pada suatu wadah bersih jauh diatas permukaan tanah. Daerah tempat pengeringan harus diberi pagar atau terlindung dari hama atau binatang peliharaan. Pastikan bahwa lada cukup kering, untuk mencegah kerusakan yang disebabkan oleh jamur atau bahan-bahan kontaminan lainnya, khususnya bila tidak ada panas atau sinar matahari. Pengeringan dapat juga dilakukan dengan pengering rumah kaca/platik menggunakan sinar matahari sebagai sumber panas untuk mempercepat proses pengeringan dan melindungi biji lada dari debu dan banda-benda kontaminan lainnya tanpa penambahan biaya yang nyata, kecuali investasi pembangunan.
Buah lada dapat dikeringkan dengan menggunakan alat pengering pada temperature dibawah 60˚C, untuk mencegah kehilangan minyak atsiri. Dilakukan di lingkungan yang bersih, bebas dari kontak dengan debu, kotoran, binatang peliharaan dan/atau sumber-sumber lain yang dapat menyebabkan kontaminasi. Lada putih harus dikeringkan sampai dengan kadar air dibawah 12% bila lada tersebut akan disimpan.

Pengeringan dengan alat yang menggunakan sinar matahari sebagai sumber panas dapat digunakan untuk mempercepat proses pengeringan dan melindungi biji lada dari debu dan banda-benda kontaminan lainnya tanpa penambahan biaya yang nyata.
Pengeringan dengan alat yang menggunakan potongan kayu, limbah kelapa dan limbah kebun lainnya sebagai bahan bakar dapat digunakan untuk mempercepat proses pengeringan dan mencegah terjadinya kontaminasi. Perlu diperhatikan temperatur tidak lebih dari 60ºC dan tidak ada kontaminasi dari asap.

Ø  Pembubukan
Dalam pembuatan bubuk lada, bahan yang digunakan adalah pala kering sempurna (kadar air sekitar 8-10 %). Bahan tersebut kemudian digiling halus dengan ukuran, sekitar 50-60 mesh dan dikemas dalam wadah yang kering

Ø  Pembersihan
  1. Biji lada putih yang telah kering, harus dihembus, dipilih dan dibersihkan untuk memisahkan kulit, tangkai buah atau benda asing lainnya.
  2. Waktu membersihkan lada putih, harus diperhatikan semua perkakas dan peralatan yang dipergunakan harus bersih dan bebas dari sumber-sumber yang mungkin menimbulkan kontaminasi.
  3. Biji lada dapat dihembus dengan mengalirkan angin untuk menghilangkan sisa kulit lada atau debu dan diayak untuk menghilangkan sisa-sisa daun dan tangkai buah lada, maupun biji lada yang kecil dan biji lada yang pecah.
Ø  Pengemasan
  1. Lada kering yang sudah bersih harus dikemas dalam kantong yang bersih dan kering atau kemasan lain yang cocok untuk penyimpanan dan pengangkutan.
  2. Harus benar-benar diperhatikan bahwa lada tidak terkontaminasi karena penggunaan kantong yang sebelumnya telah dipergunakan untuk pupuk, bahan kimia pertanian atau bahan-bahan lainnya.
  3. Kantong harus benar-benar bersih dan bila perlu dilakukan pemeriksaan secara seksama untuk memastikan bahwa kantong tersebut bebas dari debu atau benda-benda asing.
  4. Lada yang sudah cukup kering, (kadar air dibawah 12%) dapat dikemas didalam kantong yang dilapisi polythene untuk mencegah penyerapan air.
Ø  Penyimpanan.
  1. Lada harus disimpan di tempat yang bersih, kering, dengan ventilasi udara yang cukup, diatas bale-bale atau lantai yang di tinggikan, ditempat yang bebas dari hama seperti tikus dan serangga.
  2. Lada tidak boleh disimpan bersama dengan bahan kimia pertanian atau pupuk yang mungkin dapat menimbulkan kontaminasi. Tempat penyimpanan lada harus mempunyai ventilasi yang cukup tetapi bebas dari kelembaban yang tinggi.
  3. Lada yang disimpan harus diperiksa secara berkala untuk mendeteksi adanya gejala kerusakan karena hama atau kontaminasi

2.3 Budidaya Tanaman Pala
A. Pembibitan Pala
Pada dasarnya pengadaan tanaman pala dapat dilakukan dengan beberapa cara, antara lain :
Ø  Perbanyakan dengan biji
Ø  Perbanyakan dengan cangkokan
Ø  Perbanyakan dengan okulasi


B. Pola Tanam
            Dalam upaya meningkatkan pendapatan petani, salah satu upaya adalah dengan memanfaatkan lahan seoptimal mungkin, dengan menanam berbagai jenis tanaman dengan memperhatikan syarat tumbuh dari setiap tanaman itu sendiri. Peluang tanaman pala sebagai tanaman pokok atau pun sebagai tanaman sela sangat memungkinkan karena banyak lahan diantaranya belum dimanfaatkan secara optimal. Untuk menentukan/ mendapatkan jenis tanaman apa yang tepat bergandengan dengan tanaman pala, beberapa hal yang perlu di perhatian adalah sebagai berikut :
Ø  Kesesuaian lingkungan yang diartikan sebagai kecocokkan lahan untuk tanaman tersebut.
Ø  Tidak bersifat saling merugikan baik terhadap tanaman sela atau tanaman pokok.
Ø  Tidak menimbulkan persaingan, terutama dalam pengambilan zat makanan.
Ø  Tidak memiliki kesamaan sebagai inang timbulnya hama atau penyakit.
Ø  Memiliki kemampuan saling menguntungkan.
Ø  Tanaman tersebut memiliki nilai ekonomis.
Ø  Berwawasan lingkungan, artinya berkemampuan mengawetkan alam. Sehingga kelestariannya tetap terjamin sesuai konsep ekologi yang diinginkan bersama. Sebagai contoh upaya menekan sekecil mungkin tingkat erosi tanah yang kelak dapat menurunkan tingkat kesuburan tanah.
Peluang tanaman pala sebagai tanaman sela jumlahnya tergantung umur tanaman pokok, pada tanaman kelapa berumur 10 tahun, tanaman pala dapat tumbuh dan berproduksi cukup baik sebagai tanaman sela diantara tanaman kelapa. Sedangkan sebagai tanaman pokok, tanaman pala dapat dipola tanamkan dengan berbagai jenis tanaman palawija, tanaman temu-temuan serta berbagai tanaman obat. Jarak tanam pala yang biasa dipergunakan adalah 10 x 10 m, dengan jarak tanam tersebut banyak lahan yang kosong terutama pada saat tanaman pala berumur dibawah 4-5 tahun, lahan ini dapat dimanfaatkan untuk ditanami berbagai jenis tanaman semusim misalnya tanaman palawija.
C.      Pemeliharaan
            Untuk menjamin keberhasilan berproduksi di masa mendatang, maka sejak awal pertanaman pala perlu pemeliharaan yang baik, di antara kegiatan pemeliharaan pertanaman pala adalah :
Ø  Penanaman pohon pelindung,
            Tanaman muda umumnya tidak tahan terhadap panas sinar matahari langsung, sehingga diperlukan naungan serta penanaman pohon pelindung yang sekaligus sebagai penahan angin karena tanaman pala sangat peka terhadap angin yang keras.
            Beberapa pohon pelindung dapat digunakan diantaranya Albazia, Lamtoro, Glirisidia dan berbagai jenis tanaman leguminosae lainnya. Setelah tanaman pala berumur 3 – 4 tahun, pohon pelindung dapat dikurangi secara bertahap.
Ø  Penyulaman
            Bibit yang mati, dan yang pertumbuhannya terhambat sebaiknya segera dilakukan penyulaman agar tidak menjadi parasit dalam usaha pertanaman pala. Kegiatan penyulaman ini dapat dilakukan sejak umur satu bulan setelah tanam.

Ø Penyiangan
            Biasanya setelah tanaman berumur 2 – 3 bulan, rumput dan tanaman pengganggu lainnya disekitar pertanaman pala sudah banyak yang tumbuh. Hal ini menimbulkan persaingan tanaman pala dengan rerumputan tersebut dalam penggunaan unsur hara, oleh sebab itu perlu dilakukan penyiangan agar persaingan dalam pengambilan unsur hara dapat diperkecil, sehingga tanaman pala tumbuh dan berkembang dengan baik. Untuk selanjutnya penyiangan cukup dilakukan sekitar piringan tanaman yang pelaksanaannya disesuaikan dengan keadaan perkembangan gulma.
Ø Pemupukan
            Untuk menjamin ketersediaan unsur hara yang diperlukan oleh tanaman pala terutama unsur makro (N, P dan K ) di dalam tanah, bagi pertumbuhan dan produksi tanaman, maka diperlukan pemupukan. Dosis pemupukan yang dianjurkan berdasarkan tingkat umur untuk tanaman pala.
D.      Pengolahan dan Penganekaragaman Hasil
            Buah pala terdiri atas daging buah (pericarp) dan biji yang terdiri atas fuli, tempurung dan daging biji. Fuli adalah serat tipis (areolus) berwarna merah atau kuning muda, berbentuk selaput berlubang-lubang seperti jala yang terdapat antara daging dan biji pala. Menurut Somaatmadja (1984), dari buah pala segar dihasilkan daging buah sebanyak 83.3 %, fuli 3.22 %, tempurung biji 3.94 %, dan daging biji sebanyak 9.54 %.
            Pemanfaatan buah pala secara optimal serta dilakukannya usaha-usaha penganekaragaman bentuk produk  pala yang dipasarkan sangat penting sehingga pendapatan petani pala tidak hanya tergantung dari penjualan biji pala saja. Selain peningkatan nilai tambah bagi usaha pemanfaatan buah pala secara optimal akan meningkatkan daya tahan petani pala terhadap perubahan harga biji pala akhirakhir ini. Semua bagian buah pala dapat dijadikan bahan olahan yang mempunyai nilai ekonomis. Biji dan fuli pala kering merupakan dua bentuk komoditas pala di pasar intenasional, keduanya dapat diolah menjadi minyak pala yang memberikan nilai tambah, sedangkan daging buahnya dapat dibuat berbagai macam produk pangan seperti manisan pala, sari buah, selai pala, chutney dan jelli.
1.        Biji dan fuli kering
            Untuk dijadikan bahan yang dapat diekspor, biji dan fuli pala perlu dilakukan pengolahan terlebih dahulu. Proses pengolahan dimulai dengan melepaskan biji dari dagingnya, fuli yang membungkus biji dilepas dengan jalan memipil mulai dari ujung. Pengeringan biji dan fuli dapat dilakukan dengan penjemuran atau menggunakan alat pengering. Secara tradisional biji pala dijemur dengan memakai alas tikar atau lantaim semen dibawah sinar matahari. Yang harus diperhatikan dalam penjemuran adalah lamanya pengeringan harus tepat. Pengeringan yang terlalu cepat dengan panas yang tinggi mengakibatkan biji menjadi pecah. Biji yang telah cukup kering adalah yang telah terlepas dari bagian cangkangnya dengan kadar air 8 – 10 %. Sedangkan pengeringan fuli dengan bantuan sinar matahari dilakukan secara perlahan-lahan selama beberapa jam, kemudian dikering anginkan. Hal ini dilakukan berulang-ulang sampai fuli menjdi kering. Cara pengeringan semacam ini dapat menghasilkan fuli yang kenyal (tidak rapuh) dan bermutu tinggi.
2.        Minyak pala
            Biji pala dan fuli dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku minyak pala. Minyak pala biasanya disuling dari biji pala berumur 3 – 4 bulan dengan rendemen minyaknya 6 – 17 %. Biji pala yang tua, rendemennya lebih rendah 8 – 13 %. Penyulingan biji pala dan fuli dapat dilakukan dengan sistem uap bertekanan rendah (+ 1 atmosfer) atau dilakukan secara dikukus. Untuk tingkat pengrajin, penyulingan secara pengukusan lebih memungkinkan karena investasinya lebih murah. Biji pala yang akan disuling digiling terlebih dahulu, untuk memudahkan keluarnya minyak atsiri dari bahan.
            Penyulingan biji pala dengan kapasitas besar hendaknya bahan di dalam ketel disusun secara difraksi (diberi antara) agar uap air dapat berpenetrasi dengan merata, dengan demikian penyulingan akan lebih singkat dan rendemennya lebih tinggi. Penyulingan cara itu membutuhkan waktu 8 jam dengan rendemen minyak 13.33 %, sedang tanpa difraksi membutuhkan waktu 10 jam dengan rendemen minyak 12.98 % (Hernani dan Risfaheri, 1990).
            Untuk penyulingan fuli pala tidak perlu fulinya dihancurkan sebelum disuling. Kadar minyak atsiri dari fuli yang masih muda yang berwarna keputih-putihan berkisar 7 – 18 % (Rismunandar, 1987). Penampakan minyak pala dan fuli hamper sama, keduanya berwarna jernih hingga kuning pucat dan mempunyai susunan kimia yang sama.
3.    Oleoresin dan mentega pala
            Oleoresin terdiri dari minyak atsiri dan resin serta komponen-komponen pembentuk flavor lainnya (senyawa-senyawa) yang tidak mudah menguap yang menentukan rasa khas pala. Tahap-tahap pembuatan oleoresin adalah persiapan bahan, ekstraksi dengan pelarut organik dan pengambilan kembali pelarut organik. Menurut Somaatmadja (1984), ekstraksi pala langsung dengan etanol dingin dapat menghasilkan 18 – 26 % oleoresin dan hasil tersebut didinginkan dan disaring. Oleoresin yang dihasilkan menjadi 10 – 12 %, sisanya adalah lemak trimiristin yang disebut mentega pala. Bila digunakan pelarut benzena, oleoresin pala yang dihasilkan sebelum dilakukan penyaringan mencapai 31 – 37 %.
            Pada pembuatan oleoresin fuli, fuli yang di ekstrak dengan petroleum eter dapat menghasilkan 27 – 32 % oleoresin yang mengandung 8.5 – 22 % minyak atsiri. Ekstraksi dengan etanol panas dapat menghasilkan 22 – 27 % oleoesin dan hasil tersebut didinginkan dan disaring. Oleoresin yang dihasilkan menjadi 1 – 13 % dan sisa yang terpisah berupa mentega fuli. Lemak pala juga dapat diekstrak dengan hotpress karena kadar lemaknya cukup tinggi (29 – 40 %), lemak ini dapat disebut sebagai mentega pala (Somaatmadja, 1984).

4.        Daging buah pala
            Daging buah pala dapat diolah menjadi berbagai macam produk pangan seperti manisan pala, sari buah, selai pala, chutney dan jelli. Manisan pala biasanya menggunakan buah pala yang masih muda, sedangkan untuk bentuk olahan lainya dapat digunakan daging buah pala yang telah masak. Ada dua macam manisan pala yaitu manisan basah dan manisan kering.
            Manisan basah dibuat dengan cara merendam daging buah pala dalam larutan garam selama + 1/2 hari untuk menarik kotoran dan getahnya, lalu dicuci bersih. Kemudian direndam dalam gula pasir sehingga keluar cairan. Cairan tersebut dipisahkan kemudian dikentalkan dengan penambahan gula. Selanjutnya buah pala direndam kembali dalam cairan gula tersebut. Untuk membuat manisan kering, daging buah pala yang telah bersih direndam dalam gula pasir kemudian dijemur sampai kering.

2.4 Budidaya Tanaman Lengkuas
A. Perbanyakan Lengkuas


            Perbanyakan tanaman lengkuas dapat menggunakan potongan rimpang yang sudah tua dan bertunas atau rimpang anakan, kemudian dipecah-pecah menjadi beberapa ruas dengan 2-3 tunas dalam tiap pecahannya atau disesuaikan dengan rencana kebutuhannya. Rimpang tua sebaiknya dipilih yang beratnya 50 gram, dan ukurannya seragam. Rimpang dapat ditunaskan di atas 3- 5 lapisan jerami atau alang-alang alang- alang yang dihamparkan di atas tanah.
            Penyemaian juga dapat dilakukan di atas rak- rak kayu. Penyiraman selama pembibitan sampai bertunas dilakukan untuk memelihara sebagian besar mata rimpang. Pertunasan dianggap cukup bila semua atau sebagian besar mata rimpang sudah tumbuh 1- 2cm, biasanya berumur 3-4 minggu. Setelah rimpang bertunas atau dipelihara selam 1-2 bulan, bibit yang pertumbuhannya seragam siap ditanam di lahan. Untuk proses pembibitan, pengolahan lahan, penanaman, pemeliharaan hingga pemanenan bisa dilihat penjelasan dibawah ini :

1.    Pembibitan
Dalam Pembudidayaan Laja/Lengkuas haruslah dipilih bibit berkualitas. Bibit berkualitas adalah bibit yang memenuhi syarat mutu genetik, mutu fisiologik (persentase tumbuh yang tinggi), dan mutu fisik. Mutu fisik adalah bibit yang bebas hama dan penyakit. Oleh karena itu kriteria yang harus dipenuhi yaitu:
Ø  Bahan bibit diambil langsung dari kebun (bukan dari pasar).
Ø  Dipilih bahan bibit dari tanaman yang sudah tua (berumur 9-10 bulan).
Ø  Dipilih pula dari tanaman yang sehat dan kulit rimpang tidak terluka atau lecet.
            Untuk pertumbuhan tanaman yang serentak atau seragam, bibit jangan langsung ditanam sebaiknya terlebih dahulu dikecambahkan. Penyemaian bibit dapat dilakukan dengan menggunakan peti kayu atau dengan bedengan.

2.        Penyemaian pada bedengan.
            Buatlah rumah penyemaian sederhana ukuran 10 x 8 m untuk menanam bibit 1 ton (kebutuhan seluas 1 ha). Di dalam tempat penyemaian tersebut buat bedengan dari tumpukan jerami dengan tebal kurang lebih 10 cm. Rimpang bakal bibit disusun pada bedengan jerami lalu ditutup jerami, dan di atasnya diberi rimpang lalu diberi jerami pula, demikian seterusnya, sehingga didapatkan 4 susunan lapis rimpang dengan bagian atas berupa jerami.
            Perawatan bibit pada bedengan dapat dilakukan dengan penyiraman setiap hari dan sesekali disemprot dengan fungisida. Setelah 2 minggu, biasanya rimpang sudah bertunas. Bila bibit bertunas dipilih agar tidak terbawa bibit berkualitas rendah. Bibit hasil seleksi itu dipatah-patahkan dengan tangan dan setiap potongan memiliki 3-5 mata tunas dan beratnya berkisar 40-60 gram.

3. Penyemaian Dengan Peti Kayu
            Rimpang yang baru dipanen dijemur sementara (tidak sampai kering), kemudian disimpan sekitar 1-1,5 bulan. Patahkan rimpang tersebut dengan tangan dimana setiap potongan memiliki 3-5 mata tunas dan dijemur ulang 1/2 - 1 hari. Selanjutnya potongan bakal bibit dikemas ke dalam karung dengan anyaman jarang, lalu dicelupkan kedalam fungisida dan zat pengatur tumbuh sekitar 1 menitan kemudian keringkan. Setelah itu masukkan kedalam peti kayu. Lakukan cara penyemaian dengan peti kayu sebagai berikut: pada bagian dasar peti kayu diletakkan bakal bibit selapis, kemudian di atasnya diberi abu gosok atau sekam padi, demikian seterusnya sehingga yang paling atas adalah abu gosok atau sekam padi tersebut. Setelah 2-4 minggu lagi, bibit tersebut sudah disemai.

4. Penyiapan Bibit
            Sebelum ditanam, bibit harus bebas dari ancaman penyakit dengan cara dicelupkan ke dalam larutan fungisida sekitar 8 jam. Kemudian bibit dijemur 2 - 4 jam kemudian barulah ditanam dilahan yang sudah  diolah terlebih dahulu.

B. Pengolahan Lahan
  1. Persiapan Lahan: Untuk mendapatkan hasil panen yang optimal harus diperhatikan syarat-syarat tumbuh yang dibutuhkan tanaman. Bila keasaman tanah yang ada tidak sesuai dengan keasaman tanah yang dibutuhkan tanaman maka harus ditambah atau dikurangi keasaman dengan kapur.
  2. Pembukaan Lahan: Pengolahan tanah diawali dengan dibajak sedalam kurang lebih dari 30 cm dengan tujuan untuk mendapatkan kondisi tanah yang gembur atau remah dan membersihkan tanaman pengganggu. Setelah itu tanah dibiarkan 2-4 minggu agar gas-gas beracun menguap serta bibit penyakit dan hama akan mati terkena sinar matahari. Apabila pada pengolahan tanah pertama dirasakan belum juga gembur, maka dapat dilakukan pengolahan tanah yang kedua sekitar 2-3 minggu sebelum tanam dan sekaligus diberikan pupuk kandang dengan dosis 1.500-2.500 kg.
  3. Pembentukan Bedengan: Pada daerah-daerah yang kondisi air tanahnya jelek dan sekaligus untuk mencegah terjadinya genangan air, sebaiknya tanah diolah menjadi bedengan-bedengan dengan ukuran tinggi 20-30 cm, lebar 80-100 cm, sedangkan panjangnya disesuaikan dengan kondisi lahan.
  4. Pengapuran: Pada tanah dengan pH rendah, sebagian besar unsur-unsur hara didalamnya, terutama fosfor (p) dan calcium (Ca) dalam keadaan tidak tersedia atau sulit diserap. Kondisi tanah yang masam ini dapat menjadi media perkembangan beberapa cendawan penyebab penyakit fusarium sp dan pythium sp. Pengapuran juga berfungsi menambah unsur kalium yang sangat diperlukan tanaman untuk mengeraskan bagian tanaman yang berkayu, merangsang pembentukan bulu-bulu akar, mempertebal dinding sel buah dan merangsang pembentukan biji.
C. Penentuan Pola tanaman
             Pembudidayaan secara monokultur pada suatu daerah tertentu memang dinilai cukup rasional, karena mampu memberikan produksi dan produksi tinggi. Namun di daerah, pembudidayaan tanaman secara monokultur kurang dapat diterima karena selalu menimbulkan kerugian. Penanaman secara tumpangsari dengan tanaman lain mempunyai keuntungan-keuntungan sebagai berikut:
Ø  Mengurangi kerugian yang disebabkan naik turunnya harga.
Ø  Menekan biaya kerja, seperti: tenaga kerja pemeliharaan tanaman.
Ø  Meningkatkan produktivitas lahan.
Ø  Memperbaiki sifat fisik dan mengawetkan tanah akibat rendahnya pertumbuhan gulma (tanaman pengganggu).
1.      Pembuatan lubang tanam : Untuk menghindari pertumbuhan yang jelek, karena kondisi air tanah yang buruk, maka sebaiknya tanah diolah menjadi bedengan-bedengan. Selanjutnya buat lubang - lubang kecil atau alur  sedalam 3-7,5 cm untuk menanam bibit lengkuas tersebut dengan baik.
2.      Cara penanaman : Cara penanaman dilakukan dengan cara melekatkan bibit rimpang secara rebah ke dalam lubang tanam atau alur yang sudah disiapkan.
3.      Periode tanam : Alangkah baiknya jika penanaman dilakukan pada awal musim hujan sekitar bulan September dan Oktober. Hal ini dimungkinkan karena tanaman muda akan membutuhkan banyak air untuk pertumbuhannya.
D. Pemeliharaan
Ø  Penyiangan: Penyiangan pertama dilakukan ketika tanaman berumur 2-4 minggu kemudian dilanjutkan 3-6 minggu sekali. Tergantung pada kondisi tanaman pengganggu yang tumbuh. Namun setelah berumur 6-7 bulan, sebaiknya tidak perlu dilakukan penyiangan lagi, sebab pada umur tersebut rimpangnya mulai besar.
Ø  Penyulaman: Sekitar 2-3 minggu setelah tanam, hendaknya diadakan pengecekan untuk melihat rimpang yang mati. Bila demikian harus segera dilaksanakan penyulaman agar pertumbuhan bibit sulaman itu tidak jauh tertinggal dengan tanaman lain, maka sebaiknya dipilih bibit rimpang yang baik serta pemeliharaan yang benar.
Ø  Pembubunan: Tanaman memerlukan tanah yang peredaran udara dan air dapat berjalan dengan baik, maka tanah harus digemburkan. Disamping itu tujuan pembubunan untuk menimbun rimpang yang kadang-kadang muncul ke atas permukaan tanah. Apabila tanaman masih muda, cukup tanah dicangkul tipis di sekeliling rumpun dengan jarak kurang lebih 30 cm. Pada bulan berikutnya dapat diperdalam dan diperlebar setiap kali pembubunan akan berbentuk gubidan dan sekaligus terbentuk sistem pengairan yang berfungsi untuk menyalurkan kelebihan air. Pertama kali dilakukan pembumbunan pada waktu tanaman berbentuk rumpun yang terdiri atas 3-4 batang semu, umumnya pembubunan dilakukan 2-3 kali selama umur tanaman. Namun tergantung kepada kondisi tanah dan banyaknya hujan.
Ø  Pemupukan bisa menggunakan pupuk organik atau pun pupuk kimia.  Pada pertanian organik yang tidak menggunakan bahan kimia termasuk pupuk buatan dan obat-obatan, maka pemupukan secara organik yaitu dengan menggunakan pupuk kompos organik atau pupuk kandang dilakukan lebih sering dibanding kalau kita menggunakan pupuk buatan. Adapun pemberian pupuk kompos organik ini dilakukan pada awal pertanaman pada saat pembuatan guludan sebagai pupuk dasar sebanyak 60 – 80 ton per hektar yang ditebar dan dicampur tanah olahan. Untuk menghemat pemakaian pupuk kompos dapat juga dilakukan dengan jalan mengisi tiap-tiap lobang tanam di awal pertanaman sebanyak 0.5 – 1kg per tanaman. Pupuk sisipan selanjutnya dilakukan pada umur 2 – 3 bulan, 4 – 6 bulan, dan 8 – 10 bulan. Adapun dosis pupuk sisipan sebanyak 2 – 3 kg per tanaman. Pemberian pupuk kompos ini biasanya dilakukan setelah kegiatan penyiangan dan bersamaan dengan kegiatan pembubunan.
Ø  Pengairan dan penyiraman: Tanaman lengkuas tidak memerlukan air yang terlalu banyak untuk pertumbuhannya, akan tetapi pada awal masa tanam diusahakan penanaman pada awal musim hujan sekitar bulan september.

E. Panen
Panen merupakan waktu yang paling ditunggu oleh setiap petani, khususnya petani Lengkuas. Waktu panen rimpang lengkuas di tandai dengan berakhirnya pertumbuhan vegetative seperti daun menunjukkan gejala kelayuan secara fisiologis. Pada keadaan ini rimpang telah berukuran optimal dan umur di lahan 10-12 bulan untuk lengkuas.
            Pemanenan dilakuakn dengan cara membongkar rimpang dengan garpu atau cagkul secara hati-hati agar tidak terluka atau rusak. Tanah yang menempel pada rimpang di bersihkan dengan cara di pukul pelan-pelan sehingga  tanah terlepas dari permukaan kulit lengkuas sehingga lengkuas bersih.

F. Pasca Panen 
1.        Pencucian
            Rimpang yang telah di hilangkan batang, daun dan akarnya tersebut kemudian di bawa ke tempat pencucian. Rimpang direndam di dalam bak pencucian selama 2-3 jam. Selanjutnya rimpang di cuci sambil disortasi. Setelah bersih, rimpang segera di tiriskan dalam rak-rak peniris selama satu hari. Penirisan sebaiknya di lakukan dalam ruangan atau ditempat yang tidak terkena sinar matahari secara langsung sehingga tidak terjadi penyusutan berat rimpang.

2.        Perajangan
Perajangan untuk mempermudah pengeringan rimpang lengkuas. Jika lengkuas hendak dikonsumsi dalam keadaan segar maka perajangan tidak perlu di lakukan. Dan rimpang dapat segera di manfaatkan setelah di cuci dan ditiriskan. Perajangan dapat menggunakan mesin atau perajang manual. Arah irisan melintng agar sel-sel yang mengandung minyak atsiri tidak pecah. Dan kadarnya tidak menmurun akibat penguapan. Tebal irisan rimpang antara 4-6 mm. Untuk mendapatkan warna dan kualitas lengkus yang bagus, setelah perajangan rimpang lengkuas diuapi dengan uap panas atau di celup dalam air mendidih selama 1 jam sebelumdikeringkan.

3. Pengeringan
Pengeringan rimpang lengkuas dapat menggunakan matahari langsung, alat pengering beretenaga sinar matahari, di angin-anginkan, atau memakai mesin pengeringan.
Ø  Dengan matahari langsung. Pengeringan dilakukan di tempat cahaya matahari langsung. Sistem ini menggunakan waktu yang agak lama tergantung intensitas dan lama penyinaran.
Ø  Pengeringan dengan alat berenergi cahaya matahari. Masih tergantung pada intensitas cahaya dan lama penyinaran, tetapi waktunya relative lebih singkat. Untuk itu, bahan di hamparkan di atas rak pengering.
Ø  Pengeringan dengan mesin. Pengeringan dengan mesin selain lebih cepat juga hasilnya lebih berkualitas. Hal yang perlu di perhatik an dalam pengeringan dengan mesin pengering ini adalah suhu pengeringan yang tepat. Untuk rimpang lengkuas sebaiknya di gunakan suhu pengeringan antara 40-60 0c. waktu yang dibutuhkan 3-4 hari.
     
2.5    Budidaya tanaman Kunyit


A.      Persyaratan Ekologis
Di Indonesia, sentra penanaman kunyit di Jawa Tengah, dengan produksi mencapai 12.323 kg/ha. Di India, Srilanka, Cina, Haiti, dan Jamaika dengan produksi mencapai > 15 ton/ha.
1.        Iklim
a.         Tanaman kunyit dapat tumbuh baik pada daerah yang memiliki intensitas cahaya penuh atau sedang, sehingga tanaman ini sangat baik hidup pada tempat- tempat terbuka atau sedikit naungan.
b.         Pertumbuhan terbaik dicapai pada daerah yang memiliki curah hujan 1000-4000 mm/tahun. Bila ditanam di daerah curah hujan < 1000 mm/tahun, maka system pengairan harus diusahakan cukup dan tertata baik. Tanaman ini dapat dibudidayakan sepanjang tahun. Pertumbuhan yang paling baik adalah pada penanaman awal musim hujan. 
c.         Suhu udara yang optimum bagi tanaman ini antara 19-30 oC.
2.        Media Tanam
a.       Kunyit tumbuh subur pada tanah gembur, pada tanah yang dicangkul  dengan baik akan menghasilkan umbi yang berlimpah.
b.      Jenis tanah yang diinginkan adalah tanah ringan dengan bahan organik  tinggi, tanah lempung berpasir yang terbebas dari  genangan air/sedikit basa.
3.        Ketinggian Tempat 
Kunyit tumbuh baik di dataran rendah (mulai < 240 m dpl) sampai dataran tinggi (> 2000 m dpl). Produksi optimal + 12 ton/ha dicapai pada ketinggian 45 m dpl. 
B.       Perbanyakan
Perbanyakan kunyit dapat dilakukan secara vegetatif dengan memecah rimpang menjadi tunas, tunas baru dan dengan biji. Namun, pada umumnya petani melakukan perbanyakan tanaman dengan rimpang.
Untuk mendapatkan pertanaman di lapangan yang seragam sebaiknya rimpang-rimpang yang akan di tanam sebaiknya ditunaskan lebih dahulu. Untuk bahan bibit sebaiknya dipilih rimpang primer. Selain itu, untuk bahan bibit dapat juga digunakan cabang-cabang rizoma yang mempunyai satu atau dua mata tunas. Cara lain untuk mendapatkan bibit adalah dengan memotong rimpang tua yang baru di panen di keringkan di bawah sinar matahari selama 4-5 hari setiap potongan rimpang mengandung 2 mata tunas. Sebelum ditunaskan, potongan rimpang direndam dalam agrimisin  0,1 % selama kira-kira 4 jam lalu di angin-anginkan. Penunasan kunyit dilakukan seperti jahe, yaitu dimedia jerami yang kelembabbanya selalu diatur dengan penyiraman yang rutin. Penunasan dilakukan antara 1-3 minggu. Bibit dengan pertumbuhan tunas yang seragam dan sehat diseleksi untuk kemudian di pindahkan ke lahan penanaman.

C.      Penanaman.
Awal musim hujan merupakan saat yang tepat untuk melakukan penanaman kunyit. Penanaman dapat juga di lakukan saat musim kemarau. Rimpang dari persemian di tanam di lubang tanam pada kedalaman 2-5 cm dengan tunas mengarah ke atas. Selanjutnya rimpang ditutup dengan tanah halus agar pertumbuhan tunas tidak tergangg
D.      Pemupukan
Disamping pupuk kandang  yang diberikan saat tanam untuk mendukung pertumbuhan vegetative kunyit membutuhkan pupuk buatan. Pupuk urea di berikan dengan dosis 300 kg yang diberikan dua kali. Yaitu ½ dosis pada saat tanam dan ½ dosis lainnya diberikan pada umur empat bulan setelah tanam. Untuk memacu pertumbuhan akar dan jumlah anaknya di berikan pupuk TSP atau SP-36 sebanyak 200 kg/ha. Untuk memperkokoh batang dan meningkatkan kualitas rimpang dibutuhkan pupuk KCL sebanyak 300 kg/ha. Kedua jenis pupuk tersebut diberikan semuanya pada saat tanam.
E.       Pengendalian Hama dan Penyakit
Hama penggerak rimpang merupakan hama yang menyukai tunas-tunas yang baru tumbuh. Gejala serangan menunjukan pada daun tampak kuning kemudian luruh. Apabila tanaman di bongkar maka rimpang tampak seperti di kerat. Pengendalian hama tersebut dilakukan dengan furadan sesuai dengan dosis yang diajukan.

F.       Pemeliharaan Tanaman.
Sekitar 1-2 sesudah tanam sebaiknya dilakukan penyiangan gulma dan tumbuh pengganggu lainya. Penyiangan di lakukan secara manual dengan tangan atau menggunakan gacok atau alat sejenisnya.
Penyiangan harus dilakukan dengan hati-hati agar perakaran di sekitar rumput tidak terganggu. Bersamaan dengan penyiangan, permukaan tanah di sekitar rumput sebaiknya di bumbun dengan tanah dari  saluran air agar rimpang yang diatas tidak keluar dari permukaan tanah. Pembumbunan sebaiknya dilakukan sebulan sekali.

G.      Cara Panen dan Pascapanen Tanaman Kunyit.
Masa panen tanaman kunyit umumnya dilakukan pada umur 8-10 bulan setelah penanaman, namun ada juga petani yang memanen kunyit pada umur 12-18 bulan. Tanda-tanda tanaman kunyit yang sudah siap di panen dapat dilihat berdasarkan penampilan daun yang sudah kering tan luruh ke tanah. Pemanenan dilakukan dengan menggunakan garpu tanah yang dibenamkan disekitar rumput dan bongkahan rimpang diangkat secara perlahan.
Cara panen ini dapat menjaga rimpang kunyit yang dipanen agar tetap utuh dan tidak patah. Selanjutnya rimpang kunyit dibersihkan dari tanah yang melekat dan disusun pada wadah dari kayu atau keranjang bumbu untuk mengurangi resiko patahnya rimpang kunyit.


III.             PENUTUP

3.1    Kesimpulan

1.        Budidaya tanaman rempah dan bahan penyegar pada beberapa komoditi memiliki kesamaan antara lain : persiapan lahan, persiapan bibit, penanaman, perawatan, pemanenan serta penanganan pasca panen.
2.        Budidaya tanaman rempah dan penyegar harus dilakukan dengan kriteria lokasi dan iklim penanaman yang sesuai, sehingga dapat menghasilkan produksi yang maksimal.
3.        Produk olahan dari tanaman rempah dan bahan penyegar sangat bervariasi, mulai dari produk kosmetik, makanan, hingga kesehatan.
4.        Produk dari tanaman rempah dan bahan penyegar merupakan komoditi ekspor yang dapat meningkatkan devisa negara.





DAFTAR PUSTAKA

Bambang, S. 1999. Mari Menanam Cengkeh. PD Nasional. Surabaya.
Departemen Pertanian. 2007. Prospek dan Arah Pengembangan Agribisnis Cengkeh. Departemen Pertanian, Jakarta

Deptan. 2010. Teknologi Unggulan Tanaman Cengkeh Pusat Penelitian dan Pengembangan

Direktorat Jenderal Perkebunan. 2012. Pedoman Teknis Rehabilitasi Tanaman Cengkeh. Kementrian Pertanian, Jakarta

Muhandas, R. W., D. A. Setyawati., S. Ernitawati., P. Widyaningrum., N. D. Faradila. Mahasiswa Fakultas Pertanian, Universitas   Gadjah Mada, Yogyakarta. 

 AAK. 1973. Bagaimana Menanam Cengkeh. Kanisius. Yogyakarta.
Perkebunan.<http://balittri.litbang.go.id/database/unggulan/bookletcengkeh>. Diakses pada tanggal 16 November 2015.

Sihotang, B. 2008. Andaliman. http://bens.co/budidayatanaman/andalimanDiakses 16 November 2015.


0 comments: