This is default featured slide 1 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

Monday, December 28, 2015

Pembangunan Industri Pertanian Dalam Menghadapi MEA 2016


PEMBANGUNAN SEKTOR INDUSTRI PERTANIAN


Hengki Hermawan


      Indonesia memiliki sumber daya alam yang sangat melimpah, baik dalam sektor energi, kelautan maupun sektor pertanian. Selama ini pertanian merupakan penopang dan penyedia lapangan kerja terbesar di Indonesia, namun sangat disayangkan perhatian pemerintah terhadap sektor ini sangatlah minim. 

       Setiap tahun Indonesia harus mengimpor produk -produk pertanian dari negara asing, seperti Thailand, Jepang, China, Australia serta negara - negara yang telah maju pertaniannya. Pertanyannya saat ini adalah mengapa negeri kita yang dahulu orang mengenal sebagai negara agraris justru tidak mampu untuk memenuhi kebutuhannya sendiri, bahkan image yang melekat pada petani kita saat ini adalah "miskin" sementara kita bandingkan dengan negara Eropa, atau Amerika sekalipun mereka yang berprofesi sebagai petani sangatlah dihormati.

       Faktor kurangnya perhatian pemerintah terdiri dari 2 hal yang sangat mendasar yakni "on farm" dan "ex farm". mulai dari penyediaan sarana transportasi, sarana produksi sampai kepada sarana pengolahan dan pemasaran.

Hasil gambar untuk jalan pertanian yang masih rusak
Gambar ilustrasi
   Sektor industri merupakan faktor yang sangat berpengaruh terhadap peningkatan nilai suatu barang, dalam pertanian hampir seluruh produk dapat ditingkatakan dayaguna serta nilainya apabila dapat dilakukan penganekaragaman produk tersebut. maka industri lah jawaban dan solusi untuk meningkatkan nilai tambah terhadap suatu barang, baik itu sektor industri kecil menengah maupun industri dalam skala yang besar.

       Masih minimnya industri pengolahan produk pertanian di Indonesia inilah yang menjadi penyebab mengapa indonesia belum mampu untuk bersaing dengan negara - negara asing bahkan negara tetangga sekalipun. Sebagai contoh Indonesia merupakan produsen terbesar minyak CPO, namun apa yang terjadi, industri pengolahan CPO menjadi barang jadi seperti minyak goreng dan industri hilir lainnya sangat minim, sehingga menyebabkan harga menjadi melambung, dipasaran harga minyak goreng curah berkisar antara Rp 11.000 - Rp 12 000/kg, namun tidak dengan bahan mentah seperti TBS (Tandan Buah Segar) kelapa sawit yang memiliki harga sangat rendah ditingkat petani, inilah yang menjadi permasalahan utama terhadap produk - produk pertanian kita, kita hanya bisa menjadi pengekspor bahan mentah atau setengah jadi kepada negara - negara asing, sementara dasarnya kita mampu untuk mengolah barang tersebut menjadi berbagai macam produk jadi.

Hasil gambar untuk industri minyak kelapa sawit
Sumber : www.rfidtags.com
  •   MEA tinggal menghitung hari
      Masyarakat Ekonomi ASEAN menjadi tantangan terberat dalam perkembangan kemajuan industri pertanian di Indonesia, dimana produk - produk pertanian dan industri hilirnya yang berasal dari Malaysia, Thailand Vietnam akan membanjiri pasar - pasar lokal kita. sanggupkah kita bersaing??? dukungan pemerintah dan pemangku kebijakan lah yang bisa menjadikan kita negara yang mampu bersaing dengan negara negara tersebut dengan jalan menjadikan industri pertanian sebagai ujung tombak kemajuan pertanian kita. satu hal yang menjadi modal besar bagi kita agar tetap optimis dalam memajukan pertanian di negeri ini adalah masih luasnya areal usaha tani yang bisa digarap. tinggal bagaimana kita memanfaatkan peluang tersebut untuk bisa menjadi negara yang makmur.

Semoga catatan kecil ini menjadi penyemangat bagi kita untuk tetap optimis bahwa pertanian adalah inti dari kemakmuran rakyat kita.

Nama Penulis                   : Hengki Hermawan
Tempat/ Tanggal Lahir    : Sikerabang/ 25 Agustus 1993
Instansi                             : Mahasiswa Fakultas Pertanian Universitas Syiah Kuala
      

Sunday, December 6, 2015

pengelolaan perkebunan

Laporan Pengelolaan Tanaman Perkebunan


TEKNIK BUDIDAYA TANAMAN KARET (Havea brasiliensis)


Oleh :

Hengki Hermawan (1205101050067)
Fatayatinur (1205101050067)
Irham Maulana (1205101050067)
Gusfa Arlian Putra (1205101050067)



PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI
FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SYIAH KUALA
DARUSSALAM, BANDA ACEH
2015



I.              PENDAHULUAN

1.1    Latar Belakang
Indonesia merupakan negera dengan perkebunan karet terluas di dunia, meskipun tanaman tersebut baru diperkenalkan pada tahun 1864. Indonesia bersama dua Negara di Asia Tenggara yaitu Malaysia dan Thailand, sejak tahun 1920-an sampai sekarang merupakan pemasok karet dunia (Yohanis dan Maskan, 2014).
Tanaman karet merupakan komoditi perkebunan yang penting dalam industri otomotif. Karet (Hevea brasiliensis) berasal dari benua Amerika dan saat ini menyebar luas ke seluruh dunia. Karet dikenal di Indonesia sejak masa kolonial Belanda, dan merupakan salah satu komoditas perkebunan yang memberikan sumbangan besar bagi perekonomian Indonesia (Janudianto et al 2013).
Karet merupakan komoditi ekspor yang mampu memberikan kontribusi didalam upaya peningkatan devisa Indonesia. Sejumlah lokasi di Indonesia memiliki keadaan lahan yang cocok untuk perkebunan karet, sebagian besar berada di Pulau Sumatra dan Kalimantan. Perkebunan karet ini memegang peranan yang penting dalam program pembangunan, khususnya pembangunan sektor pertanian, karena subsektor ini menjadi tempat bagi petani dalam menggantungkan hidupnya, sebagai cabang usaha yang berfungsi menciptakan lapangan kerja, sebagai sumber pendapatan dan devisa non-migas yang sangat diharapkan, dan secara langsung terkait pula dalam usaha pelestarian sumberdaya alam (Setyamidjaja, 1993).
Menurut data dari Direktorat Jenderal Perkebunan tahun 2012 luas areal perkebunan karet alam Indonesia mencapai sekitar 3,47 juta ha yang terdiri atas 2,932 juta ha ( 84,5 % ) areal perkebunan rakyat, 250 ribu ha ( 7,2 % ) areal perkebunan besar negara, dan 288 ribu ha ( 8,3 % ) areal perkebunan swasta. Produksi karet alam Indonesia tahun 2011diperkirakan mencapai 2,972 juta ton. Angka itu meningkat dari tahun sebelumnya yang tercacat sebanyak 2,736 juta ton. Jumlah ini masih bisa ditingkatkan lagi dengan melakukan peremajaan, memperdayakan lahan milik petani dan lahan kosong atau tidak produktif yang sesuai untuk perkebunan karet.
Karet menempati areal perkebunan terluas ketiga setelah kelapa sawit dan kelapa.  Indonesia merupakan negara kedua penghasil karet alami di dunia (sekitar 28 persen dari produksi karet dunia di tahun 2010), sedangkan Thailand  sekitar 30 persen. Pengembangan karet Indonesia dalam kurun waktu 3 dekade adalah sangat pesat. Dalam kurun waktu lima tahun terakhir, peningkatan ekspor karet cukup signifikan, dari volume ekspor pada tahun 2002 sebesar 1.496 ribu ton                           (US$ 1.038 juta) meningkat menjadi 2.100 ribu ton (US$ 1.457 juta) pada tahun 2009 (Direktorat Jendral Perkebunan, 2012).
Menurut Janudianto et al (2013) Sumatra dan Kalimantan adalah daerah penghasil karet terbesar di Indonesia dengan sentra produksi tersebar di Sumatra Selatan (668 ribu hektar), Sumatra Utara (465 ribu hektar), Jambi (444 ribu hektar), Riau (390 ribu hektar), dan Kalimantan  Barat (388 ribu hektar). Sementara Sulawesi Selatan adalah provinsi yang memiliki luas perkebunan karet terbesar di Sulawesi yaitu sekitar 19 ribu hektar.
Perkebunan karet rakyat biasanya dikelola dengan teknik budidaya sederhana berupa pemupukan sesuai kemampuan petani. Karet ditanam bersama dengan pohon-pohon lain seperti pohon buahbuahan (contohnya durian, petai, jengkol, dan duku) maupun pohon penghasil kayu (contohnya meranti dan tembesu) yang sengaja ditanam atau tumbuh sendiri secara alami. Sebaliknya, perkebunan besar dikelola dengan teknik budidaya yang lebih maju dan intensif dalam bentuk perkebunan monokultur, yaitu hanya tanaman karet saja, untuk memaksimalkan hasil kebun (Janudianto et al, 2013).
Tanaman karet tumbuh dengan baik pada daerah tropis. Daerah yang cocok untuk tanaman karet adalah pada zona antara 150 LS dan 150LU. Bila ditanam di luar zona tersebut, pertumbuhannya agak lambat, sehingga memulai produksinya pun lebih lambat.
Menurut Andrian et al (2014), ada beberapa faktor yang mempengaruhi pertumbuhan tanaman baik faktor biotik maupun abiotik. Dua faktor pembatas utama yang mempengaruhi pertumbuhan dan produksi tanaman adalah ketinggian tempat dan kemiringan lereng.
Karet sangat optimal dikembangkan pada daerah dengan ketinggian 0-200m di atas permukaan laut, namun sampai ketinggian 600 meter  masih dapat ditanami dengan memilih klon – klon yang sesuai. Elevasi mempengaruhi produktivitas melalui pengaruhnya terhadap peningkatan frekuensi hujan. Pada ketinggian 380-700 m dengan jumlah hari hujan > 175 hari, sudah memberikan pengaruh yang kurang baik terhadap produktivitas tanaman karet (Darmandono, 1996).
Budiman (2012) yang menyatakan bahwa tanaman karet tumbuh optimal di dataran rendah, yakni pada ketinggian 0 sampai 200 meter di atas permukaan laut. Makin tinggi tempat pertumbuhannya makin lambat dan hasilnya lebih rendah. Ketinggian tempat lebih dari 600 meter di atas permukaan laut tidak cocok lagi untuk tanaman karet. Sangadji (2001) menyatakan bahwa ketinggian tempat berhubungan dengan suhu dan kelembaban, semakin tinggi suatu tempat maka suhu akan semakin rendah dan kelembaban semakin tinggi. Hal ini yang dapat menyebabkan lateks akan lebih cepat membeku sehingga hasil lateks yang dihasilkan akan lebih rendah. Handoko (1995) menambahkan rata-rata penurunan suhu udara di Indonesia sekitar 0,50 - 0,60C tiap kenaikan 100 meter.

Seiring dengan meningkatnya permintaan dunia terhadap komoditi karet di masa yang akan datang, maka upaya untuk meningkatkan produksi tanaman karet melalui teknik budidaya yang baik dan benar serta perluasan lahan tanaman karet merupakan langkah yang efektif untuk dilaksanakan.
Berdasarkan hal tersebut maka teknik budidaya merupakan faktor yang sangat berpengaruh terhadap produktivitas tanaman karet, sehingga diperlukan penanganan serta budidaya yang benar untuk mendapatkan produksi yang optimal.
1.2    Tujuan
1.      Mahasiswa dapat merasakan secara langsung melakukan kegiatan pertanian pada suatu perusahaan atau industri,
2.      Mahasiswa memperoleh pengalaman bekerja di perusahaan atau industri,
3.      Mahasiswa mengetahui cara dan teknik budidaya tanaman karet yang baik dan benar.

1.3    Manfaat
1.      Memperoleh pengalaman nyata dalam bidang budidaya tanaman karet yang berguna untuk meningkatkan kemampuan mahasiswa.
2.      Memperoleh keterampilan  dibidang pertanian dan kegiatan-kegiatan yang berkaitan dengan budidaya karet.



II.                TINJAUAN PUSTAKA

1.1 Klasifikasi Tanaman Karet (Hevea brasilliensis)
Tanaman karet (Hevea brasilliensis) merupakan salah satu komoditi perkebunan yang menduduki posisi cukup penting sebagai sumber devisa non migas bagi Indonesia, sehingga memiliki prospek yang cerah. Oleh sebab itu upaya peningkatan produktifitas usahatani karet terus dilakukan terutama dalam bidang teknologi budidayanya (Anwar, 2001).
Tanaman karet (Hevea brasilliensis) telah dikenal orang semenjak abad ke-15 setelah colombus menemukan Benua Amerika. Tanaman ini termasuk dalam family Euphorbiaccae (Purseglove, 1984). Dikjim and Wehlburg (1970) menyatakan bahwa tanaman karet merupakan tanaman tahunan yang bercabang banyak,berdaun lebar,dan tergolong trifoliolate artinnya mempunyai tiga helai daun,dan tingginya dapat mencapai 15 sampai 26 meter.
Menurut Nazaruddin dan Paimin (1998) klasifikasi botani tanaman karet adalah sebagai berikut:
Kingdom         : Plantae
Divisi               : Spermatophyta
Subdivisi         : Angiospermae
Kelas               : Dicotyledonae
Ordo                : Euphorbiales
Famili              : Euphorbiaceae
Genus              : Hevea
Spesies            : Hevea braziliensis Muell. Arg.
                                                        

    
Gambar : Tanaman karet
Tanaman karet ( Hevea brasilliensis Muell Arg ) adalah tanaman getah-getahan. Dinamakan demikian karena golongan ini mempunyai jaringan tanaman yang banyak mengandung getah ( lateks ) dan getah tersebut mengalir keluar apabila jaringan tanaman terlukai (Santosa, 2007). Menurut Iskandar (1984) bahwa tanaman karet dapat diperbanyak secara generatif (biji) dan vegetatif. Tetapi perbanyakan dengan biji mempunyai kelemahan antara sifat keturunan yang dihasilkan tidak sama dengan induk, namun perbanyakan dengan biji bagi tanaman karet diperlukan untuk penggandaan batang bawah. Untuk mendapatkan keseragaman dan mempertahan kan sifat yang baik     dari pohon induk, tanaman karet diperbanyak secara vegetatif (Harahap, 1972). Dari beberapa cara perbanyakan vegetatif dari tanaman karet yang umum digunakan perkebunan-perkebunan besar di Indonesia (Iskandar, 1984).  Karena memberikan pertumbuhan lebih cepat dibandingkan dengan bibit yang berasal dari biji (Darjanto,1975).
Daun karet terdiri dari tangkai daun utama dan tangkai anak daun. Panjang tangkai daun utama 3-20cm. Panjang tangkai anak daun sekitar 3-10cm dan pada ujungnya terdapat kelenjar. Biasanya ada tiga anak daun yang terdapat pada sehelai daun karet. Anak daun berbentuk eliptis, memanjang dengan ujung meruncing, tepinya rata dan gundul (Anwar, 2001).
Tanaman karet merupakan pohon yang tumbuh tinggi dan berbatang cukup besar, tinggi pohon dewasa mencapai 15-25 meter. Batang tanaman biasanya tumbuh lurus dan memiliki percabangan yang tinggi diatas. Dibeberapa kebun karet ada beberapa kecondongan arah tumbuh tanamanya agak miring kearah utara. Batang tanaman ini mengandung getah yang dikenal dengan nama lateks (Pujiatno, 2003).
Notosuranto (1976) menyatakan okulasi adalah penyisipan sebagian kulit yang mengandung mata tunas kebawah kulit tanaman lain yang ada hubungan botaninya secara dekat, sehingga akan terbentuk tanaman baru yang menurunkan sifat dari tanaman induk dari mana berasal. Kriteria bibit okulasi yang baik adalah :
1.   Batang bawah okulsi berumur 9-18 bulan,diameter lebih dari 1,3 cm, dan kulit berwarna coklat.
2.   Bentuk batang okulasi lurus,setelah pemotongan batang atas pada posisi 5-10 cm diatas mata okulasi dengan kemiringan 45 derajat.
3.   Batang okulasi mempunyai akar tunggang 45 cm dan akar lateral 5 cm.
Jenis okulasi berdasarkan umur,warna batang bawah dan batang atas,serta diameter batang bawah ada dua yaitu okulasi hijau dan okulasi coklat. (Anominus, 2009).
Menurut Napitupulu (1976) bahan tanaman karet yang diperbanyak dengan cara okulasi dapat berupa stump tinggi, stump mini, dan stump mata tidur. Balai Perkebunan (1974) stump mata tidur lebih banyak dan umum digunakan untuk tanaman karet. Mengenai penjelasan Napitupulu (1976) stump adalah tunggal, artinya bibit yang telah tumbuh dan mempunyai batang dipotong hingga tinggal tunggul.


2.2 Syarat Tumbuh Tanaman Karet
Pada dasarnya tanaman karet memerlukan persyaratan terhadap kondisi iklim untuk menunjang pertumbuhan dan keadaan tanah sebagai media tumbuhnya.
2.2.1 Iklim
            Daerah yang cocok untuk tanaman karet adalah pada zone antara 150 LS dan 150 LU. Diluar itu pertumbuhan tanaman karet agak terhambat sehingga memulai produksinya juga terlambat.
2.2.2 Curah hujan
            Tanaman karet memerlukan curah hujan optimal antara 2.500 mm sampai 4.000   mm/tahun,dengan hari hujan berkisar antara 100 sd. 150 HH/tahun. Namun demikian, jika sering hujan pada pagi hari, produksi akan berkurang.
2.2.3 Ketinggian tempat
            Pada dasarnya tanaman karet tumbuh optimal pada dataran rendah dengan ketinggian 200 m dari permukaan laut. Ketinggian > 600 m dari permukaan laut tidak cocok untuk tumbuh tanaman karet. Suhu optimal diperlukan berkisar antara 25̊  C sampai 35̊ C.
2.2.4 Angin
            Kecepatan angin yang terlalu kencang pada umumnya kurang baik untuk penanaman karet.
2.2.5 Tanah
            Lahan kering untuk pertumbuhan tanaman karet pada umumnya lebih mempersyaratkan sifat fisik tanah dibandingkan dengan sifat kimianya. Hal ini disebabkan perlakuan kimia tanah agar sesuai dengan syarat tumbuh tanaman karet dapat dilaksanakan dengan lebih mudah dibandingkan dengan perbaikan sifat fisiknya.
            Berbagai jenis tanah dapat sesuai dengan syarat tumbuh tanaman karet baik tanah vulkanis muda dan tua, bahkan pada tanah gambut < 2 m. Tanah vulkanis mempunyai sifat fisika yang cukup baik terutama struktur, tekstur, sulum, kedalaman air tanah, aerasi dan drainasenya, tetapi sifat kimianya secara umum kurang baik karena kandungan haranya rendah.
            Tanah alluvial biasanya cukup subur, tetapi sifat fisikanya terutama drainase dan aerasenya kurang baik. Reaksi tanah berkisar antara pH 3,0  pH 8,0 tetapi tidak sesuai pada pH < 3,0 dan > pH 8,0. Sifatsifat tanah yang cocok untuk tanaman karet pada umumnya antara lain :
Ø  Solum tanah sampai 100 cm, tidak terdapat batubatuan dan lapisan cadas
Ø  Aerase dan drainase cukup
Ø  Tekstur tanah remah, poreus dan dapat menahan air 
Ø  Struktur terdiri dari 35% liat dan 30% pasir
Ø  Tanah bergambut tidak lebih dari 20 cm
Ø  Kandungan hara NPK cukup dan tidak kekurangan unsur hara mikro
Ø  Reaksi tanah dengan pH 4,5  pH 6,5
Ø  Kemiringan tanah < 16% dan
Ø  Permukaan air tanah < 100 cm.



III.        METODE PELAKSANAAN

3.1 Tempat dan Waktu
            Kegiatan Fieldtrip dilaksanakan Perkebunan Rakyat Kabupaten Aceh Barat. Kegiatan ini berlangsung pada tanggal 16 April 2015 mulai pukul 12:00 WIB s/d pukul 14:00 WIB.
3.2 Alat dan Bahan
            Alat dan bahan yang digunakan yaitu alat-alat tulis yaitu  buku, pulpen dan kamera.
3.3 Teknik Pengumpulan Data
            Teknik pengumpulan data yang dilakukan adalah wawancara, observasi dan quisioner
3.3.1. Metode interview
Merupakan salah satu pengumpulan data dengan mengadakan wawancara langsung dengan para petani dan para staff  Dinas Perkebunan Kabupaten Aceh Besar tentang obyek yang akan diteliti.
3.3.2. Metode observasi
            Merupakan salah satu pengumpulan data dengan mengadakan pengamatan langsung pada obyek yang diteliti.
3.3.3 Metode quisioner dan pencatatan
            Metode ini merupakan pengumpulan data dengan membuat daftar pertanyaan yang ditujukan kepada petani dan Dinas Perkebunan Kabupaten Aceh Barat..



IV.             PEMBAHASAN

Dalam pelaksanaan penanaman tanaman karet diperlukan berbagai langkah yang dilakukan secara sistematis mulai dari pembukaan lahan sampai dengan penanaman.
a. Pembukaan lahan (Land Clearing)
            Lahan tempat tumbuh tanaman karet harus bersih dari sisasisa tumbuhan hasil tebas tebang, sehingga jadwal pembukaan lahan harus disesuaikan dengan jadwal penanaman. Kegiatan pembukaan lahan ini meliputi :
(a) pembabatan semak belukar
(b) penebangan pohon
(c) perecanaan dan pemangkasan
(d) pendongkelan akar kayu
(e) penumpukan dan pembersihan.
             Seiring dengan pembukaan lahan ini dilakukan penataan penataan saluran drainase dalam perkebunan.
Penataan Saluran Drainase
            Setelah pemancangan jarak tanam selesai, maka pembuatan dan penataan saluran   drainase (field drain) dilaksanakan. Luas penampang disesuaikan dengan curah hujan pada satuan waktu tertentu, dan mempertimbangkan faktor peresapan dan penguapan. Seluruh kelebihan air pada field drain dialirkan pada paritparit penampungan untuk selanjutnya dialirkan ke saluran pembuangan (outlet drain).
b. Persiapan Lahan Penanaman
            Dalam mempersiapkan lahan pertanaman karet juga diperlukan pelaksanaan berbagai kegiatan yang secara sistematis dapat menjamin kualitas lahan yang sesuai dengan persyaratan. Beberapa diantara langkah tersebut antara lain :
Ø  Pemberantasan Alang-alang dan Gulma lainnya
            Pada lahan yang telah selesai tebas tebang dan lahan lain yang mempunyai vegetasi alang-alang, dilakukan pemberantasan alangalang dengan menggunakan bahan kimia antara lain Roundup, Scoup, Dowpon atau Dalapon. Kegiatan ini kemudian diikuti dengan pemberantasan gulma lainnya, baik secara kimia maupun secara mekanis.
Ø  Pengolahan Tanah
            Dengan tujuan efisiensi biaya, pengolahan lahan untuk pertanaman karet dapat dilaksanakan dengan sistem minimum tillage, yakni dengan membuat larikan antara barisan satu meter dengan cara mencangkul selebar 20 cm. Namun demikian pengolahan tanah secara mekanis untuk lahan tertentu dapat dipertimbangkan dengan tetap menjaga kelestarian dan kesuburan tanah.
Ø  Pembuatan teras/Petakan dan Benteng/Piket
            Pada areal lahan yang memiliki kemiringan lebih dari 50 diperlukan pembuatan      teras/petakan dengan sistem kontur dan kemiringan ke dalam sekitar 150. Hal ini dimaksudkan untuk menghambat kemungkinan terjadi erosi oleh air hujan. Lebar teras berkisar antara 1,25 sampai 1,50 cm, tergantung pada derajat kemiringan lahan. Untuk setiap 6 10 pohon (tergantung derajat kemiringan tanah) dibuat benteng/piket dengan tujuan mencegah erosi pada permukaan petakan.
Ø  Pengajiran
            Pada dasarnya pemancangan air adalah untuk menerai tempat lubang tanaman dengan ketentuan jarak tanaman sebagai berikut :
a)        Pada areal lahan yang relatif datar / landai (kemiringan antara 00 80) jarak tanam adalah 7 m x 3 m (= 476 lubang/hektar) berbentuk barisan lurus mengikuti arah Timur Barat berjarak 7 m dan arah Utara Selatan berjarak 3 m.
b)        Pada areal lahan bergelombang atau berbukit (kemiringan 8% 15%) jarak tanam 8 m x 2, 5 m (=500 lubang/ha) pada terasteras yang diatur bersambung setiap 1,25 m (penanaman secara kontur.
c)        Bahan ajir dapat menggunakan potongan bambu tipis dengan ukuran 20 cm – 30 cm.         Pada setiap titik pemancangan ajir tersebut merupakan tempat penggalian lubang      untuk tanaman.

Ø  Pembuatan Lubang Tanam
            Ukuran lubang untuk tanaman dibuat 60 cm x 60 cm bagian atas , dan 40 cm x 40 cm bagian dasar dengan kedalaman 60 cm. Pada waktu melubang, tanah bagian atas (top soil) diletakkan di sebelah kiri dan tanah bagian bawah (sub soil) diletakkan di sebelah kanan. Lubang tanaman dibiarkan selama 1 bulan sebelum bibit karet ditanam.
Ø  Penanaman Kacangan Penutup Tanah (Legume cover crops = LCC)
            Penanaman kacangan penutup tanah ini dilakukan sebelum bibit karet mulai ditanam dengan tujuan untuk menghindari kemungkinan erosi, memperbaiki struktur fisik dan  kimia tanah, mengurangi pengupan air, serta untuk membatasi pertumbuhan gulma.
Komposisi LCC untuk setiap hektar lahan adalah 4 kg. Pueraria javanica, 6 kg Colopogonium mucunoides, dan 4 kg Centrosema pubescens, yang dicampur ke dalam 5 kg Rock Phosphate (RP) sebagai media. Selain itu juga dianjurkan untuk menyisipkan Colopogonium caerulem yang tahan naungan (shade resistence) ex biji atau ex steck dalam polibag kecil sebanyak 1.000 bibit/ha. Tanaman kacangan dipelihara dengan melakukan penyiangan, dan pemupukan dengan 200 kg RP per hektar, dengan cara menyebar rata di atas tanaman kacangan.
c. Seleksi dan Penanaman Bibit
Ø  Seleksi bibit
Sebelum bibit ditanam, terlebih dahulu dilakukan seleksi bibit untuk memperoleh bahan tanam yang memeliki sifat-sifat umum yang baik antara lain : berproduksi tinggi, responsif terhadap stimulasi hasil, resitensi terhadap serangan hama dan penyakit daun dan kulit, serta pemulihan luka kulit yang baik. Beberapa syarat yang harus dipenuhi bibit siap tanam adalah antara lain :
1.        Bibit karet di polybag yang sudah berpayung dua.
2.        Mata okulasi benar-benar baik dan telah mulai bertunas
3.        Akar tunggang tumbuh baik dan mempunyai akar lateral
4.        Bebas dari penyakit jamur akar (Jamur Akar Putih).

Ø  Kebutuhan bibit
            Dengan jarak tanam 7 m x 3 m (untuk tanah landai), diperlukan bibit tanaman karet untuk penanaman sebanyak 476 bibit, dan cadangan untuk penyulaman sebanyak 47 (10%) sehingga untuk setiap hektar kebun diperlukan sebanyak 523 batang bibit karet.
Ø  Penanaman
            Pada umumnya penanaman karet di lapangan dilaksanakan pada musim penghujan yakni antara bulan September sampai Desember dimana curah hujan sudah cukup banyak, dan hari hujan telah lebih dari 100 hari. Pada saat penanaman, tanah penutup lubang dipergunakantop soil yang telah dicampur dengan pupuk RP 100 gram per lubang, disamping pemupukan dengan urea 50 gram dan SP - 36 sebesar 100 gram sebagai pupuk dasar.
d. Pemeliharaan Tanaman
Pemeliharaan yang umum dilakukan pada perkebunan tanaman karet meliputi : pengendalian gulma, pemupukan dan pemberantasan penyakit tanaman.
Ø  Pengendalian gulma
Areal pertanaman karet, baik tanaman belum menghasilkan (TBM) maupun tanaman sudah menghasilkan (TM) harus bebas dari gulma seperti alangalang, Mekania, Eupatorium, dll sehingga tanaman dapat tumbuh dengan baik.
Ø  Pemupukan
Lakukan pemupukan secara intensif pada tanaman baik pada kebun persemaian, kebun okulasi maupun kebun produksi, dengan menggunakan
pupuk urea, TSP, dan KCL. Dosis pupuk disesuaikan dengan keadaan/jenis tanah.
Ø  Pemberantasan gulma
            Hama-hama penting yang sering menyerang karet yaitu:
1.        Pseudococcuscitri Pengendaliannnya dengan menggunakan insektisida jenis Metamidofos, dilarutkan dalam air dengan konsentrasi 0,05 -0,1%.
2.        Kutu Lak (Laeciper greeni) Dapat diberantas dengan insektisida Albolinium (Konsentrasi2%) ditambah Surfactan citrowett 0,025%.
Penyakit-penyakit yang ditemui pada tanaman karet  adalah:
1.        Penyakit embuntepung, penyakit daun, penyakit jamur upas, penyakit cendawan akar putih dan penyakit gugur daun. Pencegahannya dengan menanam Klon yang sesuai dengan lingkungan dan lakukan pengelolaan tanaman secara tepat dan teratur.
2.        Jamur akar putih, Jamur akar putih (JAP) disebabkan oleh Rigidiporus micropus yang menyerang akar tunggang maupun akar laterar. Penyakit ini dapat mengakibatkan kematian tanaman karet  yang berumur 2-4 tahun.  Cara pencegahannya adalah dengan membuang sisa tunggul tanaman terdahulu dengan cara pembongkaran, atau peracunan dengan arborisida berbahan aktif Triklopir. Sedangkan pengendalian jamur akar putih  dengan mengoles, menyiram atau menaburi tanaman sakit dengan fungisida yang direkomendasikan. (-fz,sst)
e.         Penyadapan / Panen
        Penyadapan pertama dilakukan setelah tanaman berumur 5-6 tahun. Tinggi bukaan sadap pertama 130 cm dan bukaan sadap kedua 280 cm diatas pertautan okulasi. Hal yang perlu diperhatikan dalam penyadapan antara lain:
Ø  Pembukaan bidang sadap dimulai dari kiri atas kekanan bawah, membentuk sudut 300.
Ø  Tebal irisan sadap dianjurkan 1,5 - 2 mm.
Ø  Dalamnya irisan sadap 1-1,5 mm.
Ø  Waktu penyadapan yang baik adalah jam 5.00 - 7.30 pagi.
            Inovasi teknologi tanaman pangan sebagai tanaman sela pada masa tanaman karet belum menghasilkan (TBM) dapat diterapkan. Pola tanam tanaman pangan disesuaikan dengan kondisi iklim atau curah hujan, yaitu padi - jagung – kedelai atau kacang tanah – kacang tunggak atau kacang uci. Tanaman pangan ditanam berjarak 1 m dari barisan karet, sedangkan tanaman karet ditanam dengan jarak 6 m x 3 m.
            Manfaat inovasi ini adalah: bagi perkebunan rakyat, penerapan pola tanaman sela ini akan meningkatkan intensitas pemeliharaan kebun, Tanaman sela ditanam pada lahan gawangan sepanjang tahun, sehingga dapat pula berfungsi sebagai tanam penutup tanah untuk mengendalikan erosi dan pertumbuhan gulma, Memberikan pendapatan petani pada masa TBM, dan Memperbaiki struktur tanah. Untuk mengoptimalkan pendapatan usaha perkebunan karet, telah ditemukan beberapa klon karet yang unggul dalam menghasilkan lateks dan kayu.


V.                PENUTUP

5.1    Kesimpulan
Ø  Rendahnya produktivitas perkebunan karet rakyat disebabkan oleh banyaknya areal yang sudah tua, rusak dan tidak produktif, sehingga diperlukan peremajaan tanaman karet.
Ø  Penggunaan klon yang unggul dan tahan terhadap serangan organisme pengganggu tanaman merupakan salah satu cara untuk mendapatkan produktivitas yang tinggi
Ø  Rendahnya harga lateks saat ini menjadi pemicu terjadi perubahan penggunaan lahan dari tanaman karet ke tanaman kelapa sawit.

5.2    Saran
Sebaiknya dalam melakukan fieldtrip harus direncanakan secara matang apa tujuan serta hasil yang ingin diperoleh dengan melakukan studi lapang tersebut, sehingga akan mendapatkan ilmu yang jauh lebih banyak dan lebih bermanfaat.





DAFTAR PUSTAKA

Andrian, Supriadi dan P. Marpaung. (2014). Pengaruh ketinggian tempat dan
           kemiringan lereng terhadap produksi karet (Hevea brasiliensis Muell.
           Arg.) di Kebun  Hapesong PTPN III Tapanuli Selatan. Jurnal Online
           Agroteknologi. 2 (3): 981 – 989.

Budiman, H. 2012. Budidaya karet unggul. Pustaka Baru Press, Yogyakarta.
Darmandono. 1996. Pengaruh komponen hujan terhadap produktivitas karet.
           Jurnal Penelitian Karet. 13(3):223238.

Direktorat Jendral Perkebunan. 2012. Peningkatan produksi produktivitas dan
           mutu tanaman tahunan. Kementrian Pertanian. Jakarta.

Handoko. 1995. Klimatologi dasar landasan pemahaman fisika atmosfer dan
           unsur-unsur iklim. IPB, Bogor.

Janudianto, Prahmono A, Napitupulu H, Rahayu S. 2013. Panduan budidaya
            karet untuk petani skala kecil. Rubber cultivation guide for small-scale        farmers Lembar Informasi AgFor 5.         Bogor, Indonesia World
           Agroforestry Centre (ICRAF) Southeast Asia Regional Program.

Marampa, Y. P dan A.F. Maskan (2014). Analisis kelayakan finansial budidaya
           tanaman karet (Hevea brasiliensis) skala rakyat di Kampung Tering
           Seberang Kecamatan Tering Kabupaten Kutai Barat. Jurnal
AGRIFOR 8
           (1):1412 – 6885

Sangadji, S. 2001. Pengaruh iklim tropis di dua ketinggian tempat yang    
           berbeda terhadap potensi hasil tanaman soba (Fagopyrum esculentum
          
Moench.). Tesis. IPB, Bogor.

Setyamidjaja, D . 1993. Seri budidaya karet. Penerbit Kanisus. Yogyakarta.