Sunday, December 6, 2015

pengendalian hayati

Makalah Pengendalian Hayati dan Pengelolaan Habitat


POTENSI Corynebacterium SEBAGAI PENGENDALI PENYAKIT
HAWAR DAUN BAKTERI (Xanthomonas campestris pv. Oryzae)
PADA TANAMAN PADI 



Oleh :


HENGKI HERMAWAN
1205101050067



PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI
FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SYIAH KUALA
DARUSSALAM, BANDA ACEH
2015



I.                   PENDAHULUAN

1.1    Latar Belakang
Tanaman padi (Oryza sativa L.) merupakan komoditas tanaman pangan utama di Indonesia karena sebagian besar penduduk Indonesia makanan pokoknya adalah beras. Permintaan akan beras terus meningkat seiring bertambahnya jumlah penduduk, dan terjadinya perubahan pola makanan pokok pada beberapa daerah tertentu, dari umbi-umbian ke beras. Badan Pusat Statistik (2011) melaporkan bahwa produksi padi pada tahun 2010 sebesar 65,98 juta ton gabah kering giling (GKG), naik 1,58 juta ton (2,46 persen) dibandingkan produksi tahun 2009. Kenaikan produksi diperkirakan terjadi karena peningkatan luas panen sebesar 234,54 ribu hektar (1,82 persen) dan produktifitas sebesar 0,31 kwintal/hektar (0,62 persen). Kenaikan produksi padi tahun 2010 sebesar 2.09 juta ton, sedangkan realisasi produksi padi Januari-Agustus turun sebesar 0.51 juta ton.
Salah satu penyakit yang sering menyerang pertanaman padi adalah penyakit Hawar Daun Bakteri (BLB) atau disebut penyakit Kresek.  Penyakit ini termasuk salah satu penyakit utama padi. Secara ekonomis penyakit ini dapat menyebabkan kehilangan hasil yang cukup tinggi, terutama pada musim hujan, mencapai 20,6-35,6%, sedangkan pada musim kemarau dapat mencapai 7,5-23,8% (Suparyono et al. Dalam BBPOPT 2007).
Xanthomonas oryzae pv. oryzae merupakan bakteri Gram negatif yang menyebabkan penyakit hawar daun bakteri (HDB) pada padi. HDB tergolong penyakit penting di banyak negara penghasil padi. Hal ini disebabkan karena HDB dapat mengurangi hasil panen dengan tingkat yang bervariasi, tergantung pada stadium pertumbuhan tanaman yang terinfeksi, tingkat kerentanan kultivar padi, dan kondisi lingkungan (Abdullah, 2002). Kerugian yang ditimbulkan oleh HDB di wilayah tropis lebih tinggi dibandingkan di wilayah subtropik. Serangan HDB di Indonesia menyebabkan kerugian hasil panen sebesar 21-36% pada musim hujan dan sebesar 18-28% pada musim kemarau. Luas penularan penyakit HDB pada tahun 2006 mencapai lebih dari 74 ribu ha, 16 ha diantaranya menyebabkan tanaman puso. Karakter iklim tropis juga menyebabkan banyaknya strain patogen yang ditemukan di wilayah tropis.
Di Indonesia, munculnya HDB dilaporkan pada tahun 1950 dan hingga kini telah ditemukan 12 strain Xoo dengan tingkat virulensi yang berbeda. Strain IV dan VIII diketahui mendominasi serangan HDB pada tanaman padi di Indonesia. Keragaman komposisi strain Xoo juga dipengaruhi oleh stadium tumbuh tanaman padi. Dominasi kelompok strain yang ditemukan pada stadium anakan, berbunga, dan pemasakan berbeda. Fenomena ketahanan tanaman dewasa, mutasi, dan karakter heterogenisitas alamiah populasi mikroorganisme diperkirakan sebagai faktor yang mempengaruhi komposisi strain dengan stadium tumbuh tanaman padi.
Penyebab penyakit hawar daun bakteri yang sering disebut penyakit kresek adalah bakteri pathogen Xanthomonas campestris pv oryzae, penyakit ini termasuk salah satu penyakit yang paling merugikan pada tanaman padi. Secara ekonomis penyakit ni cukup penting karena kehilangan hasilnya cukup besar, hal ini karena kondisi pertanian di daerah tropis yang panas dan lembab, sehingga perkembanganpenyakit lebih optimal (Semangun 2000).
Pengendalian Hawar Daun Bakteri (HDB) dapat dijadikan salah satu cara untuk meningkatkan produktivitas padi. Pada saat ini upaya pengendalian terhadap hama dan penyakit tanaman masih mengandalkan penggunaan pestisida sebagai upaya pengendalian utama.  Kenyataannya menunjukkan bahwa upaya pengendalian secara kimiawi bukan merupakan alternatif yang terbaik, karena sifat racun yang terdapat dalam senyawa tersebut dapat meracuni manusia, ternak piaraan,  serangga penyerbuk, musuh alami, tanaman, serta lingkungan sehingga dapat menimbulkan pengaruh negative selain yang penggunaan senyawa kimia yang berlebihan dan terus menerus membuat hama dan penyakit menjadi resisten.
Untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas pengendalian, serta untuk membatasi pencemaran lingkungan maka kebijakan pengendalian secara konvensional diubah menjadi kebijakan pengendalian hama berdasarkan prinsip PHT.  Salah satu upaya pengendalian penyakit ini salah satunya dengan pemanfaatan agensia hayati Corynebacterium.  Bakteri Corynebacterium sp. Yang merupakan salah satu agens hayati bersifat antagonis (agens antagonis) yang dapat mengendalikan beberapa jenis OPT utamanya terhadap penyakit kresek pada tanaman padi yang disebabkan oleh bakteri Xanthomonas campestris pv oryzae
1.2    Tujuan
Pembuatan makalah ini bertujuan untuk menambah wawasan mahasiswa dalam mengenal potensi Corynebacterium sebagai agen pengendali hayati penyakit hawar daun bakteri (xanthomonas campestris pv. oryzae)  pada tanaman padi (Oryza sativa L.).


II.                TINJAUAN PUSTAKA


2.1    Bakteri Corynebacterium Sp.
Menurut Agrios (1997) bakteri Corynebacterium dapat diklasifikasikan
sebagai berikut :
Kingdom         : Procaryotae (Bacteria)
Divisio             : Firmicutes
Class                 : Thallobacteria
Family             : Streptomytaceae
Genus               : Clavibacter
Species             : Clavibacter (Corynebacterium sp)
Corynebacterium merupakan bakteri antagonis yang secara morfologis dapat dikenali dari bentuk elevasi cembung, berbentuk batang dan jenis gram positif, koloninya berwarna putih kotor dan dibawah lampu ultraviolet tidak bereaksi (BPTPH 2011).  Bentuk bakteri Corynebacterium adalah berbentuk batang lurus sampai agak sedikit membengkok dengan ukuran 0,5 – 0,9 X 1,5 – 4 µm. Kadang – kadang mempunyai segmen berwarna dengan bentuk yang tidak menentu tetapi ada juga yang berbentuk gada yang membengkak. Bakteri ini umumnya tidak bergerak, tetapi beberapa spesiesnya ada yang bergerak dengan rata – rata dua bulu cambuk polar (Agrios 1997).
Bakteri Corynebacterium termasuk bakteri gram positif karena dengan pewarnaan diferensial dengan larutan ungu kristal, sel bakteri berwarna ungu, tetapi ketika ditambahkan larutan safranin warna merah sel bakteri tidak menyerap larutan safranin sehingga tetap berwarna ungu.  Bakteri gram positif pada umumnya bersifat non patogenik (Pelczar dalam Banjarnahor 2010).
Penyebab penyakit hawar daun bakteri yang sering juga disebut dengan penyakit kresek yang disebabkan oleh bakteri pathogen Xanthomonas campestris pv oryzae. Penyakit ini termasuk salah satu penyakit yang paling merugikan pada tanaman padi. Secara ekonomis penyakit ini cukup penting oleh karena kehilangan hasilnya yang cukup besar. Kondisi pertanian di daerah tropis yang panas dan lembab, termasuk sebagian besar system pertanian di Indonesia yang sangat dipengaruhi oleh penyakit bacterial (Semangun, 1996).
Bakteri ini berbentuk batang dan kapsul. Pada media buatan bakteri berukuran 1,3 – 2,2 x 0,5 – 0,8 µm. sel bakteri kadang – kadang tunggal dengan Universitas Sumatera Utara flagella monotrichous polar dengan panjang lebih dari 8,75µm. Bakteri bersifat aerob, gram negatif dan tidak bersepora. Pada medium agar, koloni bakteri berwarna kuning jerami, berbentuk bulat, licin dan cembung. Suhu optimum untuk pertumbuhan bakteri ini adalah 25 – 30 o C. suhu Pada suhu 53 o C bakteri ini akan mati (Gnananickam et al, 1999).
Gejala Serangan Xanthomonas campestris pv oryzae
Di lapangan terdapat dua bentuk gejala, yaitu kresek dan hawar. Kresek terjadi pada tanaman muda, yaitu tanaman yang berumur sekitar satu bulan. Rumpun padi yang terkena kresek secara keseluruhan menjadi layu. Di laboratorium, gejala ini dapat dikonfirmasi oleh adanya eksudat bakteri yang keluar dari jaringan tanaman sakit bila diamati di bawah mikroskop. Di lapangan, dapat dilihat dengan cara memasukan daun – daun sakit ke dalam gelas berisi air jernih, biarkan sekitar 5 – 10 menit, maka air jernih dalam gelas akan berubah menjadi keruh karena massa bakteri yang keluar dari dalam jaringan sakit. Gejala kresek ini sering mirip dengan gejala karena penggerek batang, tepi daun atau bagian daun yang luka berupa garis bercak dan bercak tersebut meluas (gambar1). sehingga perlu pengamatan yang teliti agar diagnosisnya tidak keliru. Bila anakan sakit mudah dicabut, kemungkinan besar karena penggerek, tetapi kalau sulit dicabut, kemungkinan kresek (Suparyono, 2007).
Sedangkan gejala hawar berkembang pada tanaman yang lebih tua. Dalam keadaan lembab, terutama di musim hujan, eksudat bakteri dapat terbentuk pada gejala muda yang masih aktif. Gulma, sisa – sisa tanaman, merupakan tempat patogen penyakit ini tinggal dan bertahan selama bukan musim tanam. Bakteri Universitas Sumatera Utara juga berada dan bertahan dalam air irigasi. Bakteri inilah yang menjadi sumber inokulum untuk pertanaman padi musim berikutnya. Suhu panas (25 – 30 0 C), kelembapan tinggi (90 %), angin kencang, pemupukan nitrogen yang berlebih, dan hujan angin, sangat cocok untuk mendukung perkembangan penyakit ini. Penyakit disebarkan oleh air irigasi, kontak antar daun padi, dan percikan air hujan. Kegiatan selama pemeliharaan, seperti penyiangan, pemupukan, dan sebagainya terutama yang dapat mengakibatkan luka pada daun, juga sangat membantu penyebaran penyakit (Suparyono, 2007).  
Daur Penyakit
Bakteri masuk melalui hidatoda. Kemudian bakteri berkembangbiak di dalam epitheme dan menyerang jaringan pembuluh hingga menimbulkan penyakit. Pada tanaman muda bakteri sering dapat masuk ke dalam daun melalui stomata dan berkembang di dalam ruang intraselular dari parenkim tanpa menimbulkan gejala. Cara masuk lainnya adalah melalui luka mekanis yang sering terjadi pada daun dan akar (Ou, 1985).
Ras dari pathogen ini juga selalu berbeda pada setiap lokasi sehingga patogen ini merupakan penyebab penyakit terpenting di wilayah pegunungan Hirosima. Terdapat empat ratus limapuluh ras Xanthomonas oryzae pv oryzae yang sudah terisolasi dari delapan lokasi di daerah pegunungan Hirosima selama tahun 2000 sampai tahun 2003, kultivar – kultivar padi yang terkena infeksi menyebar (Tanaka et al, 2004).
Bakteri juga mengadakan infeksi melalui luka – luka pada akar sebagai akibat dari pencabutan. Infeksi terjadi pada saat penanaman atau beberapa hari sesudahnya. Bahkan sudah diketahui bahwa luka pada akar – akar dapat menarik bakteri. Bakteri juga dapat mengadakan infeksi melalui pori air yang terdapat pada daun, melalui luka – luka yang terjadi karena daun yang bergesekan, dan melalui luka – luka karena serangga . Dalam pertanaman bakteri terutama tersebar oleh hujan yang berangin. Di sini angin tidak hanya memencarkan bakteri tetapi juga menyebabkan luka – luka karena gesekan daun padi (Semangun, 2000).
Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Penyakit
Tanaman yang sering menderita karena berbagai gangguan lingkungan fisik (kekurangan air, kekurangan zat – zat hara, iklim dan lain – lain) dan gangguan biologik yaitu serangan oleh berbagai jenis jasad renik yang bersifat parasit (jamur, bakteri, virus, mikoplasma, dan nematoda) disebut patogen tanaman yang menyebabkan tanaman itu menjadi sakit. Tanaman itu dikatakan sakit apabila terjadi perusakan pada struktur tubuh tanaman atau terjadi proses perubahan metabolisme yang cukup intensif atau lama sehingga mempengaruhi pertumbuhan normal tanaman itu (Oka, 1993).
Tanah yang subur dengan pengolahan yang baik dan pemberian pupuk yang cukup dan seimbang akan menjamin pertumbuhan tanaman yang sehat. Tanaman sehat lebih mampu menahan serangan berbagai patogen. Sebaliknya tanaman akan merana dan tidak mampu melawan serangan patogen bila kondisi lingkungannya buruk (Oka, 1993). Sumber inokulum menyebarkan infeksi pada tanaman, jerami atau sekam padi yang terinfeksi dapat membantu penyebaran inokulum. Selain itu gulma juga berperan sebagai inokulum meski perannya belum diketahui secara pasti. Bentuk biji pada padi diperkirakan dapat memberikan kesukaran dalam penyebaran infeksi walaupun hal ini belum diteliti secara ekperimen (CABI, 2003).


III.             PEMBAHASAN

Corynebacterium sebagai  agens pengendali hayati
Pemanfaatan bakteri Corynebacterium di bidang pertanian yaitu dengan penerapan system pengendalian hama terpadu (PHT) dengan cara memaksimalkan penerapan berbagai metode pengendalian hama secara komprihensif dan mengurangi penggunaan pestisida. Salah satu komponen PHT tersebut adalah pengendalian hayati dengan memanfaatkan bakteri antagonis sebagai pengganti pestisida, hal ini terbukti efektif pada beberapa jenis bakteri potensial yang digunakan sebagai agensia hayati. Bakteri – bakteri antagonis ini dapat menghasilkan antibiotik dan siderofor juga bisa berperan sebagai kompetitor terhadap unsur hara bagi patogen tanaman, pemanfaatan bakteri – bakteri antagonis ini dimasa depan akan menjadi salah satu pilihan bijak dalam usaha meningkatkan produksi pertanian sekaligus menjaga kelestarian hayati untuk menunjang budidaya pertanian berkelanjutan (Hasanuddin dalam Manik 2011).
Bakteri antagonis adalah jasad renik (mikroorganisme) yang mengintervensi kegiatan patogen penyebab penyakit pada tumbuhan.  Pada dasarnya terdapat 3 mekanisme antagonis dari bakteri yaitu :
1.        Hiperparasitisme : terjadi apabila  organisme antagonis memparasit organisme \parasit (patogen tumbuhan).
2.        Kompetisi ruang dan hara : terjadi persaingan dalam mendapatkan ruang hidup dan hara, seperti karbohidrat, Nitrogen, ZPT dan vitamin.
3.        Antibiosis : terjadi penghambatan atau penghancuran suatu organisme oleh
senyawa metabolik yang diproduksi oleh organisme lain
Pengendalian penyakit HDB yang  diterapkan oleh BBPOPT Jatisari adalah dengan pemanfaatan bakteri antagonis. Bakteri antagonis tersebut adalah Corynebacterium. Efektifitas Corynebacterium sebagai bakteri antagonis terhadap penyakit HDB nampaknya cukup baik dan corynebacterium menunjukkan penghambatan pada pemunculan gejala awal, penyebaran maupun intensitas
serangan (BBPOPT 2007).
Bakteri antagonis Corynebacterium yang di eksplorasi dari tanaman padi awalnya diduga mempunyai pengaruh buruk, bahkan berperan sebagai bakteri (Tomat, Cabe Rawit, Sawi, Terong dan Mentimun), akan tetapi setelah diuji dengan inokulasi buatan suntik, siram dan semprot ternyata tidak menyebabkan timbulnya penyakit pada tanaman.   Hal ini membuktikan bahwa jenis bakteri ini aman diaplikasikan terhadap penyakit sasaran (Wibowo dalam Banjarnahor 2011).
Pemanfaatan Corynebacterium dalam mengendalikan Hawar Daun Bakteri
Corynebacterium sp.  merupakan bakteri antagonis yang ditemukan pada daun padi di daerah Jatisari Karawang, bakteri ini berhasil diisolasi dan terbukti efektif dalam mengendalikan penyakit yang disebabkan oleh cendawan dan bakteri, pada beberapa tanaman pangan serta hortikultura seperti penyakit kresek pada padi serta penyakit layu dan bercak daun pada tanaman cabai serta kubis-kubisan. Biopestisida yang berbahan dasar Corynebacterium sp. dibuat formulasinya oleh Balai Besar Peramalan Organisme Penggangu Tumbuhan (BBPOPT) dan kelompok tani Patih di Subang dalam bentuk cair dan diberi nama dagang AntiKres (BBPOPT 2007).
Beberapa hasil kajian dan pengalaman para petani di lapangan tentang penggunaan bakteri corynebacterium sebagai agens hayati dalam mengendalikan penyakit hawar daun bakteri (HDB) telah banyak  dikemukakan.   Penelitian di rumah kaca (MK, 1998) diketahui bahwa patogen pada beberapa jenis sayuran Cornebacterium dapat menekan gejala Bacterial Red Stripe (BPS/Pseudomonas sp.) sebesar 52% dan terhadap HDB (BLB / Xanthomonas campestris pv oryzae sebesar 28%.
Corynebacterium efektif menekan laju infeksi HDB di lapang (Purwakarta MK 1999) sebesar 27%, dan secondary infection (penularan antar rumpun)dapat ditekan sebesar 84%.  Penelitian lapang di Cianjur pada MK 2011, diketahui bahwa aplikasi sebanyak 4 (empat) kali, yaitu perendaman benih, penyemprotan umur 28 hst, 42 Ndan 56 hst dinilai merupakan waktu yang tepat untuk tujuan pengendalian penyakit HDB.  Dari 4 kali aplikasi Corynebacterium didapatkan hasil penyebaran penyakit paling rendah berkisar 0-10% dibanding tanpa perlakuan Corynebacterium, dimana penyebaran penyakit dapai mencapai 100%. Penelitian selanjutnya, 4 kali penyemprotan Corynebacterium yaitu di pesemaian, umur 14, 28 dan 42 hst menghasilkan penekanan terhadap hawar daun bakteri (HDB) yang serupa.  Penelitian lainnya tentang pemanfaatan Corynebacterium, penyemprotan Corynebacterium di lokasi Bojong Picung, Cianjur (MH 2001/2002) menunjukkan penekanan kehilangan hasil yang signifikan.
Hasil  penelitian tentang efektivitas Corynebacterium dalam mengendalikan penyakit hawar daun bakteri yang dilakukan oleh Manik, (2011), menunjukkan bahwa intensitas serangan Xanthomonas campestris py oryzae tertinggi pada perlakuan B0P0 (kontrol) dengan intensitas serangan sebesar 6,36%, sedang intensitas serangan terendah yaitu pada perlakuan B2P2 (107 sel bakteri Corynebacterium/ml dengan 60 kg/ha pupuk (100 kg KCl) yaitu sebesar 0,39%.  Produksi Padi tertinggi terdapat pada perlakuan B3P3 (108 sel bakteri / ml dengan 90 kg/ha pupuk (150 kg KCl) yaitu sebesar 11,09 ton/ha dan produksi terendah terdapat pada perlakuan B0P0 (kontrol ) sebesar 6,85 ton/ha.
Hasil Penelitian lanjutan yang diamati pada perlakuan konsentrasi Corynebacterium terhadap intensitas serangan Xanthomonas campestris pv oryzae ternyata, intesitas serangan paling rendah terlihat pada perlakuan Corynebacterium dengan konsentrasi 7,5 cc/liter air dengan intensitas serangan yaitu 37,23% dengan produksi hasil mencapai 8,92 ton/ha, sedangkan pada perlakuan kontrol (tidak menggunakan Corynebacterium) intensitas serangan mencapai 47,86% (Banjarnahor 2010).
Selain Corybacterium dapat mengendalikan penyakit hawar daun bakteri (HDB) banyak penelitian lainnya yang menunjukkan Corynebacterium sebagai agens hayati pengendali patogen. Penelitian yang dilakukan (Dahyar dan Ayu 2010), dalam penelitian ini menunjukkan bahwa dengan perendaman benih bakteri antagonis Corynebacterium 5 cc/l sebelum tanam  dan penyemprotan pada 14 hst, 28 hst dan 42 hst mampu menekan perkembangan penyakit blas, hal ini ditunjukkan dengan intensitas serangan yang rendah sehingga dengan demikian produksi yang diperoleh masih cukup baik (6,15 ton/ha)  dibanding perlakuan kontrol yang hanya menghasilkan produksi sebanyak 5,50 ton/ha.
Penggunaan bakteri Corynebacterium sebagai agens pengedali hayati juga dilakukan pada tanaman Krisan untuk mengendalikan penyakit Karat, dari hasil penelitian yang dilakukan (Hanudin et al. 2010) diketahui bahwa dengan penambahan bakteri Corynebacterium pada konsentrasi 0,3% dapat menekan intensitas serangan Puccinia horiana sebanyak 38,49%, juga dapat mempertahakan hasil panen bunga Krisan layak jual sebanyak 14,58%. 
Dari hasil penelitian yang telah dilakukan dapat dipastikan bahwa bakteri Corynebacterium memiliki peluang untuk dikembangan sebagai agens pengendali hayati untuk pengendalian penyakit Hawar Daun Bakteri (Kresek).  Seiring dengan meningkatnya kesadaran untuk menjaga lingkungan sehat, mendorong aplikasi teknologi yang ramah lingkungan bahkan mengarah pada sistem usaha tani organik.  Corynebacterium sangat cocok untuk mencegah penyakit layu yang disebabkan oleh bakteri pada daun/ tanaman hortikutura, palawija maupun tanaman Padi Sawah (Anonim 2009).


IV.             KESIMPULAN

1.        Bakteri antagonis Corynebacterium sp. mempunyai potensi untuk dapat  dimanfaatkan sebagai pengendali penyakit Hawar Daun Bakteri pada tanaman padi  sehingga penggunaan pestisida kimia dapat dikurangi dan memberikan keseimbangan  lingkungan yang lebih baik.
2.        Penggunaan bakteri Corynebacterium sp.dalam jangka panjang akan sangat menguntungkan para petani, hal tersebut dikarenakan potensi untuk memperbanyak diri dilapangan dan akan terus tetap lestari.
3.        Berdasarkan beberapa penelitian yang telah dilakukan, potensi penurunan produksi padi dapat ditekan hingga mencapai 22%.




DAFTAR PUSTAKA

Anonim, 2009.  Bakteri Antagonis Corynebacterium. www.thltbpp.blogspot.com.
            diakses 19 Mei 2015.

Agrios, G.N., 1997.  Plant Pathology Fift Edition.  Departemen of Plant
            Pathology. University of Florida.

Banjarnahor, M.R., 2010.  Pengendalian Hayati. 
            www.raflesmartohap.blogspot.com. Diakses 19 Mei 2015.

BPP Paiton, 2011.  Pengendalian Penyakit Hawar Daun.
           
www.bpppaiton.blogspot.com. Diakses 19 Mei 2015.

Badan Pusat Statistik, 2009.  Sulawesi Utara Dalam Angka 2009.  Badan Pusat
           Statistik, Manado.

Balai Pengendalian Tanaman Pangan dan Hortikultura Jawa Tengah, 2011.
            Corynebacterium. www.laboratoriumphpbanyumas.com. Akses 19 Mei 
            2015.

Dahyar, A.R., dan Ayu, K.P., 2010.  Efektivitas Bakteri Antagonis
            Corynebacterium sp terhadap Penyakit Blas (Pyricularia grisea Sacc) Pada
           Tanaman Padi.  www.pepfi-komdasulsel.org. Akses 27 Juni 2011.


Saranga,A.P., Fatahuddin, Roswita,J., 2010.  Kajian Tentang Pengetahuan dan
           Tindakan Petani Dalam Pengelolaan Hama Tikus Pada Pertanaman Padi di
           Kabupaten Pinrang, Sulawesi Selatan.  Jurnal Fitomedika 7 (1) : Hal 37-45.

0 comments: