Makalah
Pengendalian Hayati dan Pengelolaan Habitat
POTENSI Corynebacterium SEBAGAI
PENGENDALI PENYAKIT
HAWAR DAUN BAKTERI (Xanthomonas campestris pv. Oryzae)
PADA TANAMAN PADI
Oleh :
HENGKI HERMAWAN
1205101050067
PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI
FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SYIAH KUALA
DARUSSALAM, BANDA ACEH
2015
I.
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Tanaman
padi (Oryza sativa L.) merupakan komoditas tanaman pangan utama di Indonesia
karena sebagian besar penduduk Indonesia makanan pokoknya adalah beras.
Permintaan akan beras terus meningkat seiring bertambahnya jumlah penduduk, dan
terjadinya perubahan pola makanan pokok pada beberapa daerah tertentu, dari
umbi-umbian ke beras. Badan Pusat Statistik (2011) melaporkan bahwa produksi
padi pada tahun 2010 sebesar 65,98 juta ton gabah kering giling (GKG), naik
1,58 juta ton (2,46 persen) dibandingkan produksi tahun 2009. Kenaikan produksi
diperkirakan terjadi karena peningkatan luas panen sebesar 234,54 ribu hektar
(1,82 persen) dan produktifitas sebesar 0,31 kwintal/hektar (0,62 persen).
Kenaikan produksi padi tahun 2010 sebesar 2.09 juta ton, sedangkan realisasi
produksi padi Januari-Agustus turun sebesar 0.51 juta ton.
Salah satu penyakit yang sering menyerang pertanaman padi adalah penyakit
Hawar Daun Bakteri (BLB) atau disebut penyakit Kresek. Penyakit ini termasuk salah satu penyakit
utama padi. Secara ekonomis penyakit ini dapat menyebabkan kehilangan hasil
yang cukup tinggi, terutama pada musim hujan, mencapai 20,6-35,6%, sedangkan
pada musim kemarau dapat mencapai 7,5-23,8% (Suparyono et al. Dalam
BBPOPT 2007).
Xanthomonas
oryzae pv. oryzae merupakan bakteri Gram negatif yang menyebabkan penyakit
hawar daun bakteri (HDB) pada padi. HDB tergolong penyakit penting di banyak
negara penghasil padi. Hal ini disebabkan karena HDB dapat mengurangi hasil
panen dengan tingkat yang bervariasi, tergantung pada stadium pertumbuhan
tanaman yang terinfeksi, tingkat kerentanan kultivar padi, dan kondisi
lingkungan (Abdullah, 2002).
Kerugian yang ditimbulkan oleh HDB di wilayah tropis lebih tinggi dibandingkan
di wilayah subtropik. Serangan HDB di Indonesia menyebabkan kerugian hasil
panen sebesar 21-36% pada musim hujan dan sebesar 18-28% pada musim kemarau.
Luas penularan penyakit HDB pada tahun 2006 mencapai lebih dari 74 ribu ha, 16
ha diantaranya menyebabkan tanaman puso. Karakter iklim tropis juga menyebabkan
banyaknya strain patogen yang ditemukan di wilayah tropis.
Di
Indonesia, munculnya HDB dilaporkan pada tahun 1950 dan hingga kini telah
ditemukan 12 strain Xoo dengan tingkat virulensi yang berbeda. Strain IV dan
VIII diketahui mendominasi serangan HDB pada tanaman padi di Indonesia.
Keragaman komposisi strain Xoo juga dipengaruhi oleh stadium tumbuh tanaman
padi. Dominasi kelompok strain yang ditemukan pada stadium anakan, berbunga,
dan pemasakan berbeda. Fenomena ketahanan tanaman dewasa, mutasi, dan karakter
heterogenisitas alamiah populasi mikroorganisme diperkirakan sebagai faktor
yang mempengaruhi komposisi strain dengan stadium tumbuh tanaman padi.
Penyebab penyakit hawar daun bakteri yang sering disebut penyakit kresek
adalah bakteri pathogen Xanthomonas campestris pv oryzae, penyakit ini
termasuk salah satu penyakit yang paling merugikan pada tanaman padi. Secara
ekonomis penyakit ni cukup penting karena kehilangan hasilnya cukup besar, hal
ini karena kondisi pertanian di daerah tropis yang panas dan lembab, sehingga
perkembanganpenyakit lebih optimal (Semangun 2000).
Pengendalian Hawar Daun Bakteri (HDB) dapat dijadikan salah satu cara untuk
meningkatkan produktivitas padi. Pada saat ini upaya pengendalian terhadap hama
dan penyakit tanaman masih mengandalkan penggunaan pestisida sebagai upaya
pengendalian utama. Kenyataannya
menunjukkan bahwa upaya pengendalian secara kimiawi bukan merupakan alternatif
yang terbaik, karena sifat racun yang terdapat dalam senyawa tersebut dapat
meracuni manusia, ternak piaraan,
serangga penyerbuk, musuh alami, tanaman, serta lingkungan sehingga
dapat menimbulkan pengaruh negative selain yang penggunaan senyawa kimia yang
berlebihan dan terus menerus membuat hama dan penyakit menjadi resisten.
Untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas pengendalian, serta untuk
membatasi pencemaran lingkungan maka kebijakan pengendalian secara konvensional
diubah menjadi kebijakan pengendalian hama berdasarkan prinsip PHT. Salah satu upaya pengendalian penyakit ini
salah satunya dengan pemanfaatan agensia hayati Corynebacterium. Bakteri Corynebacterium
sp. Yang merupakan salah satu agens hayati bersifat antagonis (agens
antagonis) yang dapat mengendalikan beberapa jenis OPT utamanya terhadap
penyakit kresek pada tanaman padi yang disebabkan oleh bakteri Xanthomonas
campestris pv oryzae.
1.2 Tujuan
Pembuatan makalah ini bertujuan untuk menambah wawasan
mahasiswa dalam mengenal potensi Corynebacterium
sebagai agen pengendali hayati penyakit
hawar daun bakteri (xanthomonas campestris pv. oryzae) pada tanaman padi (Oryza sativa L.).
II.
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Bakteri Corynebacterium Sp.
Menurut Agrios
(1997) bakteri Corynebacterium dapat diklasifikasikan
sebagai berikut :
Kingdom
: Procaryotae (Bacteria)
Divisio
: Firmicutes
Class : Thallobacteria
Family
: Streptomytaceae
Genus : Clavibacter
Species : Clavibacter (Corynebacterium sp)
Corynebacterium merupakan bakteri antagonis yang secara morfologis dapat
dikenali dari bentuk elevasi cembung, berbentuk batang dan jenis gram positif,
koloninya berwarna putih kotor dan dibawah lampu ultraviolet tidak bereaksi
(BPTPH 2011). Bentuk bakteri Corynebacterium
adalah berbentuk batang lurus sampai agak sedikit membengkok dengan ukuran 0,5
– 0,9 X 1,5 – 4 µm. Kadang – kadang mempunyai segmen berwarna dengan bentuk
yang tidak menentu tetapi ada juga yang berbentuk gada yang membengkak. Bakteri
ini umumnya tidak bergerak, tetapi beberapa spesiesnya ada yang bergerak dengan
rata – rata dua bulu cambuk polar (Agrios 1997).
Bakteri Corynebacterium termasuk bakteri gram positif
karena dengan pewarnaan diferensial dengan larutan ungu kristal, sel bakteri
berwarna ungu, tetapi ketika ditambahkan larutan safranin warna merah sel
bakteri tidak menyerap larutan safranin sehingga tetap berwarna ungu. Bakteri gram positif pada umumnya bersifat
non patogenik (Pelczar dalam Banjarnahor 2010).
Penyebab
penyakit hawar daun bakteri yang sering juga disebut dengan penyakit kresek
yang disebabkan oleh bakteri pathogen Xanthomonas campestris pv oryzae.
Penyakit ini termasuk salah satu penyakit yang paling merugikan pada tanaman
padi. Secara ekonomis penyakit ini cukup penting oleh karena kehilangan
hasilnya yang cukup besar. Kondisi pertanian di daerah tropis yang panas dan
lembab, termasuk sebagian besar system pertanian di Indonesia yang sangat
dipengaruhi oleh penyakit bacterial (Semangun, 1996).
Bakteri
ini berbentuk batang dan kapsul. Pada media buatan bakteri berukuran 1,3 – 2,2
x 0,5 – 0,8 µm. sel bakteri kadang – kadang tunggal dengan Universitas Sumatera
Utara flagella monotrichous polar dengan panjang lebih dari 8,75µm. Bakteri
bersifat aerob, gram negatif dan tidak bersepora. Pada medium agar, koloni
bakteri berwarna kuning jerami, berbentuk bulat, licin dan cembung. Suhu
optimum untuk pertumbuhan bakteri ini adalah 25 – 30 o C. suhu Pada suhu 53 o C
bakteri ini akan mati (Gnananickam et al, 1999).
Gejala
Serangan Xanthomonas campestris pv oryzae
Di
lapangan terdapat dua bentuk gejala, yaitu kresek dan hawar. Kresek terjadi
pada tanaman muda, yaitu tanaman yang berumur sekitar satu bulan. Rumpun padi
yang terkena kresek secara keseluruhan menjadi layu. Di laboratorium, gejala
ini dapat dikonfirmasi oleh adanya eksudat bakteri yang keluar dari jaringan
tanaman sakit bila diamati di bawah mikroskop. Di lapangan, dapat dilihat
dengan cara memasukan daun – daun sakit ke dalam gelas berisi air jernih,
biarkan sekitar 5 – 10 menit, maka air jernih dalam gelas akan berubah menjadi
keruh karena massa bakteri yang keluar dari dalam jaringan sakit. Gejala kresek
ini sering mirip dengan gejala karena penggerek batang, tepi daun atau bagian
daun yang luka berupa garis bercak dan bercak tersebut meluas (gambar1).
sehingga perlu pengamatan yang teliti agar diagnosisnya tidak keliru. Bila
anakan sakit mudah dicabut, kemungkinan besar karena penggerek, tetapi kalau
sulit dicabut, kemungkinan kresek (Suparyono, 2007).
Sedangkan gejala hawar
berkembang pada tanaman yang lebih tua. Dalam keadaan lembab, terutama di musim
hujan, eksudat bakteri dapat terbentuk pada gejala muda yang masih aktif.
Gulma, sisa – sisa tanaman, merupakan tempat patogen penyakit ini tinggal dan
bertahan selama bukan musim tanam. Bakteri Universitas Sumatera Utara juga
berada dan bertahan dalam air irigasi. Bakteri inilah yang menjadi sumber
inokulum untuk pertanaman padi musim berikutnya. Suhu panas (25 – 30 0 C),
kelembapan tinggi (90 %), angin kencang, pemupukan nitrogen yang berlebih, dan
hujan angin, sangat cocok untuk mendukung perkembangan penyakit ini. Penyakit
disebarkan oleh air irigasi, kontak antar daun padi, dan percikan air hujan.
Kegiatan selama pemeliharaan, seperti penyiangan, pemupukan, dan sebagainya
terutama yang dapat mengakibatkan luka pada daun, juga sangat membantu
penyebaran penyakit (Suparyono, 2007).
Daur
Penyakit
Bakteri
masuk melalui hidatoda. Kemudian bakteri berkembangbiak di dalam epitheme dan
menyerang jaringan pembuluh hingga menimbulkan penyakit. Pada tanaman muda
bakteri sering dapat masuk ke dalam daun melalui stomata dan berkembang di
dalam ruang intraselular dari parenkim tanpa menimbulkan gejala. Cara masuk
lainnya adalah melalui luka mekanis yang sering terjadi pada daun dan akar (Ou,
1985).
Ras
dari pathogen ini juga selalu berbeda pada setiap lokasi sehingga patogen ini
merupakan penyebab penyakit terpenting di wilayah pegunungan Hirosima. Terdapat
empat ratus limapuluh ras Xanthomonas oryzae pv oryzae yang sudah terisolasi
dari delapan lokasi di daerah pegunungan Hirosima selama tahun 2000 sampai
tahun 2003, kultivar – kultivar padi yang terkena infeksi menyebar (Tanaka et
al, 2004).
Bakteri
juga mengadakan infeksi melalui luka – luka pada akar sebagai akibat dari
pencabutan. Infeksi terjadi pada saat penanaman atau beberapa hari sesudahnya.
Bahkan sudah diketahui bahwa luka pada akar – akar dapat menarik bakteri.
Bakteri juga dapat mengadakan infeksi melalui pori air yang terdapat pada daun,
melalui luka – luka yang terjadi karena daun yang bergesekan, dan melalui luka
– luka karena serangga . Dalam pertanaman bakteri terutama tersebar oleh hujan
yang berangin. Di sini angin tidak hanya memencarkan bakteri tetapi juga
menyebabkan luka – luka karena gesekan daun padi (Semangun, 2000).
Faktor
– Faktor Yang Mempengaruhi Penyakit
Tanaman
yang sering menderita karena berbagai gangguan lingkungan fisik (kekurangan
air, kekurangan zat – zat hara, iklim dan lain – lain) dan gangguan biologik
yaitu serangan oleh berbagai jenis jasad renik yang bersifat parasit (jamur,
bakteri, virus, mikoplasma, dan nematoda) disebut patogen tanaman yang
menyebabkan tanaman itu menjadi sakit. Tanaman itu dikatakan sakit apabila
terjadi perusakan pada struktur tubuh tanaman atau terjadi proses perubahan
metabolisme yang cukup intensif atau lama sehingga mempengaruhi pertumbuhan
normal tanaman itu (Oka, 1993).
Tanah
yang subur dengan pengolahan yang baik dan pemberian pupuk yang cukup dan
seimbang akan menjamin pertumbuhan tanaman yang sehat. Tanaman sehat lebih
mampu menahan serangan berbagai patogen. Sebaliknya tanaman akan merana dan
tidak mampu melawan serangan patogen bila kondisi lingkungannya buruk (Oka,
1993). Sumber inokulum menyebarkan infeksi pada tanaman, jerami atau sekam padi
yang terinfeksi dapat membantu penyebaran inokulum. Selain itu gulma juga
berperan sebagai inokulum meski perannya belum diketahui secara pasti. Bentuk
biji pada padi diperkirakan dapat memberikan kesukaran dalam penyebaran infeksi
walaupun hal ini belum diteliti secara ekperimen (CABI, 2003).
III.
PEMBAHASAN
Corynebacterium sebagai
agens pengendali hayati
Pemanfaatan bakteri Corynebacterium di bidang pertanian
yaitu dengan penerapan system pengendalian hama terpadu (PHT) dengan cara
memaksimalkan penerapan berbagai metode pengendalian hama secara komprihensif
dan mengurangi penggunaan pestisida. Salah satu komponen PHT tersebut adalah
pengendalian hayati dengan memanfaatkan bakteri antagonis sebagai pengganti
pestisida, hal ini terbukti efektif pada beberapa jenis bakteri potensial yang
digunakan sebagai agensia hayati. Bakteri – bakteri antagonis ini dapat
menghasilkan antibiotik dan siderofor juga bisa berperan sebagai kompetitor
terhadap unsur hara bagi patogen tanaman, pemanfaatan bakteri – bakteri
antagonis ini dimasa depan akan menjadi salah satu pilihan bijak dalam usaha
meningkatkan produksi pertanian sekaligus menjaga kelestarian hayati untuk
menunjang budidaya pertanian berkelanjutan (Hasanuddin dalam Manik 2011).
Bakteri antagonis adalah jasad renik (mikroorganisme) yang mengintervensi
kegiatan patogen penyebab penyakit pada tumbuhan. Pada dasarnya terdapat 3 mekanisme antagonis
dari bakteri yaitu :
1.
Hiperparasitisme
: terjadi apabila organisme antagonis
memparasit organisme \parasit (patogen tumbuhan).
2.
Kompetisi
ruang dan hara : terjadi persaingan dalam mendapatkan ruang hidup dan hara,
seperti karbohidrat, Nitrogen, ZPT dan vitamin.
3.
Antibiosis
: terjadi penghambatan atau penghancuran suatu organisme oleh
senyawa metabolik yang diproduksi oleh organisme lain
senyawa metabolik yang diproduksi oleh organisme lain
Pengendalian penyakit HDB yang diterapkan oleh BBPOPT Jatisari adalah dengan
pemanfaatan bakteri antagonis. Bakteri antagonis tersebut adalah Corynebacterium.
Efektifitas Corynebacterium sebagai bakteri antagonis terhadap penyakit
HDB nampaknya cukup baik dan corynebacterium menunjukkan penghambatan pada
pemunculan gejala awal, penyebaran maupun intensitas
serangan
(BBPOPT 2007).
Bakteri antagonis Corynebacterium yang di eksplorasi
dari tanaman padi awalnya diduga mempunyai pengaruh buruk, bahkan berperan
sebagai bakteri (Tomat, Cabe Rawit, Sawi, Terong dan Mentimun), akan tetapi
setelah diuji dengan inokulasi buatan suntik, siram dan semprot ternyata tidak menyebabkan
timbulnya penyakit pada tanaman. Hal
ini membuktikan bahwa jenis bakteri ini aman diaplikasikan terhadap penyakit
sasaran (Wibowo dalam Banjarnahor 2011).
Pemanfaatan
Corynebacterium dalam mengendalikan Hawar Daun Bakteri
Corynebacterium sp. merupakan bakteri
antagonis yang ditemukan pada daun padi di daerah Jatisari Karawang, bakteri
ini berhasil diisolasi dan terbukti efektif dalam mengendalikan penyakit yang
disebabkan oleh cendawan dan bakteri, pada beberapa tanaman pangan serta
hortikultura seperti penyakit kresek pada padi serta penyakit layu dan bercak
daun pada tanaman cabai serta kubis-kubisan. Biopestisida yang berbahan dasar Corynebacterium
sp. dibuat formulasinya oleh Balai Besar Peramalan Organisme Penggangu Tumbuhan
(BBPOPT) dan kelompok tani Patih di Subang dalam bentuk cair dan diberi nama
dagang AntiKres (BBPOPT 2007).
Beberapa hasil kajian dan pengalaman para petani di
lapangan tentang penggunaan bakteri corynebacterium sebagai agens hayati
dalam mengendalikan penyakit hawar daun bakteri (HDB) telah banyak dikemukakan.
Penelitian di rumah kaca (MK, 1998) diketahui bahwa patogen pada
beberapa jenis sayuran Cornebacterium dapat menekan gejala Bacterial Red
Stripe (BPS/Pseudomonas sp.) sebesar 52% dan terhadap HDB (BLB / Xanthomonas
campestris pv oryzae sebesar 28%.
Corynebacterium efektif menekan laju infeksi HDB di lapang (Purwakarta MK
1999) sebesar 27%, dan secondary infection (penularan antar rumpun)dapat
ditekan sebesar 84%. Penelitian lapang
di Cianjur pada MK 2011, diketahui bahwa aplikasi sebanyak 4 (empat) kali,
yaitu perendaman benih, penyemprotan umur 28 hst, 42 Ndan 56 hst dinilai
merupakan waktu yang tepat untuk tujuan pengendalian penyakit HDB. Dari 4 kali aplikasi Corynebacterium didapatkan
hasil penyebaran penyakit paling rendah berkisar 0-10% dibanding tanpa perlakuan
Corynebacterium, dimana penyebaran penyakit dapai mencapai 100%.
Penelitian selanjutnya, 4 kali penyemprotan Corynebacterium yaitu di
pesemaian, umur 14, 28 dan 42 hst menghasilkan penekanan terhadap hawar daun
bakteri (HDB) yang serupa. Penelitian
lainnya tentang pemanfaatan Corynebacterium, penyemprotan Corynebacterium
di lokasi Bojong Picung, Cianjur (MH 2001/2002) menunjukkan penekanan
kehilangan hasil yang signifikan.
Hasil penelitian
tentang efektivitas Corynebacterium dalam mengendalikan penyakit hawar
daun bakteri yang dilakukan oleh Manik, (2011), menunjukkan bahwa intensitas
serangan Xanthomonas campestris py oryzae tertinggi pada perlakuan B0P0
(kontrol) dengan intensitas serangan sebesar 6,36%, sedang intensitas serangan terendah
yaitu pada perlakuan B2P2 (107 sel bakteri Corynebacterium/ml dengan 60
kg/ha pupuk (100 kg KCl) yaitu sebesar 0,39%.
Produksi Padi tertinggi terdapat pada perlakuan B3P3 (108 sel bakteri /
ml dengan 90 kg/ha pupuk (150 kg KCl) yaitu sebesar 11,09 ton/ha dan produksi
terendah terdapat pada perlakuan B0P0 (kontrol ) sebesar 6,85 ton/ha.
Hasil Penelitian lanjutan yang diamati pada perlakuan
konsentrasi Corynebacterium terhadap intensitas serangan Xanthomonas
campestris pv oryzae ternyata, intesitas serangan paling rendah
terlihat pada perlakuan Corynebacterium dengan konsentrasi 7,5 cc/liter
air dengan intensitas serangan yaitu 37,23% dengan produksi hasil mencapai 8,92
ton/ha, sedangkan pada perlakuan kontrol (tidak menggunakan Corynebacterium)
intensitas serangan mencapai 47,86% (Banjarnahor 2010).
Selain Corybacterium dapat mengendalikan penyakit
hawar daun bakteri (HDB) banyak penelitian lainnya yang menunjukkan Corynebacterium
sebagai agens hayati pengendali patogen. Penelitian yang dilakukan (Dahyar dan Ayu
2010), dalam penelitian ini menunjukkan bahwa dengan perendaman benih bakteri
antagonis Corynebacterium 5 cc/l sebelum tanam dan penyemprotan pada 14 hst, 28 hst dan 42 hst
mampu menekan perkembangan penyakit blas, hal ini ditunjukkan
dengan intensitas serangan yang rendah sehingga dengan
demikian produksi
yang diperoleh masih cukup baik (6,15 ton/ha) dibanding perlakuan kontrol yang
hanya menghasilkan produksi sebanyak 5,50 ton/ha.
Penggunaan bakteri Corynebacterium sebagai
agens pengedali hayati juga dilakukan pada tanaman Krisan untuk
mengendalikan penyakit Karat, dari hasil penelitian yang dilakukan
(Hanudin et al. 2010) diketahui bahwa dengan penambahan bakteri Corynebacterium
pada konsentrasi
0,3% dapat menekan intensitas serangan Puccinia horiana sebanyak
38,49%, juga dapat mempertahakan hasil panen bunga Krisan layak
jual sebanyak 14,58%.
Dari hasil
penelitian yang telah dilakukan dapat dipastikan bahwa bakteri Corynebacterium memiliki peluang untuk dikembangan sebagai agens
pengendali hayati untuk pengendalian penyakit Hawar Daun
Bakteri (Kresek). Seiring dengan
meningkatnya kesadaran untuk menjaga lingkungan sehat, mendorong
aplikasi teknologi yang ramah lingkungan bahkan mengarah pada sistem
usaha tani organik. Corynebacterium sangat cocok untuk mencegah penyakit layu yang disebabkan
oleh bakteri pada daun/ tanaman hortikutura, palawija maupun tanaman Padi
Sawah (Anonim 2009).
IV.
KESIMPULAN
1.
Bakteri
antagonis Corynebacterium sp. mempunyai potensi untuk dapat dimanfaatkan sebagai pengendali penyakit
Hawar Daun Bakteri pada tanaman padi
sehingga penggunaan pestisida kimia dapat dikurangi dan memberikan
keseimbangan lingkungan yang lebih baik.
2.
Penggunaan bakteri Corynebacterium sp.dalam
jangka panjang akan sangat menguntungkan para petani, hal tersebut
dikarenakan potensi untuk memperbanyak diri dilapangan dan akan terus tetap
lestari.
3.
Berdasarkan beberapa penelitian yang telah dilakukan,
potensi penurunan produksi padi dapat ditekan hingga mencapai 22%.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim, 2009.
Bakteri Antagonis Corynebacterium. www.thltbpp.blogspot.com.
diakses
19 Mei 2015.
Agrios, G.N., 1997.
Plant Pathology Fift Edition.
Departemen of Plant
Pathology. University of Florida.
Pathology. University of Florida.
Banjarnahor, M.R., 2010.
Pengendalian Hayati.
www.raflesmartohap.blogspot.com. Diakses 19 Mei 2015.
www.raflesmartohap.blogspot.com. Diakses 19 Mei 2015.
BPP Paiton, 2011. Pengendalian Penyakit Hawar Daun.
www.bpppaiton.blogspot.com. Diakses 19 Mei 2015.
www.bpppaiton.blogspot.com. Diakses 19 Mei 2015.
Badan Pusat Statistik, 2009. Sulawesi Utara Dalam Angka 2009. Badan Pusat
Statistik, Manado.
Statistik, Manado.
Balai Pengendalian Tanaman Pangan dan Hortikultura Jawa
Tengah, 2011.
Corynebacterium. www.laboratoriumphpbanyumas.com. Akses 19 Mei
2015.
Corynebacterium. www.laboratoriumphpbanyumas.com. Akses 19 Mei
2015.
Dahyar, A.R., dan Ayu, K.P., 2010. Efektivitas Bakteri Antagonis
Corynebacterium sp terhadap Penyakit Blas (Pyricularia grisea Sacc) Pada
Tanaman Padi. www.pepfi-komdasulsel.org. Akses 27 Juni 2011.
Corynebacterium sp terhadap Penyakit Blas (Pyricularia grisea Sacc) Pada
Tanaman Padi. www.pepfi-komdasulsel.org. Akses 27 Juni 2011.
Saranga,A.P., Fatahuddin, Roswita,J., 2010. Kajian Tentang Pengetahuan dan
Tindakan Petani Dalam Pengelolaan Hama Tikus Pada Pertanaman Padi di
Kabupaten Pinrang, Sulawesi Selatan. Jurnal Fitomedika 7 (1) : Hal 37-45.
Tindakan Petani Dalam Pengelolaan Hama Tikus Pada Pertanaman Padi di
Kabupaten Pinrang, Sulawesi Selatan. Jurnal Fitomedika 7 (1) : Hal 37-45.
0 comments:
Post a Comment