Sunday, December 6, 2015

Produk Hortikultura

Makalah Teknologi Hortikultura



TEKNOLOGI PRODUKSI BUAH BUAHAN




OLEH :

KELOMPOK I


ASRATAN ASBA
FAJRIAL LISHA
HENGKI HERMAWAN
IRSAD ADANAN HARAHAP




PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI
FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SYIAH KUALA
DARUSSALAM, BANDA ACEH
2015


BAB I
PENDAHULUAN

A.      Latar Belakang
Buah-buahan merupakan bahan pangan yang termasuk penting dan semestinya ada dalam daftar menu makanan kita sehari-hari. Karena di dalam
buah-buahan tersebut terkandung sumber nutrisi yang sangat diperlukan oleh
tubuh contohnya vitamin, mineral dan serat. Banyak masalah kesehatan yang
mungkin timbul akibat kurang mengkonsumsi buah-buahan. Seperti contoh kekurangan vitamin C dapat menyebabkan sariawan untuk gejala yang ringan dan
yang terparah adalah scurvy dan kurangnya mengkonsumsi makanan yang mengandung vitamin A dapat menyebabkan rabun senja. Oleh karena itu mengkonsumsi buah-buahan adalah mutlak bagi tubuh dan kesehatan.
Sebagai negara tropis, Indonesia memiliki aneka tanaman buah yang sangat beragam. Akan tetapi keragaman tanaman buah di Indonesia tidak didukung dengan produksi buah yang baik. Hal ini terutama untuk tanaman buah yang berumur panjang atau tahunan, seperti durian, mangga, rambutan, kedondong, dan sebagainya. Rendahnya produksi buah di Indonesia mengakibatkan kekurangan pasokan buah. Untuk mengatasi hal tersebut, maka Indonesia harus mengimpor beberapa jenis buah dari luar negeri, seperti anggur, apel, durian, jeruk, dan berbagai jenis buah buahan lainnya.
Mulai tahun 2003, Indonesia harus membuka pasar dalam negerinya untuk produk ASEAN dan tahun 2020 untuk pasar dunia, termasuk untuk perda­gangan hasil-hasil pertanian seperti halnya buah-buahan. Beberapa ta­hun terakhir ini, di pasar swalayan bahkan pasar-pasar tradisional buah-buahan impor mulai menyaingi buah-buahan lokal. Hal ini harus diantipasi dengan meningkatkan kemampuan memproduksi buah-buahan tropis yang berkualitas tinggi dalam jumlah yang memadai, agar dapat mengganti­kan peran atau setidak-tidaknya mengurangi konsumsi buah impor. Hal ini selain akan meningkatkan kemampuan bersaing dengan buah impor di pasar domestik dan mencukupi kebutuhan gizi, juga akan membuka pe­luang bagi ekspor buah-buahan Indonesia.
Pada kenyataannya, sebagian buah-buahan di Indonesia di­hasilkan dari budidaya di pekarangan, dengan teknologi yang relatif sederhana. Tetapi nampaknya pengusahaan tanaman hortikultura, buah-buahan pada khusus­nya, secara intensif dengan pola usahatani berskala besar akan terus berkembang dimasa mendatang.
Usahatani buah-buahan secara intensif dan berskala besar memerlukan dukungan ilmu dan teknologi, karena usahatani ini memerlukan investasi yang besar dengan masa pengembalian yang relatif lama. Beberapa hal teknis agronomis yang perlu juga mendapat perhatian agar usahatani buah-buahan menarik para usahawan antara lain adalah: Penyediaan bibit unggul dan jaminan bibit yang dibeli seragam dan true to type, pemendekan masa tanaman belum menghasilkan, penyediaan tek­nik budidaya untuk pengaturan pertumbuhan serta manipulasi pembungaan dan pembuahan (sehingga diperoleh tanaman yang kompak, produksinya tinggi dan berkualitas, serta waktu produksinya dapat diatur)
Minat masyarakat terhadap buah – buahan sangat beragam. Di toko-toko swalayan, kios-kios, dipinggir alan, pasar umum, dan pedagang kaki lima buah-buahan ini dijajakan dalam bentuk segar ataupun awetan. Buah dengan  kualitas yang bagus dipilih dan dikemas untuk diekspor. Karena banyak diminati dan tak pernah sepi dari pembeli, orang-oranag menyebutnya sebagai buah-buahan komersial.
Pertambahan jumlah penduduk, peningkatan taraf sektor industri dan pariwisata berdampak positif terhadap peningkatan kebutuhan buah-buahan. Baik itu dalam hal jumlah, mutu, ataupun ragamnya. Di pasar-pasar domestik pembeli terus mengalir mengkonsumsi komuditi yang pada mulanya diangap merupakan kebutuhan orang-orang berduit. Bahkan, tidak jarang buah-buahan sudah laku ketika masih di pohon. Sementara itu prospek buah untuk dijagokan sebagai komoditi ekspor juga semakin cerah. Negara-negara maju yang cenderung mengalihkan usaha taninya ke arah industrialisasi merupakan pasar yang semakin luas untuk menampung ekspor buah-buahan kita.

Hanya saja pada kenyataannya kesempatan ini belum dapat dimanfaatkan dengan baik oleh pengusaha buah-buahan di Indonesia. Pada usaha tani yang pada umumnya dilakukan di tanah pekarangan dengan modal kecil menyebabkan rendahnya produksi.
Sifat tanaman buah yang kebanyakan memerlukan lingkungan spesifik sebagai tempat tumbuhnya, masa berproduksi yang biasanya dipengaruhi oleh musim, dan sifat buah itu sendiri yang mudah rusak, merupakan tantangan yang harus dihadapi dalam usaha tani.
Jika dilihat dari posisi strategis Indonesia yang berada di daerah tropis, sebetulnya kekurangan kebutuhan buah dalam negeri tersebut bisa diatasi dengan meningkatkan produksi buah nasional. Tentu saja para petani harus mengetahui tatalaksana pemeliharaan yang benar sehingga bisa meningkatkan produksi tanaman buah.
Berdasarkan hal tersebut, maka perlu dikembangkan teknologi yang mendukung dalam hal produksi buah buahan di indonesia. Dengan adanya teknologi tersebut, maka kebutuhan akan buah buahan yang semakin hari semakin meningkat akan dapat terpenuhi dari produksi petani lokal
B.       Tujuan
Tujuan dari pembuatan makalah ini adalah untuk mengetahui teknologi apa saja  yang digunakan dalam menghasilkan buah buahan di Indonesia.



BAB II
PEMBAHASAN

Pada dasarnya proses produksi buah-buahan meliputi: pemilihan lokasi, pengelolaan lahan, pemilihan varietas, pemupukan, pengairan, pemangkasan, pengendalian hama, penyakit dan gulma, induksi pembungaan, perawatan buah, panen dan penanganan pasca panen. Namun selain itu, ada beberapa teknologi yang digunakan untuk meningkatkan produksi dari buah buahan itu sendiri, antara lain perlakuan suhu, perlakuan cahaya, perlakuan kimiawi dan perlakuan teknis budidaya.
Titik kritis proses pembungaan terletak pada tahap induksi bunga, yaitu saat terjadi transisi dari fase vegetatif ke fase reproduktif. Pengaturan pembungaan sangat mungkin dilakukan bilamana mengacu pada dua teori universal tentang pembungaan seperti yang dikemukaan oleh Bernier, et al., (1985) yaitu:
a)        inisiasi bunga pada tanaman tidak akan terjadi kecuali bila dirangsang (diinduksi),
b)        tanaman yang berada pada kondisi yang kurang sesuai untuk pembungaan menghasilkan satu atau beberapa zat penghambat pembungaan dan inisiasi bunga akan terjadi bila produksi zat tersebut dicegah.
Berdasarkan teori tersebut, pengaturan pembungaan pohon buah-buahan dapat dilakukan dengan beberapa cara, antara lain dengan stress air, mengatur suhu udara dan tanah, pemberian nutrisi, aplikasi teknik ringing/girdling dan strangulasi, dan pemberian zat pengatur tumbuh.
1.        Perlakuan cahaya
a.        Fotoperiodisme  
Pada tahun 1920 an, para ahli sains dari Departemen Pertanian Amerika Serikat yang melakukan penelitian di Beltsville, Maryland mulai meneliti aktivitas pembungaan pada tumbuhan. Mereka mulai menyadari bahwa pembungaan dimulai oleh panjang hari. Setelah menanam tumbuhan dalam rumah kaca, tempat lama penyinarannya dapat diubah secara buatan, mereka membuat kesimpulan bahwa tumbuhan dapat dibagi menjadi tiga kumpulan:
Ø  Tumbuhan berhari pendek berbunga apabila panjang penyinaran matahari lebih pendek daripada 12 jam. (Contoh tanaman ialah pohon cocklebur, pohon merah (poinsetia, kekwa).
Ø  Tumbuhan berhari panjang berbunga apabila panjang penyinaran matahari lebih panjang dari 12 jam. (Contoh tanaman ialah gandum, barley, bunga cengkeh dan bayam).
Ø  Tumbuhan netral yaitu tumbuhan yang masa pembungaannya tidak bergantung kepada lamanya penyinaran. (Contoh tanaman ialah tomat dan timun).
Perlakuan thermoperiodisme adalah suatu perlakuan suhu rendah secara periodik (tidak kontinyu) pada tanaman yang memerlukan suhu malam yang lebih rendah dari suhu siang hari dengan interval perbedaan yang lebh nyata. Misalnya pada tanaman tomat dengan suhu siang hari 23oC dan malam hari 17oC.\
Cahaya mempengaruhi pembungaan melalui dua cara, yaitu intensitas cahaya dan fotoperiodisitas (panjang hari). Intensitas cahaya mempunyai pengaruh yang lebih besar dan efeknya lebih konsisten dari pada panjang hari. Pengurangan intensitas cahaya akan mengurangi inisiasi bunga. Foto Petoperiodisitas mempengaruhi jenis tanaman melalui lama penyinaran terhadap pembungaan
2.        Perlakuan Suhu
a.        Vernalisasi
Vernalisasi merupakan induksi pendinginan yang diperlukan oleh tumbuhan sebelum mulai perbungaan. Vernalisasi sebenarnya tidak khusus untuk perbungaan, tetapi diperlukan pula oleh biji-biji tumbuhan tertentu sebelum perkecambahan. Respon terhadap suhu dingin ini bersifat kualitatif (mutlak), yaitu pembungaan akan terjadi atau pembungaan tidak akan terjadi. Lamanya periode dingin haruslah beberapa hari sampai beberapa minggu, tergantung sepesiesnya.
Spesies semusim pada musim dingin, dua tahunan, dan banyak spesies tahunan dari daerah beriklim sedang yang membutuhkan vernalisasi semacam itu agar berbunga. Biji, umbi, dan kuncup banyak spesies tanaman di daerah beriklim sedang membutuhkan stratifikasi (beberapa minggu diletakkan dalam penyimpanan yang dingin dan lembab) untuk mematahkan dormansi. Jadi vernalisasi secara harfiah berarti membuat  suatu keadaan tumbuhan seperti musim semi, yaitu menggalakkan pembungaan sebagai respon terhadap hari-hari yang panjang selama musim semi (Gardner,dkk, 1991).
Seterusnya kita harus mengetahui bahwa suatu tumbuhan dengan kteria berhari panjang dan berhari pendek dapat tumbuh pada daerah yang sama. Bayam merupakan suatu tumbuhan berhari panjang yang membutuhkan lama penyinaran selama empat belas jam, rumput reja merupakan suatu tumbuhan pendek siang dan mempunyai lama penyinaran yang sama. Walau bagaimanapun, bayam hanya berbunga pada musim panas apabila panjang siang meningkat sehingga empat belas jam atau lebih, dan rumput reja berbunga pada musim gugur apabila panjang siangnya berkurang hingga empat belas jam atau kurang. (Rumput reja harus menjadi matang sebelum dapat berbunga, sebab itulah tumbuhan ini tidak berbunga pada musim bunga walaupun panjang siangnya kurang daripada empat belas jam).
Pada tahun 1938, K. C. Hammer dan J. Bonner memulai eksperimen dengan panjang siang dan malam buatan yang tidak perlu sama dengan suatu normal, yaitu siang dua puluh empat jam. Mereka kemudian berpendapat bahwa cocklebur yang merupakan tumbuhan pendek siang akan berbunga pada waktu gelapnya berterusan selama delapan setengah jam, tanpa memperkirakan panjang waktu siang. Selanjutnya, jika waktu malam dirubah dengan memberikan cahaya, maka pohon cocklebur tidak akan berbunga. (Mengganggu panjang waktu penyinaran dengan kegelapan tidak memiliki arti). Keputusan yang sama juga telah diperoleh bagi tumbuhan panjang siang. Tumbuhan tersebut memerlukan suatu waktu gelap yang lebih pendek daripada suatu panjang genting tanpa memperhitungkan panjang waktu pencahayaan. Walau bagaimanapun, jika suatu malam yang lebih panjang dari panjang genting diganggu oleh suatu pancaran cahaya yang singkat, maka tumbuhan siang panjang akan berbunga. Dengan demikian, dapatlah dibuat kesimpulan bahwa panjang waktu gelap yang mengakibatkan pembungaan, bukannya panjang waktu pencahayaan. Dalam keadaan alami, jelaslah siang yang lebih pendek senantiasa berfungsi dengan malam yang lebih panjang, dan begitulah sebaliknya.
Perlakuan vernalisasi adalah suatu perlakuan suhu rendah (5-10oC) selama jangka waktu tertentu. Perlakuan ini banyak dijumpai pada tanaman-tanaman yang berasal dari daerah sub tropis yang dipindahkan ke daerah tropis.

b.        thermoperiodisme
Perlakuan thermoperiodisme adalah suatu perlakuan suhu rendah secara periodik (tidak kontinyu) pada tanaman yang memerlukan suhu malam yang lebih rendah dari suhu siang hari dengan interval perbedaan yang lebih nyata. Misalnya pada tanaman tomat dengan suhu siang hari 23oC dan malam hari 17oC.
3.        Perlakuan budidaya
a.        Pemangkasan
Pemangkasan merupakan praktik budidaya hortikultura tradisional yang dapat digunakan untuk merangsang pembungaan. Pemangkasan untuk merangsang pembungaan dilakukan dengan penjarangan cabang atau ranting agar sinar matahari dapat masuk secara merata mengenai seluruh bagian tajuk/kanopi tanaman. Daun yang ternaungi n(shaded) atau tumpang tindih (overlap) antara yang satu dengan yang lain merupakan daun “parasit” sehingga daun tersebut tidak berfungsi sebagai penghasil fotosintat, malah mengambil fotosintat dari daun-daun yang mendapatkan cahaya matahari.
Membuang cabang atau ranting yang tidak bermanfaat akan merangsang terjadinya transisi dari pertumbuhan vegetatif ke reproduktif, sekaligus dapat mengendalikan pertumbuhan tanaman yang berlebihan dan mendukung kontinuitas produksi.
Pada prinsipnya pemangkasan untuk merangsang pembungaan akan berhasil apabila pemangkasan yng dilakukan dapat meningkatkan akumulasi fotosintat pada tajuk tanaman sehingga nisbah C:N meningkat. Tinggi rendahnya hasil fotosintesis dan akumulasi fotosintat ditentukan oleh kapasitas sumber (source strenght) dan kapasitas sink (sink strenght). Sumber pada umumnya adalah daun, merupakan organ tanaman yang mampu mengekspor sebagian fotosintat yng dihasilkan. Sedangkan sink adalah organ tanaman yang memakai dan/atau menampung hasil fotosintat, misalnya tunas baru, akar, bunga, buah dan daun yang ternaungi.
Kapasitas sumber meliputi dua aspek yaitu:
a)        aspek kuantitatif (source size) berkaitan dengan banyak sumber, ditunjukan oleh jumlah daun atau luas daun
b)        aspek kualitatif (source activity), berkaitan dengan mutu sumber, yaitu kecepatan berfotosintesis per satuan waktu per satuan luas daun.

Kapasitas sink juga terdri dari dua aspek yaitu:
a)        aspek kuantitaif (sink size) berkaitan dengan kemampuan ruang tersedia untuk menampung
b)        aspek kualitatif (sink activity) berkaitan dengan kecepatan sink untuk menampung hasil fotosintesis per satuan waktu.
Pemangkasan cabang, ranting dan daun ternaungi di satu sisi mengurangi source size sekaligus sink size tetapi di sisi lain menigkatkan source activity sehingga pada akhirnya meningkatkan akumulasi fotosintat yang terbentuk. Akumulasi fotosintat ini dapat digunakan sebagai sumber energi untuk merngsang pembungaan.
b.        Stress air
Salah satu faktor lingkungan yang sangat berpengaruh terhadap pemunculan bunga buah-buahan tropika adalah curah hujan. Di Indonesia pada umumnya induksi bunga pada pohon buah-buahan terjadi secara alamiah pada musim kemarau, karena mengalami stress air dan bunga muncul menjelang musim hujan. Kondisi kering memacu pertumbuhan generatif tanaman, sedangkan kondisi basah menyebabkan pertumbuhan lebih mengarah ke vegetatif. Agar bunga dan buah muncul, pertumbuhan vegetatif perlu ditekan dengan mengatur pemberian air.
Dilakukan penelitian berdasarkan pengaruh alami dari adanya periode kering terhadap pembungaan, dan hasil penelitian tersebut menunjukan bahwa stres air dapat mempercepat induksi bunga. Beberapa perubahan yang terjadi selama induksi bunga akibat stres air adalah:
a)        terjadinya hidrolisis pati menjdai gula sederhana sebagai sumber energi untuk pembentukan calon mata tunas generatif.
b)        Terjadinya hidrolisis protein asam amino seperti prolin, triptopan dan phenilalanin yang diperkirakan berperan dalam induksi bunga
Terjadi penurunan sintesis protein atau aktivias hormon giberelin sehingga merangsang induksi bunga.
Pengaruh stres air tidak langsung menyebabkan tanaman berbunga, tetapi menyebabkan terjadinya induksi bunga atau transisi dari fase vegetatif ke reproduktif. Agar primordia bunga dapat berkembang dan tumbuh menghasilkan bunga sempurna, tanaman memerlukan lingkungan yang sesuai untuk pertumbuhannya. Stres air dapat menginduksi pembungaan karena adanya perubahan perimbangan produksi hormon giberelin, sitokinin, dan ABA serta meningkatkan nisbah karbon dan nitrogen pada pucuk.
Stres air menyebabkan produksi hormon giberelin dan sitokinin menurun, sebaliknya kandungan ABA menigkat. Partisi asimilat pada tanaman yang diberi stress air juga berperan penting dalam induksi pembungaan. Dalam keadaan stres air terjadi alokasi asimilat dengan proporsi yang lebih besar untuk memulai pertumbuhan organ reproduktif.
Pada jeruk perlakuan stres air sedang cukup untuk mendorong terjadinya induksi pembungaan.  Bunga sudah terinduksi 2 mingu setelah perlakuan stres air, tetapi pertumbuhan bunga yang cepat dan berembangnya bunga aksilar baru terjadi setelah pengairan kembali (re-watering).
Peluang keberhasilan panen diluar musim dengan manipulasi stes air menjadi lebih besar kalau kondisi lingkungan mendukung perlakuan yang diberikan. Kondisi yang dimaksud adalah selama periode manipulasi stres air berlangsung, tanaman tidak digangu oleh turunnya hujan dengan maksud agar tanaman mendapat periode kering yang cukup sehingga meminimalisasi resiko kegagalan.
Di wilayah Indonesia bagian barat yang umumnya beriklim basah dengan curah hujan cukup banyak, aplikasi teknik manipulasi stres air berbeda dengan wilayah Indonesia bagian timur yang curah hujannya lebih sedikit.
Didaerah iklim kering tanaman sulit tumbuh, dibutuhkan air irigasi untuk menghasilkan pertumbuhan dan perkembangan yang optimal. Pemberian air dapat diatur dengan teknik mikroirigasi sepertio sistem irigasi tetes (drip irigation) dan irigasi curah (sprinkle irrigation) sehingga resiko gagalnya pembungaan dan pembuahan diluar musim akibat turunya hujan sangat kecil.
Didaerah basah, agar bunga dan buah muncul, pertumbuhan vegetatif dihambat. Saluran drainase diatur dengan membuat parit-parit agar air dapat segera dijauhkan deri pohon. Teknik tersebut perlu dikombinasikan dengan teknik budidaya yang lain sperti pemangkasan tunas dan pemangkasan akar agar seluruh asimilat yang terbentuk dari proses fotosintesis dapat dialokasikan untuk menginisiasi pembentukan bunga dan buah.
Manipulasi pembungaan diluar musim dengan stres air juga bisa dilakukan dimusim hujan. Hal itu tergambar dari hasil percobaan Pusat Kajian Buah-buahan Tropika IPB pada tanaman jeruk di Purwerejo (Poerwanto, 2003). Manipulasi stres air pada musim hujan dilakukan dengan membuat parit drainase sekeliling tanaman dan lahan di bawah tajuk ditutup dengan mulsa plastik hitam perak. Mulsa tersebut dibuka 2 bulan setelah perlakuan.
Hasil yang diperoleh, tanaman yang mendapat perlakuan segera berbunga sedangkan tanaman kontrol tetap tidak berbunga. Tanaman yang diberi perlakuan tadi menghasilkan 52 tunas bunga dan 48 tunas vegetatif, sedangkan tanaman kontrol hanya menghasilkan 0,25 tunas bunga dan 58 tunas vegetatif.

c.         Ringing/Girdling dan Strangulasi
Ringing atau girdling adalah pembuatan kulit kayu dengan menguliti atau membuat pelukaan melingkar pada kulit pohon atau cabang yang akan diinduksi pembungaannya sehingga menyerupai cincin selebar 2-5mm, tergantung jenis tanaman dan besar pohon. Sedangkan strangulasi adalah melilit batang atau cabang dengan kawat. Diameter kawat yang digunakan sesuai dengan tebal kulit pohon buah yang akan diinduksi pembungaannya.
Perlakuan ringing dan strangulasi dapat menginduksi pembungaan terkait dengan terhambatnya translokasi fotosintat dari tajuk keakar untuk sementara waktu sehingga terjadi penumpukan karbohidrat pada bagian tajuk tanaman. Disisi lain terhambatnya translokasi karbohidrat ke akar menyebabkan akar kekurangan fotosintat (hungry root) dan respirasi akar menurun sehingga mengganggu aktivitas akar dalam hal absorbsi air (tanaman mengalami stres air) dan absorbsi mineral.
Berkurangnya absorsi hara terutama nitrogen akan meningkatkan nisbah C:N pada pucuk. Disamping itu akar yang mengalami kekurangan fotosintat mengganggu sintesa hormon, diantaranya giberelin. Stres air, penurunan giberelin dan peningkatan C:N pada pucukdapat menginduksi pembungaan. Kandungan giberelin yang rendah dapat menyebabkan tanaman berbunga asil penelitian menunjukan bahwa perlakuan penghambatan translokasi karbohidrat kebagian bawah tanaman sperti ringing dan strangulasi mampu meningkatkan akumulasi karbohidrat di bagian atas tanaman sehingga merangsang pembungaan. Secara umum dari hasil-hasil penelitian yang ada menunjukan bahwa ringing mengahambat pertumbuhan vegetatif, merangsang dan mempercepat pembentukan tunas bunga serta meningkatkan akumulasi pati pada daun.
Keberhasilan strangulasi dipengaruhi oleh banyak faktor, antara lain waktu/saat dilakukan strangulasi, kondisi tanaman, prosedur dan teknik strangulasi seperti lama waktu strangulasi dibiarkan, kedalaman strangulasi, posisi strangulasi, (pada batang atau cabang), dan kondisi iklim pada saat stragulasi dilakukan.
Demikian juga dengan keberhasilan ringing, disamping dipengaruhi oleh waktu/saat dilakukan ringing, kondisi tanaman, dan prosedur atau teknik ringing, hal terpenting yang harus dipertimbangkan adalah lebar ringing. Menurut Goren & Monselise (1971) ringing pada jeruk hanya baik dilakukan pada tanaman sehat, karena periode waktu yang diperlukan untuk membentuk jembatan kalus baru untuk menghubungkan kembali daerah luka yang di-ringing cukup lama, yaitu selama setahun.
Untuk menghindari efek merusak dari perlakuan ringing dan strangulasi, perlakuan sebaiknya dilaksanakan sebelum musim kemarau saat kambium lateral aktif membelah dan kulit mudah dihilangkan.
4.        Perlakuan kimiawi
a.        Zat Perangsang Tumbuh
Penggunaan zat pengatur tumbuh merupakan salah satu cara yang paling memungkinkan untuk mengatur pembungaan. Terdapat banyak hasil penelitian menunjukan bahwa pemakaian hormon eksogen ini mampu merangsang pembungaan. Jenis zat pengatur tumbuh yang paling sering digunakan untuk memacu pembungaan pada tanaman buah-buahan adalah paklobutrazol.
Paklobutrazol merupakan zat pengahambat tumbuh (growth retardant), bersifat menghambat biosintesis giberelin yang sudah banyak dibuktikan sangat efektif menurunkan pertumbuhan vegetatif tanaman sehingga penggunaan zat tersebut dapat merangsang terjadinya pembungaan. Zat penghambat tumbuh adalah suatu senyawa organik yang mampu menghambat pemanjangan batang, meningkatkan warna hijau daun secara tidak langsung mempengaruhi pembungaan, mengahambat pembelahan dan pembesaran sel pada meristem sub-apikal, tanpa menyebabkan pertumbuhan yang abnormal.
Zat penghambat tumbuh berfungsi menurunkan aktivitas enzim proteolitik sehingga degradasi protein menjadi terhambat, menekan laju respirasi tetapi meningkatkan RNA, protein, sukrosa, pati dan klorofil yang semuanya menunjang terjadinya pembungaan. Paklobutrazol dengan rumus empiris C15H20CIN3O menghambat biosintesis giberelin pada oksidasi entkaurena untuk menjadi asam ent-kaurenoid (Sponsel, 1995).
Selain paklobutrazol, ada beberapa jenis zat penghambat tumbuh yang diketahui dapat menghambat biositesis giberelin seperti ancimidol, uniconazol, AMO-1618 dan cyclocel. Mehouachi, et al., (1996) mendapatkan bahwa giberelin menstimulasi pertumbuhan dan meningkatkan suplai karbon di pucuk, tetapi sebaliknya paklobutrazol menghambat pertumbuhan dan meningkatkan jumlah gula tersimpan di pucuk.
Disamping giberelin, zat pengatur tumbuh sitokinin juga berperan penting dalam pembungaan. Periode kering merangsang ujung akar mengalirkan sitokinin kepucuk yang terinduksi sehingga terjadi peningkatan konsentrasi sitokinin pada tahap diferensiasi. Arteca (1996) melaporkan bahwa pada tanaman Pharbitis nil, sitokonin berpengaruh secara tidak langsung dalam mendorong pembungaan dengan meningkatkan translokasi asimilat dari daun ke pucuk yang terinduksi.
Paklobutrazol dapat diserap oleh tanaman melalui daun, batang, dan akar yang selanjutnya dialokasikan secara akropetal melalui xylem kebagian tanaman yang lain. Menurut Weaver (1972), paklobutrazol menghambat produksi giberelin pada meristem sub-apikal kemudian menyebabkan penurunan laju pembelahan sel sehingga menghambat pertumbuhan vegetatif dan secara tidak langsung akan mengalihkan asimilat ke pertumbuhan reproduktif yang dibutuhkan untuk membentuk bunga, buah dan perkembangan buah.
Paklobutrazol dapat diaplikasi pada tanaman melalui dua cara, yaitu dengan penyemprotan melalui daun (foliar spray) dan melalui tanah (soil drenching). Aplikasi lewat tanah lebih efektif dibanding lewat daun dan pengaruhnya dapat bertahan lebih lama. Efek lain dari aplikasi paklobutrazol dapat meningkatkan kandungan karbohidrat dalam jaringan kayu, akan tetapi secara tidak langsung dapat meningkatkan biosintesis ABA yang menyebabkan terjadinya dormansi tunas (Lang, 1994), sehingga aplikasi paklobutrazol dengan maksud menstimulasi pembungaan perlu dikombinasikan dengan pemberian zat pemecah dormansi.
Tanaman yang dorman tidak dapat menginisiasi bunga walaupun tunas bunganya terinduksi. Untuk mengatasi hal tersebut, tanaman yang sudah terinduksi harus diberi zat pemecah dormansi sehingga dapat mempercepat munculnya tunas bunga. Kalium Nitrat (KON3) juga diloakukan dapat digunakan untuk merangsang produksi buah di luar musim. Keberhasilan penggunaan kalium Nitrat dalam memproduksi buah diluar musim telah dilaporkan oleh Efendi (1994) pada mangga.
Etepon (asam 2-kloroetil fosfonat) adalah salah satu zat pengatur tumbuh sintesis yng dikenal dengan nama dagang ethrel. Zat tersebut larut dalam air, membentuk senyawa etilen, ion klor dan fosfat dlam larutan, juga dalam jarngan tanaman. Proses pembentukan etilen tersebut adalah hasil degradasi atau dekomposisi etepon melalui reaksi hidrolisis pada pH netral (Moore 1979).
Etilen adalah zat pengatur tumbuh endogen atau eksogen yang dapat menimbulkan berbagai respons fisiologis dan morfologis tanaman, antara lain mendorong pemecahan dormansi tunas, menghambat pembentukan buah, pembentukan umbi, inisiasi akar, penuaan, mengontrol ekspresi seks tanaman, merngsang eksudasi (pengeluran getah) dan mengahambat perluasan daun (Moore, 1979).
Etilen dapat memecahkan dormansi karena dapat meningkatkan sintesis enzim amilase, selulase, PEP karboksilase dan mengiduksi sintesis mRNA (Salisbury dan Ross, 1992). Peningkatan sintesis enzim amilase dan selulase menyebabkan gula pentosa meningkat, sedangkan peningkatan enzim, PEP karboksilase menyebabkan glikolisis meningkat sehingga glukosa dan RNA juga meningkat. 


BAB III
PENUTUP

A.      Kesimpulan
1.             Berdasarkan uraian diatas, penulis dapat mengambil beberapa kesimpulan Teknologi produksi tanaman buah buahan di indonesia masih sangat rendah dan belum intensif, sehingga produktivitas buah buahan di indonesia masih rendah.
2.        Salah satu faktor yang menjadi penghalang produksi buah di indonesia dalam skala besar adalah pasar yang belum tersedia dengan baik, serta penanganan pasca panen yang belum memadai.
3.        Teknologi produksi yang dapat digunakan untuk meningkatkan produksi buah buahan antara lain faktor budidaya (pemangkasan, pemberian zat kimia) dan faktor lingkungan (suhu dan cahaya).
4.        Untuk mendapatkan kualitas, kuantitas dan kontinuitas produksi buah buahan di Indonesia maka diperlukan teknik budidaya yang intensif serta penggunan teknologi yang lebih memadai.
sehubungan dengan topik yang telah diibahas, antara lain :

B.       Saran
Pemerintah terlebih dahulu harus menyediakan jaminan mulai dari faktor produksi, pengelolaan serta pasar yang jelas apabila menginginkan produksi buah di indonesia dapat mencapai produksi yang maksimum serta berkelanjutan.



DAFTAR PUSTAKA

Anonimous. 1999. Pedoman Penerapan Jaminan Mutu Terpadu Mangga. Badan
         
Agribisnis Departemen Pertanian. Jakarta.

Anonymous. 2002. Generic Crop Protocol. Assured Produce Ltd. UK.
           
http://www.assuredproduce.co.uk

Hill, J. 2002. HACCP is for Quality & HACCP Explained.
          
http://www.pir.sa.gov.au

Kernot, I., N. Meurant, R. Holmes, N. MacLeod, G. Fullelove, and I. Bally. 1998.
          
Mango Information Kit. Queensland Department of Primary Industry.
          
Australia.

Licence, D. 2002. HACCP and Horticulture. http://www.dpi.qld.gov.au
Pocock, D. Quality System in 2002. http://www.pir.sa.gov.au
Pusat Kajian Buah-buahan Tropika. 1998. Desain dan Analisis Investasi
           
Agribisnis Mangga. PKBT- IPB, Bogor.

Pusat Kajian Buah-buahan Tropika. 2002. Riset Unggulan Strategis Nasional:
            
Pengembangan Buah-buahan Unggulan Indonesia. PKBT- IPB, Bogor.

Tugwell, B. L. and G. Moulds. 2002. The Approved Supplier Program.
          
http://www.sardi.sa.gov.au

Turner, C. 2002. ISO 9002 Quality Certification, Hoticultural Quality Systems,
           
Approved Supplier Program, & Freshcare. http://www.pir.sa.gov.au





0 comments: