Makalah
Mekanisasi Pertanian
PENANGANAN
PASCA PANEN PADI
OLEH:
HENGKI HERMAWAN
1205101050067
PROGRAM
STUDI AGROTEKNOLOGI
FAKULTAS
PERTANIAN
UNIVERSITAS
SYIAH KUALA
DARUSSALAM
- BANDA ACEH
2013
BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Padi sebenarnya
bukanlah hal baru bagi manusia, termasuk di Indonesia. Sudah sejak dahulu nenek
monyang kita membudidayakannya. Sejarah dunia pertanian mengalami lompatan yang
sangat berarti, dari pertanian tradisional menuju pertanian modern.
Beras yang dihasilkan
dari tanaman padi merupakan makanan pokok lebih dari separuh penduduk Asia.
Sekitar 1.750 juta jiwa dari sekitar tiga milyar penduduk Asia, termasuk 200
juta penduduk Indonesia, menggantungkan kebutuhan kalorinya dari beras.
Sementara di Afrika dan Amerika Latin yang berpenduduk sekitar 1,2 milyar,100
juta di antaranya pun hidup dari beras.
Di Indonesia, beras
bukan hanya sekedar komoditas pangan, tetapi juga merupakan komoditas strategis
yang memiliki sensitivitas politik, ekonomi dan kerawanan sosial yang tinggi.
Demikian tergantunya penduduk Indonesia pada beras, maka sedikit saja terjadi
gangguan produksi beras, maka pasokan menjadi terganggu dan harga jual
meningkat. Petani di daerah kita pada umumnya enggan melakukan penanganan pasca
penen. Hal ini selain disebabkan karena kurangnya modal usaha yang berujung
pada rasa ingin segera memasarkan hasil pertanian juga disebabkan karena
kurangnya pengetahuan tentangan penanganan pasca panen itu sendiri. Penanganan
hasil pertanian yang selama ini sering dilakukan petani hanyalah sekedar
menjemur untuk menghilangkan kadar air yang terdapat di kulit luar produk itu
sendiri, seperti padi, kacang tanah, jagung,kedelai,dan lain lain
B.
Rumusan
Masalah
Dengan dibuatnya
makalah ini, diharapkan kita dapat mengetahui bagaimana tahapan – tahapan yang
dilakukan pada penanganan pasca panen padi agar dapat meningkatkan dan menjaga
kualitas hasil panen padi.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Padi (bahasa
latin: Oryza sativa L.) merupakan salah satu tanaman budidaya terpenting dalam
peradaban. Meskipun terutama mengacu pada jenis tanaman budidaya, padi juga
digunakan untuk mengacu pada beberapa jenis dari marga (genus) yang sama, yang
biasa disebut sebagai padi liar. Padi diduga berasal dari india atau indocina
dan masuk ke Indonesia dibawa oleh nenek moyang yang migrasi dari daratan Asia
sekitar 1500 SM.Padi dapat tumbuh pada ketinggian 0-1500 mdpl dengan temperatur
19-270C , memerlukan penyinaran matahari penuh tanpa naungan. Angin berpengaruh
pada penyerbukan dan pembuahan. Padi menghendaki tanah lumpur yang subur dengan
ketebalan 18-22 cm dan pH tanah 4 – 7.
Klasifikasi padi;
Klasifikasi padi;
Ø Kingdom: Plantae (Tumbuhan)
Ø Subkingdom: Tracheobionta (Tumbuhan
berpembuluh)
Ø Super Divisi: Spermatophyta
(Menghasilkan biji)
Ø Divisi: Magnoliophyta (Tumbuhan
berbunga)
Ø Kelas: Liliopsida (berkeping satu /
monokotil)
Ø Sub Kelas: Commelinidae
Ø Ordo: Poales
Ø Famili: Poaceae (suku rumput-rumputan)
Ø Genus: Oryza
Ø Spesies: Oryza sativa L.
(Pitojo, 2000)
Pengertian pascapanen hasil pertanian adalah tahapan
kegiatan yang dimulai sejak pemungutan (pemanenan) hasil pertanian yang
meliputi hasil tanaman pangan, holtikultura, perkebunan, peternakan, dan
perikanan sampai siap untuk dipasarkan (Anonim, 1986). Hasil utama pertanian
adalah hasil pertanian yang merupakan produk utama untuk tujuan usaha pertanian
dan diperoleh hasil melalui maupun tidak melalui proses pengolahan (Anonim,
1986).
Adapun yang dimaksud dengan penanganan pascapanen adalah
tindakan yang disiapkan atau dilakukan pada tahapan pascapanen agar hasil
pertanian siap dan aman digunakan oleh konsumen dan atau diolah lebih lanjut
oleh industri ( Anonim, 1986). Penanganan pascapanen hasil pertanian meliputi
semua kegiatan perlakuan dan pengolahan langsung terhadap hasil pertanian yang
karena sifatnya harus segera ditangani untuk meningkatkan mutu hasil pertanian
agar mempunyai daya simpan dan daya guna lebih tinggi. Sesuai dengan pengertian
tersebut diatas, kegiatan pascapanen meliputi kegiatan pemungutan hasil
(pemanenan), perawatan, pengawetan, pengangkutan, penyimpanan, pengolahan,
penggundangan dan standardisasi mutu ditingkat produsen. Khususnya terhadap
komoditas padi, tahapan pascapanen padi meliputi pemanenan, perontokan, perawatan,
pengeringan, penggilingan, pengolahan, transportasi, penyimpanan, standardisasi
mutu dan penanganan limbah.
Penanganan pascapanen hasil pertanian bertujuan untuk
menekan tingkat kerusakan hasil panen komoditas pertanian dengan meningkatkan
daya simpan dan daya guna komoditas pertanian agar dapat menunjang usaha
penyediaan bahan baku industri dalam negeri, meningkatkan nilai tambah dan
pendapatan, meningkatkan devisa negara dan perluasan kesempatan kerja serta
melestarikan sumberdaya alam dan lingkugan hidup.
Berdasarkan uraian tersebut diatas menunjukkan bahwa
penanganan pascapanen mempunyai peranan yang sangat luas guna mengatasi masalah
yang dihadapi petani. Namun demikian, karena terlalu banyaknya masalah yang
dihadapi, maka penanganan pascapanen tidak dapat menyelesaikan semua masalah
secara sekaligus. Oleh karena itu perlu menetapkan prioritas masalah yang akan
diatasi.
Masalah utama dalam penanganan pascapanen padi yang dihadapi
petani adalah masih tingginya kehilangan hasil selama penanganan pascapanen
yang besarnya sekitar 21% (BPS,1996) dan rendahnya mutu gabah dan beras yang
dihasilkan. Rendahnya mutu gabah disebabkan oleh tingginya kadar kotoran dan
gabah hampa serta butir mengapur mengakibatkan rendahnya rendemen beras giling
yang diperoleh (Setyono dkk. 2000). Butir mengapur selain dipengaruhi oleh
faktor genetika, juga dipengaruhi oleh teknik pemupukan dan pengairan,
sedangkan kadar kotoran dipengaruhi oleh faktor teknis, yaitu cara perontokan.
Oleh karena sebagian besar pemanen merontok padinya dengan cara dibanting atau
dengan menggunakan pedal thresher, maka gabah yang diperoleh mengandung kotoran
dan gabah hampa cukup tinggi.
Kehilangan hasil panen dan rendahnya mutu gabah terjadi pada
tahapan pemanenan dan perontokan sehingga sasaran utama penelitian pascapanen
padi saat itu dititikberatkan kepada penelitian komponen teknologi pemanenan,
perontokan sampai kepada rekayasa sistem pemanenan padi.
Agroindustri padi belum berkembang seperti yang diharapkan,
seperti yang terlihat dalam penggilingan padi. Pengusaha penggilingan padi
umumnya hanya mengutamakan beras hasil giling, belum memperhatikan secara
serius produk samping dan limbahnya.
BAB III
PEMBAHASAN
Tahapan - tahapan yang dilakukan pada saat penanganan
pasca panen padi antara lain adalah sebagai berikut :
1.
Penumpukan
dan Pengumpulan
Penumpukan
dan pengumpulan merupakan tahap penanganan pasca panen setelah padi dipanen.
Ketidak-tepatan dalam penumpukan dan pengumpulan padi dapat mengakibatkan
kehilangan hasil yang cukup tinggi. Untuk menghindari atau mengurangi
terjadinya kehilangan hasil sebaiknya pada waktu penumpukan dan pengangkutan
padi menggunakan alas. Penggunaan alas dan wadah pada saat penumpukan dan pengangkutan
dapat menekan kehilangan hasil antara 0,94 – 2,36 %.
2. Perontokan
2. Perontokan
Setelah
dipanen, gabah harus segera dirontokkan dari malainya. Tempat perontokan dapat
langsung dilakukan di lahan atau di halaman rumah setelah diangkut ke rumah.
Perontokan ini dapat dilakukan dengan perontok bermesin ataupun dengan tenaga
manusia. Bila menggunakan mesin, perontokan dilakukan dengan menyentuhkan malai
padi ke gerigi alat yang berputar. Sementara perontokan dengan tenaga manusia
dilakukan dengan cara batang padi dipukul-pukulkan, malai padipun dapat
diinjak-injak agar gabah rontok. Untuk mengantisipasi agar gabah tidak terbuang
saat perontokan maka tempat perontokan harus diberi alas dari anyaman bambu
atau lembaran plastik tebal (terpal). Dengan alas tersebut maka seluruh gabah
diharapkan dapat tertampung Setelah dirontokkan, butir-butir gabah dikumpulkan
di gudang penyimpanan sementara. Oleh karena tidak semua petani memiliki gudang
sementara, pengumpulan dapat dilakukan di teras rumah atau bagian lain dari
rumah yang tidak terpakai. Gabah tersebut tidak perlu dimasukkan dalam
karung,tetapi cukup ditumpuk setinggi maksimal 50 cm.
3.
Pengeringan
Agar tahan
lama disimpan dan dapat digiling menjadi beras, maka gabah harus dikeringkan.
Pengeringan gabah umumnya dilakukan di bawah sinar matahari. Gabah yang
dikeringkan ini dihamparkan di atas lantai semen terbuka. Penggunaan lantai
semen terbuka ini agar sinar matahari dapat secara penuh diterima gabah. Bila
tidak memiliki halaman atau tempat terbuka yang disemen maka halaman tanah pun
dapat dipakai untuk penjemuran. Namun, gabah perlu diletakkan pada alas anyaman
bambu, tikar atau lembaran plastik tebal. Hal ini dilakukan agar gabah tidak
tercampur dengan tanah. Lama jemuran tergantung iklim dan cuaca, bila cuaca
cerah dan matahari bersinar penuh sepanjang hari, penjemuran hanya berlangsung
sekitar 2 – 3 hari. Namun, bila keadaan cuaca terkadang mendung atau gerimis
dan terkadang panas. Waktu penjemurannya dapat berlangsung lama sekitar
seminggu,sampai kadar air mencapai 14%.
4.
Penggilingan
Penggilingan
dalam pasca panen padi merupakan kegiatan memisahkan beras dari kulit yang
membungkusnya. Pemisahan secara tradisional menggunakan alat sederhana, yaitu
lesung dan alu. Lesung terbuat dari kayu utuh yang diceruk mirip perahu. Cerukan
pada kayu tersebut berfungsi sebagai tempat gabah ditumbuk. Sementara alu
merupakan pasangan dari lesung sebagai alat penumbuk gabah. Alu tersebut
terbuat dari kayu yang bentuknya bulat panjang seperti pipa. Kendala
penggilingan gabah secara tradisional adalah pengerjaannya sangat lambat,
tenaga kerja yang memadai tidak tersedia dan alatnya sulit dijumpai. Saat ini
kebanyakan lesung dan alu sudah menghilang dari kehidupan petani padi karena
kehadiran alat penggiling yang praktis dan daya kerja cepat. Pemisahan beras
dari kulitnya dapat dilakukan dengan cara modern atau dengan alat penggiling.
Alat yang sering digunakan berupa hulle. Hasil yang diperoleh pada penggilingan
dengan alat penggiling gabah ini sama dengan cara tradisional, yaitu pada tahap
pertama diperoleh beras pecah kulit. Pada penggilingan tahap kedua, beras akan
menjadi putih bersih.
5.
Penyimpanan
Beras
Beras organik
yang sudah digiling secara tradisional maupun modern dapat langsung dipasarkan.
Namun, karena umumnya beras tidak langsung dapat dipasarkan seluruhnya maka
perlu ada tempat penyimpanan. Teknik penyimpanan beras harus diperhatikan agar
kondisinya tetap bagus hingga saatnya akan dijual
Umumnya beras disimpan di gudang setelah dikemas dalam karung plastik berukuran 40 Kg atau 50 Kg. Pengemasan dalam karung ini dilakukan secara manual oleh petani. Bagian karung yang terbuka dijahit tangan hingga tertutup rapat
Dalam gudang penyimpanan dapat saja beras diserang oleh hama bubuk. Biasanya hama bubuk ini menyerang beras yang tidak kering benar saat pengeringan. Hama bubuk tidak menyukai beras yang kering karena keras. Selain itu, hama bubuk pun menyukai tempat lembab sehingga ruangan gudang harus kering, yang dilengkapi dengan ventilasi udara. Penumpukan karung berisi beras di dalam gudang pun harus ditata sedemikian rupa agar beras yang sudah lebih dahulu disimpan dapat mudah keluar lebih awal. Akan lebih baik lagi bila setiap karung diberi tindakan khusus seperti tanggal penyimpanan.
Umumnya beras disimpan di gudang setelah dikemas dalam karung plastik berukuran 40 Kg atau 50 Kg. Pengemasan dalam karung ini dilakukan secara manual oleh petani. Bagian karung yang terbuka dijahit tangan hingga tertutup rapat
Dalam gudang penyimpanan dapat saja beras diserang oleh hama bubuk. Biasanya hama bubuk ini menyerang beras yang tidak kering benar saat pengeringan. Hama bubuk tidak menyukai beras yang kering karena keras. Selain itu, hama bubuk pun menyukai tempat lembab sehingga ruangan gudang harus kering, yang dilengkapi dengan ventilasi udara. Penumpukan karung berisi beras di dalam gudang pun harus ditata sedemikian rupa agar beras yang sudah lebih dahulu disimpan dapat mudah keluar lebih awal. Akan lebih baik lagi bila setiap karung diberi tindakan khusus seperti tanggal penyimpanan.
6.
Pemasaran
Ada dua cara
pemasaran beras di Indonesia, pertama petani menjual langsung di lahan pada
saat sudah siap panen kepada pedagang pengumpul yang disebut penebas. Penebas
inilah yang akan memanen dan mengolahnya lebih lanjut menjadi beras. Kedua,
petani sendiri yang memanen,mengeringkan,lalu menjual kepedagang pengumpul,baik
berupa gabah kering giling atau sudah menjadi beras. Penjualan beras biasanya
dilakukan petani langsung kepada pedagang beras di pasar, dititipkan kepasar
swalayan atau dijual langsung ke konsumen.
Bila dijual langsung ke pedagang
beras di pasar, keuntungan yang diperoleh hanyalah berupa uang kontan,
kerugiannya adalah harga yang diperoleh tidak maksimal karena pedagangpun harus
mengambil keuntungan saat dipasarkan lebih lanjut. Bila dititipkan di pasar
swalayan, keuntungan yang diperoleh berupa harga jual yang lebih tinggi. Hanya
saja pembayarannya tidak dilakukan secara tunai, melainkan setelah beras
tersebut laku terjual. Beras yang dititipkan dikemas dalam plastik yang sudah
dilengkapi dengan label. Bila dijual langsung ke konsumen, harganya memang sama
dengan harga jual ke pasar swalayan, bahkan dapat lebih tinggi. Dari segi usaha
cara ini kurang praktis karena petani harus mendatangi konsumen satu persatu.
BAB
IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
1.
Pemanenan
dan perontokan merupakan salah satu masalah utama yang dihadapi petani padi,
karena kedua tahapan pascapanen padi tersebut terjadi kehilangan hasil sangat
tinggi. Banyaknya gabah yang tercecer dan gabah tidak terontok akibat perilaku
pemanen menyebabkan kehilangan hasil pada kedua tahapan tersebut mencapai lebih
dari 15%. Perbaikan pemanenan padi dengan sistem kelompok dapat menekan
kehilangan hasil sampai 3,76%, sehingga dapat menyelamatkan hasil dari
kehilangan sekitar 10%. Pemanenan padi dengan sistem kelompok merupakan salah
satu sumber baru produksi padi, karena dapat menyelamatkan gabah hasil panen
dari kehilangan.
2.
Pengembangan
pemanenan padi dengan sistem kelompok selain dapat mengurangi besarnya
kehilangan hasil dan dapat meningkatkan pendapatan petani dan pemanen, juga
dapat menunjang peningkatan stok pangan nasional. Kelompok jasa pemanen yang
bekerja secara profesional dapat menghindari perbuatan tidak terpuji atau
kecurangan dari anggotanya pada khususnya dan para pemanen pada umumnya, serta
mencegah tumbuhnya para pengasak.
3.
Usaha
pelayanan jasa alsintan (UPJA) dalam mengembangkan kelompok jasa perontok,
diharapkan akan mendorong tumbuhnya bengkel-bengkel alsintan yang membuka
lapangan kerja baru di pedesaan. Oleh karena itu penulis menyarankan agar
pemanenan padi dengan sistem kelompok terus dikembangkan baik di daerah yang
sudah maupun yang belum melaksanakannya. Kerjasama yang baik antara instansi
terkait, kelompok tani, pemuka masyarakat, pemuka agama dan tenaga pemanen
perlu terus dilakukan.
4.
Penanganan pasca panen padi meliputi;
Ø Penumpukan
dan Pengumpulan
Ø Perontokan
Ø Pengeringan
Ø Penggilingan
Ø Penyimpanan
Ø Pemasaran
DAFTAR
PUSTAKA
Ø Anonim, 1986. Surat Keputusan
Presiden Republik Indonesia Nomor 47
Tahun 1986. Tentang Peningkatan Penanganan Pascapanen Hasil
Pertanian. Jakarta.
Tahun 1986. Tentang Peningkatan Penanganan Pascapanen Hasil
Pertanian. Jakarta.
Ø Biro Pusat Statistik, 1996. Survei
susut pascapanen MT. 1994/1995
Kerjasama BPS, Ditjen Tanaman Pangan, Badan Pengendali Bimas,
Bulog, Bappenas, IPB, dan Badan Litbang Pertanian
Kerjasama BPS, Ditjen Tanaman Pangan, Badan Pengendali Bimas,
Bulog, Bappenas, IPB, dan Badan Litbang Pertanian
Ø Pitojo,
S. (2000). Budidaya Padi. yogyakarta: kanisius.
Ø Setyono, A., Sutrisno dan Sigit
Nugraha. 2000. Pengujian pemanenan padi
sistem kelompok dengan memanfaatkan kelompok jasa pemanen dan
jasa perontok. Disampaikan pada Apresiasi Seminar Hasil Penelitian
Balitpa, Sukamandi 10-11 Nopember 2000.
sistem kelompok dengan memanfaatkan kelompok jasa pemanen dan
jasa perontok. Disampaikan pada Apresiasi Seminar Hasil Penelitian
Balitpa, Sukamandi 10-11 Nopember 2000.
0 comments:
Post a Comment