Makalah
Mekanisasi Pertanian
PENGGILINGAN
PADI
OLEH:
HENGKI
HERMAWAN
1205101050067
PROGRAM
STUDI AGROTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS
SYIAH KUALA
DARUSSALAM
- BANDA ACEH
2013
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Seiring dengan
perkembangan teknologi dibidang pertanian terutama pada teknologi pengolah
hasil pertanian khususnya padi, membuat produktivitas padi dari tahun ke tahun
mengalami peningkatan. Maka diperlukan pula proses penggilingan padi yang
banyak pula guna mencukupi kebutuhan tersebut.
Masalah utama dalam penanganan pasca panen padi yang sering
dialami oleh petani adalah tingginya kehilangan hasil selama pasca panen.
Kegiatan pasca panen meliputi proses pemanenan padi, penyimpanan padi,
pengeringan gabah, dan penggilingan gabah hingga menjadi beras. BPS (1996)
menyebutkan kehilangan hasil panen dan pasca panen akibat dari ketidaksempurnaan
penanganan pasca panen mencapai 20,51%, dimana kehilangan saat pemanenan 9,52%,
perontokan 4,78 %, pengeringan 2,13% dan penggilingan 2,19%. Besarnya
kehilangan pasca panen terjadi kemungkinan dikarenakan sebagian besar petani
masih menggunakan cara-cara tradisional atau meskipun sudah menggunakan
peralatan mekanis tetapi proses penanganan pasca panennya masih belum baik dan
benar.
Pemerintah perlu lebih mengkampanyekan penanganan pasca
panen yang baik, sampai usaha ini mendapat respon yang baik dari petani. Jika
tingkat kehilangan panen bisa ditekan sampai minimal 0,5 sampai 1 persen untuk
setiap kegiatan pasca panen dan secara bertahap dapat dikurangi sampai 3 sampai
5 persen berarti total produksi padi yang bisa diselamatkan mencapai 1,59 sampai
2,65 juta ton. Suatu jumlah yang sangat besar untuk mendukung mengamankan
target produksi beras nasional setiap tahunnya (Purwanto, 2005).
Penggilingan padi mempunyai peranan yang sangat vital dalam
mengkonversi padi menjadi beras yang siap diolah untuk dikonsumsi maupun untuk
disimpan sebagai cadangan. Dalam kaitan dengan proses penggilingan padi,
karakteristik fisik padi sangat perlu diketahui karena proses penggilingan padi
sebenarnya mengolah bentuk fisik dari butiran padi menjadi beras putih. Butiran
padi yang memiliki bagian-bagian yang tidak dapat dimakan atau tidak enak
dimakan, sehingga perlu dipisahkan. Selama proses penggilingan, bagian-bagian
tersebut dilepaskan sampai akhirnya didapatkan beras yang enak dimakan yang
disebut dengan beras sosoh (beras putih).
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Beras merupakan sumber utama kalori bagi sebagian besar
penduduk Indonesia. Pangsa beras pada konsumsi kalori total adalah 54.3% atau
dengan kata lain setengah dari intake kalori masyarakat Indonesia
bersumber dari beras (Harianto, 2001).
Secara umum mutu beras dapat dikelompokkan ke dalam 4
kategori, yaitu mutu giling, mutu rasa dan mutu tunak, mutu gizi, dan standar
spesifik untuk penampakan dan kemurnian biji (misalnya besar, bentuk dan
kebeningan beras).
Mutu beras giling dikatakan baik jika hasil proses
penggilingan diperoleh beras kepala yang banyak dengan beras patah minimal.
Mutu giling ini juga ditentukan dengan banyaknya beras putih atau rendemen yang
dihasilkan. Mutu giling ini sangat erat kaitannya dengan nilai ekonomis dari
beras. Salah satu kendala dalam produksi beras adalah banyaknya beras pecah
sewaktu digiling. Hal ini dapat menyebabkan mutu beras menurun (Allidawati dan
Kustianto, 1989).
Saat
ini telah dibuat RSNI mengenai mutu beras giling yang dapat dilihat pada tabel
Tabel
1. Mutu beras: RSNI 01-6128-200x
No.
|
Komponen
Mutu
|
Satuan
|
Mutu
|
||||
I
|
II
|
III
|
IV
|
V
|
|||
1
|
Derajat
sosoh (min)
|
%
|
100
|
100
|
95
|
95
|
95
|
2
|
Kadar
air (max)
|
%
|
14
|
14
|
14
|
14
|
14
|
3
|
Butir
kepala (min)
|
%
|
95
|
89
|
78
|
73
|
60
|
4
|
Butir
patah total (max)
|
%
|
5
|
10
|
20
|
25
|
35
|
5
|
Butir
menir (max)
|
%
|
0
|
1
|
2
|
2
|
5
|
6
|
Butir
merah (max)
|
%
|
0
|
1
|
2
|
3
|
3
|
7
|
Butirkuning/rusak
(max)
|
%
|
0
|
1
|
2
|
3
|
5
|
8
|
Butir
mengapur (max)
|
%
|
0
|
1
|
2
|
3
|
5
|
9
|
Benda
asing (max)
|
%
|
0
|
0.02
|
0.02
|
0.05
|
0.20
|
10
|
Butir
gabah (max)
|
Butir/100g
|
0
|
1
|
1
|
2
|
3
|
Penggilingan beras berfungsi untuk
menghilangkan sekam dari bijinya dan lapisan aleuron, sebagian mapun seluruhnya
agar menhasilkan beras yang putih serta beras pecah sekecil mungkin. Setelah
gabah dikupas kulitnya dengan menggunakan alat pecah kulit, kemudian gabah
tersebut dimasukkan ke dalam alat penyosoh untuk membuang lapisan aleuron yang
menempel pada beras. Selama penyosohan terjadi, penekanan terhadap butir beras
sehingga terjadi butir patah. Menir merupakan kelanjutan dari butir patah
menjadi bentuk yang lebih kecil daripada butir patah (Damardjati, 1988).
Menurut Nugraha et al.(1998), nilai rendemen beras
giling dipengaruhi oleh banyak faktor yang terbagi dalam tiga kelompok.
Kelompok pertama adalah faktor yang mempengaruhi rendemen melalui pengaruhnya
terhadap mutu gabah sebagai bahan baku dalam proses penggilingan yang meliputi
varietas, teknik budidaya, cekamaman lingkungan, agroekosistem, dan iklim.
Kelompok kedua merupakan faktor penentu rendemen yang terlibat dalam proses
konversi gabah menjadi beras, yaitu teknik penggilingan dan alat penggilingan.
Kelompok ketiga menunjukkan kualitas beras terutama derajat sosoh yang
diinginkan, karena semakin tinggi derajat sosoh maka rendemen akan semakin
rendah.
Susut mutu dari suatu hasil giling dapat diidentifikasikan
dalam nilai derajat sosoh serta ukuran dan sifat butir padi yang dihasilkan.
Umumnya semakin tinggi derajat sosoh, persentase beras patah menjadi semakin
meningkat pula. Ukuran
butir beras hasil giling dibedakan atas beras kepala, beras patah, dan menir
(Anonim, 1983). Berdasarkan persyaratan yang dikeluarkan oleh Bulog, beras
kepala merupakan beras yang memiliki ukuran lebih besar dari 6/10 bagian beras
utuh. Beras patah memiliki ukuran butiran 2/10 bagian sampai 6/10 bagian beras
utuh. Menir memiliki ukuran lebih kecil dari 2/10 bagian beras utuh atau
melewati lubang ayakan 2.0 mm (Waries, 2006).
BAB
III
PEMBAHASAN
Penggilingan merupakan proses pelepasan sekam dari beras.
Karakteristik fisik padi sangat perlu diketahui karena proses penggilingan padi
sebenarnya mengolah bentuk fisik dari butiran padi menjadi beras putih. Butiran
padi yang memiliki bagian-bagian yang tidak dapat dimakan, atau tidak enak
dimakan, sehingga perlu dipisahkan. Selama proses penggilingan, bagian-bagina
tersebut dilepaskan satu demi satu sampai akhirnya didapatkan beras yang dapat
dikonsumsi yang disebut dengan beras sosoh atau beras putih. Beras sosoh
merupakan hasil utama proses penggilingan padi. Beras sosoh adalah gabungan
beras kepala dan beras patah besar. Beras patah kecil atau menir sering disebut
sebagai hasil samping karena tidak dikonsumsi sebagai nasi seperti halnya beras
kepala dan beras patah besar. Jadi, hasil samping proses penggilingan padi
berupa sekam, bekatul, dan menir.
Mesin-mesin penggilingan padi berfungsi melakukan pelepasan
dan pemisahan bagian-bagian butir padi yang tidak dapat dimakan dengan
seminimal mungkin membuang bagian utama beras dan sesedikit mungkin merusak
butiran beras. Terdapat dua tahap dalam proses penggilingan yaitu husking
dan polishing. Husking adalah tahap melepaskan beras yang
menghasilkan beras pecah kulit (brown rice). Dari struktur butiran
gabah, bagian-bagian yang akan dilepaskan adalah palea, lemma, dan glume.
Seluruhnya bagian tersebut dinamakan kulit gabah atau sekam. Sebagian besar
gabah yang dimasukkan ke dalam mesin pemecah kulit (husker) akan
terkupas dan masih ada sebagian kecil yang belum terkupas. Butiran gabah yang
terkupas akan terlepas menjadi dua bagian, yaitu beras pecah kulit dan sekam.
Selanjutnya butiran gabah yang belum terkupas harus dipisahkan dari beras pecah
kulit dan sekam untuk dimasukkan kembali ke dalam mesin pemecah kulit.
Proses pengupasan akan berjalan baik apabila gabah memiliki
kadar air yang sesuai yaitu antara 13-15%. Pada kadar air yang lebih tinggi
proses pengupasan akan sulit karena sekam sulit dipecahkan. Sebaliknya, pada
kadar air yang lebih rendah, butiran padi akan mudah pecah atau patah sehingga
akan menghasilkan banyak beras patah atau menir. Untuk mendapatkan kualitas
pengupasan yang baik, maka penyetelan mesin pemecah kulit perlu dilakukan
secara tepat.
Sedangkan polishing adalah proses penyosohan beras yang
menghasilkan beras sosoh/beras putih. Mesin yang digunakan pada proses ini
disebut polisher.Penyosohan dilakukan untuk membuang lapisan bekatul
dari butiran beras. Di samping membuang lapisan bekatul, pada proses ini juga
dibuang bagian lembaga dari butiran beras. Untuk mendapatkan hasil yang baik,
proses ini biasanya dilakukan beberapa kali, tergantung pada kualitas beras
sosoh yang diinginkan. Makin sering proses penyosohan dilakukan, atau makin
banyak mesin penyosoh yang dilalui, maka beras sosoh yang dihasilkan makin
putih dan beras patah yang dihasilkan makin banyak. Setelah beras disosoh
menjadi berwarna putih, selanjutnya beras dapat digosok lagi dengan sedikit
tambahan uap air agar memiliki permukaan halus dan warna mengkilap.
Dari bentuk gabah kering giling sampai menjadi beras sosoh,
berat biji padi akan berkurang sedikit demi sedikit selama proses penggilingan
akibat dari pengupasan dan penyosohan. Bagian-bagian yang tidak berguna akan
dipisahkan sedangkan bagian utama yang berupa beras dipertahankan. Namun tidak
dapat dihindarkan sebagian butiran beras akan patah selama proses penggilingan.
Kualitas fisik gabah terutama ditentukan oleh kadar air dan
kemurnian gabah. Yang dimaksud dengan kadar air gabah adalah jumlah kandungan
air dalam butiran gabah. Sedangkan tingkat kemurnian gabah merupakan persentase
berat gabah bernas terhadap berat keseluruhan campuran gabah. Makin banyak
benda asing atau gabah hampa atau rusak dalam campuran gabah maka tingkat
kemurnian gabah makin menurun.
Kualitas gabah akan mempengaruhi kualitas dan kuantitas
beras yang dihasilkan. Kualitas gabah yang baik akan berpengaruh pada tingginya
rendemen giling. Hasil rendemen yang diperoleh kelompok kami dalam praktikum
kali ini sebesar 61%. Nilai ini belum mancapai kriteria rendemen yang baik
karena menurut literatur, proses penyosohan berjalan baik bila rendemen beras
yang dihasilkan sama atau lebih dari 65% dan derajat sosoh sama atau lebih dari
95%.
Menurut Nugraha et al. (1998), nilai rendemen giling
dipengaruhi oleh banyak faktor yang terbagi ke dalam tiga kelompok. Kelompok
pertama adalah faktor yang mempengaruhi rendemen melalui pengaruhnya terhadap
mutu gabah sebagai bahan baku dalam proses penggilingan, yang meliputi
varietas, teknik budidaya, cekaman lingkungan, agroekosistem, dan iklim.
Kelompok kedua merupakan faktor penentu rendemen yang terlibat dalam proses
koversi gabah menjadi beras, yaitu teknik penggilingan dan alat/mesin
penggilingan. Kelompok ketiga menunjukkan kualitas beras terutama derajar sosoh
yang diinginkan, karena semakin tinggi derajat sosoh, maka rendemen akan
semakin rendah.
Beras sosoh dipisahkan menjadi beberapa ukuran, yaitu beras
kepala, beras patah, dan menir. Mutu beras giling dikatakan baik apabila hasil
dari proses penggilingan diperoleh beras kepala yang banyak dengan beras patah
dan menir minimal. Dari hasil percobaan yang kami peroleh, didapat persentase
beras kepala adalah sebesar 41.2%, beras patah 16.6%, dan menir 42.2%. Besarnya
persentase menir paling tinggi dibandingkan dengan persentase beras kepala dan
beras patah. Hal ini menunjukkan mutu beras masih rendah.
Pada proses penggilingan, beras patah dan menir tidak
dikehendaki. Yang dikehendaki adalah sebanyak mungkin beras kepala. Namun
timbulnya beras patah dan menir tidak dapat dihindari. Timbulnya beras patah
dan menir terutama terjadi pada proses penyosohan, yaitu pada saat menggosok
permukaan beras untuk melepaskan bagian bekatul.
Selain kinerja mesin penggiling, terjadinya beras patah juga
ditentukan oleh kualitas gabah sebelum digiling. Dengan penanganan yang kurang
tepat, gabah dapat menjadi mudah patah atau retak, atau bahkan telah patah
sebelum digiling. Gabah dapat patah atau retak selama penanganan pasca panen
sebagia kaibat dari adanya perubahan cuaca, terutama fluktuasi suhu dan
kelembaban relatif udara. Ini bisa terjadi apabila perubahan hari panas dan
hujan terjadi berkali-kali dalam jangka waktu yang lama. Fluktuasi ini
menyebabkan butiran gabah mengkerut dan mengembang dengan interval tidak
teratur sehingga terjadi keretakan. Keretakan serupa juga dapat terjadi apabila
dilakukan metode pengeringan yang tidak tepat.
BAB
IV
KESIMPULAN
Kualitas
gabah yang baik akan menghasilkan kualitas beras yang baik pula jika telah
mengalami penggilingan dan menjadi beras, baik dari segi warna, kebersihan dan
aroma juga dipengaruhi oleh kualitas gabah itu sendiri, kualitas gabah yang
baik adalah kualitas gabah dengan kandungan air didalam gabah hanya 14% saja.
Biasanya
untuk menghasilkan beras yang lebih putih, digunakan alat yang dinamakan dengan
mesin polishing, mesin polishing ini berguna untuk memutihkan beras dengan cara
disosoh sehingga tampak warna beras menjadi lebih putih dan cerah.
DAFTAR
PUSTAKA
Allidawati dan B.Kustianto.
1989. Metode uji mutu beras dalam program pemuliaan
padi. Dalam: Ismunadji M., M. Syam dan Yuswadi. Padi Buku 2. Badan
Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan. Bogor. Hal: 363-375.
padi. Dalam: Ismunadji M., M. Syam dan Yuswadi. Padi Buku 2. Badan
Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan. Bogor. Hal: 363-375.
Anonim. 1983. Studi
Konservasi dan Susut Gabah ke Beras Tingkat Nasional. Biro
Pusat Statistik, Departemen Pertanian, Badan Urusan Logistik, Badan
Perencanaan Pembangunan Nasional, Fakultas Teknologi Pertanian, IPB.
Bogor.
Pusat Statistik, Departemen Pertanian, Badan Urusan Logistik, Badan
Perencanaan Pembangunan Nasional, Fakultas Teknologi Pertanian, IPB.
Bogor.
BPS. 1996. Badan Pusat Statistik
Indonesia.
Damardjati, D.S. 1988. Struktur
kandungan gizi beras. Dalam: Ismunadji, M.,
S.Partohardjono, M.Syam, A.Widjono. Padi-Buku 1. Balai Penelitian dan
Pengembangan Pertanian, Pusat Penelitian dan Pengembangan Pertanian,
Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan. Bogor. Hal: 103-159.
S.Partohardjono, M.Syam, A.Widjono. Padi-Buku 1. Balai Penelitian dan
Pengembangan Pertanian, Pusat Penelitian dan Pengembangan Pertanian,
Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan. Bogor. Hal: 103-159.
Harianto. 2001. Pendapatan,
harga, dan konsumsi beras. Dalam: Suryana, A. Dan
S.Mardianto. Bunga rampai ekonomi beras. Penerbit Lembaga Penyelidikan
Ekonomi dan Masyarakat, Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia (LPEM-
FEUI).
S.Mardianto. Bunga rampai ekonomi beras. Penerbit Lembaga Penyelidikan
Ekonomi dan Masyarakat, Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia (LPEM-
FEUI).
Nugraha, U.S., S.J.Munarso,
Suismono dan A. Setyono. 1998. Tinjauan tentang
Rendemen beras giling dan susut pascapanen: 1. Masalah sekitar rendemen
beras giling, susut dan pemecahannya. Makalah. Balai Penelitian Tanaman
Padi. Sukamandi. 15 Hal..
Rendemen beras giling dan susut pascapanen: 1. Masalah sekitar rendemen
beras giling, susut dan pemecahannya. Makalah. Balai Penelitian Tanaman
Padi. Sukamandi. 15 Hal..
Waries, A. 2006. Teknologi
Penggilingan Padi. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
1 comments:
Layanan Pendanaan Le_Meridian melampaui dan melampaui persyaratan mereka untuk membantu saya dengan pinjaman saya yang saya gunakan memperluas bisnis farmasi saya, Mereka adalah permata yang ramah, profesional, dan mutlak untuk bekerja dengan. Saya akan merekomendasikan siapa pun yang mencari pinjaman untuk dihubungi. Email..lfdsloans@lemeridianfds.com Atau lfdsloans@outlook.com.WhatsApp ... 19893943740.
Post a Comment